Jumat, 16 Juli 2021

Pemberontakan PKI Madiun 1948: Akar Konflik Islam Versus Komunis

Geger PKI Madiun 1948 akan konflik selanjutnya Islam lawan komunis
 


Muhammad Subarkah *
Republika, 17 Jun 2020
 
Memang mengejutkan mengapa trauma konflik berdarah-darah kaum Muslim terhadap pengikut komunis tetap lestari atau laten sampai hari ini. Bayangkan, bila dilacak konflik ini sudah menginjak satu abad, yaitu semenjak para anggota Sarekat Islam Merah melakukan rapat-rapat di rumah  joglo milik saudagar kaya, H Rofi’i di Kotagede, Yogyakarta, yang kini dikenal warga sebagai rumah Ropingen.
 
Pada awalnya, anak muda SI Merah itu menganggap para seniornya di Sarekat Islam (kemudian disebut SI Hijau) kurang membela rakyat, dan terlihat pula kurang revolusioner atau radikal di dalam melawanan penjajah Belanda. Ini karena saat itu SI memilih masuk ke dewan rakyat (Volks Raads) bentukan pemerinah kolonial Belanda. Langkah Cokroaminoto dianggap lamban, dan ini makin menggebu setelah pengaruh ajaran komunis yang dibawa ke Henk Sneevliet dari Belanda kemudian bisa masuk ke organisasi massa yang kala itu punya masa dan kepengurusan terbesar di Hindia Belanda.
 
Pada masa awal itu banyak sekali tokoh Sarekat Islam masuk ke SI. Salah satu diantaranya adalah H Misbah, saudagar kaya asal Solo yang kala itu juga kader Muhammadiyah. Ia terpengaruh dengan SI Merah, bahkan menjadi pengikutnya dan oleh pemerintah Hindia Belanda dianggap sebagai salah satu otak pemberontakan PKI 1926. Misbah kemudian dibuang di Digul, Papua, dan meninggal di sana.
 
Dan memang letupan pertama dari percikan konflik antara PKI dan Sarekat Islam kala itu masih biasa saja. Sekedar perang kata dan sibuk berbantah soal berbagai tuduhan, misalnya soal jalannya roda organisasi yang dikelola Cokroaminoto. Bahkan awal pendirian PKI pun suasana unik. Kecenderungan ikon perjuangan lokal melawan penjajah yang pada awalnya 1900-an  mulai dimunculkan berkat Sarekat Dagang Islam dan Sarekat Islam, masih terbawa dalam Kongres PKI pertama di Semarang. Simbol perang Jawa, misalnya Pangeran Diponegoro dan Sentot Ali Basyah, gambarnya terpampang pada dinding gedung yang dipakai dalam kongres pertama PKI. Gambar Diponegoro dan Sentot kala itu bersanding dengan gamar tokoh PKI misalnya Karl Marx, Lenin serta Stalin.
 
Tapi ketegangan makin hari makin bertambah. Menjelang pemberontakan PKI terjadi perpecahan internal dengan sosok seperti Tan Malaka. Ini lebih karena para pengurus PKI kala itu melihat dia berubah haluan: lagi-lagi tak terlalu revolusiner. Sebelum itu pihak Komunis Internasional yang berpusat di Moskow marah karena Tan Malaka mengusulkan agar gerakan komunis menggandeng gerakan Islam ketika melawan penjahan. Perbedaan ini makin memuncak setelah Tan Malaka tidak setuju bila pada tahun 1926 PKI melakukan pemberontakan dengan alasan konsolidasinya belum kuat.
 
Dan setelah pemberontakan tersebut gagal, ternyata suasana persaingan antara Islam dan gerakan komunis masih terus berlangsung. Imbas lain, setelah peristiwa pemberontakan 1926 gagal, kala itu PKI kemudian menjadi partai terlarang dan para kadernya diawasi secara ketat oleh pemerintah Hindia Belanda. Dan situasi ini jelas menguntungkan bagi aktivis Islam yang lebih bisa bergerak leluasa karena bukan partai yang terlarang.
 
Situasi ini terus berlanjut hingga zaman Jepang. Waku itu umat Islam bahkan mendapat angin yang cukup. Para ulama oleh Jepang dimanfaatkan pengaruhnya sebagai basis kekuatan massa di dalam ikut serta memenangkan perang Asia Timur Raya. Situasi ini lagi-lagi berbeda dengan yang diterima kader komunis karena mereka terus diawasi dan menjadi partai terlarang. Musso, salah satu tokoh komunis yang terlibat pemberontakan PKI Madiun akhirnya tetap memilih berada di Uni Sovyet daripada pulang ke Jawa. Dia tahu bahwa situasi belum kondusif.
 
Angin segar kepada gerakan Islam kian menjadi ketika para tokoh Islam oleh pemerintah Jepang dibiarlan mulai menggagas organisasi politik yang kelak menjadi Partai Masyumi. Islam semakin mendapat angin karena mereka kemudian mendapat kesempatan duduk di lembaga yang oleh Jepang disebut sebagai lembaga untuk mempersiapkan datangnya kemerdekaan: BUPKI. Akibatnya, di lembaga ini nantinya hanya ada dua kelompok yakni nasionalis dan Islam saja. Kelompok sosilias tidak ada, karena kala itu melakukan gerakan bawah tanah alias tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Jepang. Aktivis komunis tak ada di keanggotaan BPUPKI karena partai ini masih dalam status dilarang.
 
Akibat situasi ini maka masuk akal kemudian kecemburuan dan sikap panas atas perseteruan lama antara kaum komunis dan Islam meninggi. Elit politik kala itu tahu rapat-rapat pendirian embrio Masyumi ada di Pesantren Takeran Madiun. Maka wajar kiranya ketika pemberontakan PKI di Madiun, Musso bersama gerombolannya menarget pesantren ini sebagai 'sarang' lawan yang harus dihancurkan.
 
Pengaruh pesantren Takeran sebagai kekuatan politik Islam atau embrio Masyumi, diakui oleh Pengasuh Pondok Pesantren Sabilil Mutaqin (PSM), KH Zakaria. Dalam sebuah percakapan di suatu sore bebera tahun silam, dia mengakui bila  pesantrennya menjadi target penghancuran PKI yang kala itu dipimpin Musso (Paul Mussotte, bernama lengkap Muso Manowar atau Munawar Muso).
 
“Saya yang melihat langsung peritiwa pada tanggal 17 September tahun 1948 itu, baru di kemudian hari sadar bila penculikan kyai dan pengepungan pesantren kami bukanlah aksi biasa yang tanpa tujuan. Para kader PKI kala itu benar-benar sudah mempersiapkannya dengan matang. Ini terbukti hanya dalam waktu singkat para pemberontakan tersebut mampu menguasai wilayah yang cukup luas, yakni meliputi Madiun, Magetan, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Ngawi, Purwantoro, Blora, Pati, Cepu, dan Kudus. Jadi, jelas ada persiapan matang mengingat pesantren kami adalah pusat gerakan Islam kala itu. Mereka pasti tahu di sinilah rapat-rapat awal Masyumi diselenggarakan,’’ katanya.
 
Lagi pula, lanjutnya sebelum meledak peristiwa pemberontakan itu, di sekitar Takeran beterbaran aneka pamflet tentang Musso yang kala itu baru pulang dari Moskow (Moscow). “Jadi pesantren Takeran dipilih untuk diserbu, karena saat itu menjadi tempat atau basis pergerakan Islam. Kiai kami, Kiai Mursyid mau diajak berunding dan bersedia dibawa pergi oleh orang-orang berpakaian merah —dan kemudian hilang—  karena sudah tahu pesantrennya terancam akan dibakar,'” tegas Zakaria.
 
Maka tak ayal lagi, Pesantren Takeran menjadi ajang pembantaian anggota Masyumi oleh PKI. Jejak ini terlacak pada daftar nama dan identitas afiliasi politik para korban yang tewas dengan cara dimasukan ke dalam sumur yang berada di tengah perkebunan tebu. Nama-nama korban ini kami dapat dari arsip yang tersimpan di Belanda yang dikumpulan DR Suryadi yang kini mengajar di Universitas Leiden.
 
Menurut Suryadi, sumber arsip dari nama-nama orang Masyumi yang menjadi korban dalam peristiwa Pembrontakan PKI Madiun tahun 1948 itu berasal dari artkel yang dimuat dalam majalah Aliran Islam. Suara Kaum Progresif Berhaluan Radikal No. 52, Tahun Ke VII, September 1953: 30, 31). Ejaan disesuaikan, tapi nama-nama orang, jabatan, dan tempat ditulis sebagaimana aslinya. Angka dalam tanda ‘{ }’ merujuk pada halaman asli majalahnya. (catatan tambagan, Mdn = Madiun; Mgt =Magetan).
 
1 Kjahi Barokah, Uteran Mdn, dibunuh. 2. Kjahi Zuber, Sewulan Mdn, dinunuh. 3 H. Sidik, Prambon Mdn, dibunuh. 4 Kjahi Abdulmalik, Sewulan Mdn, dibunuh. 5 S. Moeljono, Madiun, dibunuh, 6 Soenjoto, Madiun, dibunuh. 7 Soehadi, Madiun, dibunuh. 8 Sofwan Effendi, Seloporo Mdn, dibunuh. 9 Bawani, Seloporo Mdn, dibunuh. 10 Kober, Seloporo Mdn, dibunuh. 11 Poerwosoebeni, Tempursari, dibunuh. 12 Mu’in, Madiun, dibunuh. 13 Kjahi Soelaiman Effendi Modjopurno, Mgt, dibunuh. 14 Kjahi Imam Moersid Takeran, Mgt, dibunuh. 15 Kjahi Imam Faham Takeran, Mgt, dibunuh. 16 Kjahi Noor, Takeran Mgt, dibunuh. 17 Ardaba, Takeran Mgt, dibunuh. 18 Maridjo, Takeran Mgt, dibunuh. 19 Choesen, Takeran Mgt, dibunuh. 20 Roesdi, Gebung, dibakar. 21 Kjahi Dimjati, Ngumpak, dibunuh. 22 P. Tjipto, Kwandungan, dibunuh. 23 Muh, Tempurredjo, dibunuh. 24 Kjahi Koermen, Katerban, dibunuh. 25 Rachmat, Ponorogo, dibunuh. 26 Bazid, Ngunut, dibunuh. 27 Soewandi, Ponorogo, hilang. 28 Kidang, Ponorogo, hilang. 29 Blabur, Ponorogo, hilang. 30 Moechji, Ponorogo, hilang. 31 Koermen, Ponorogo, hilang. 32 Sarengat, Ponorogo, hilang. 33 Ismangil, Ponorogo, hilang. 34 Soemantri, Ponorogo, hilang. 35 Soemiran, Ponorogo, hilang. 36 Soeliman, Ponorogo, hilang. 37 Rigan, Ponorogo, hilang. 38 Dullah, Ponorogo, hilang. 39 Sabar, Ponorogo, dibunuh. 40 Asrori, Magetan, dibunuh. 41 Sjamsuri, Magetan, dibunuh. 42 Imam Pamoedji, Magetan, dibunuh. 43 Maharadjono, Magetan, dibunuh. 44 Oemardanoes, Magetan, dibunuh. 45 Soebari, Magetan, dibunuh {30} 46 Roda’i, Magetan, dibunuh. 47 Ropi’i Tjiptomartana, Magetan, dibunuh. 48 Gondosoewirjo, Magetan, dibunuh. 49 Badawi, Magetan, dibunuh. 50 Martosoewirjo, Magetan, dibunuh. 51 Imam Sahudi, Magetan, dibunuh. 52 Choesnoen, Magetan, dibunuh. 53 Achjar, Magetan, dibunuh. 54 Gimun, Magetan, dibunuh. 55 Achmad Soedjak, Magetan, dibunuh.
***
 
Adanya warisan perseturan antara umat Islam dengan komunis yang dimulai tahun 1920-an dan kemudian meledak dalam Peristiwa Pemberontaan PKI di Madiun tahun 1948 inilah dicatat oleh sejarawan Australia sebagai sebuah warisan terbangunnya antipati santri-abangan yang pada waktu selanjutnya. Bahkan situasi ini kemudian makin dipertegas dan dipupuk dalam persaingan partai politik selanjutnya.
 
Warisan peristiwa berdarah pembantain umat Islam di Madiun tersebut menurut Ricklefs mulai semenjak itu berimbas pula ke angkatan darat. Mereka mulai secara penuh memandang PKI sebagai musuh, karena dianggapnya menusuk Revolusi dari belakang, ketika keadaan tengah genting-gentingnya oleh upaya Belanda untuk kembali masuk ke Indonesia.
 
“PNI (kemudian, red) berada dalam posisi ambigu dalam persaingan ini. Para pemimpin dan kinstituen abangannya tidak tertarik pada Masyumi, mungkin karena agenda Islamisasi di dalamnya, tetapi mereka juga menjadi sasaran tindakan kekerasan PKI. Tahun-tahun berikutnya, PNI berusaha mengikuti arah angin politik, sebagaimana partai-partai lain, tetapi dengan sedikit banyak mengorbankan ideologi atau tujuan utamanya,’’ demikian tulis MC Riclefs dalam bukunya ‘Mengislamkan Jawa’.
***
 
*) Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

http://sastra-indonesia.com/2021/07/pemberontakan-pki-madiun-1948-akar-konflik-islam-versus-komunis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar