Senin, 19 Juli 2021

Dari Tubuh Menuju Teks

Grathia Pitaloka
jurnalnasional.com
 
Seorang perempuan menelungkupkan kepala di atas meja. Dari mulutnya terlontar igauan-igauan keras mengenai grafik pemeliharaan, grafik penghancuran, rencana regional, rencana tata ruang, konstruksi pembangunan negara-negara miskin.
 
Perempuan bernama Fitri itu seolah menjadi potret kegilaan kehidupan kota besar. Tekanan hidup membuat dia dan sebagian besar manusia urban lainnya merasa teralienasi bahkan oleh masa lalunya sendiri.
 
Untuk mengisi ceruk hati yang kosong mereka membentuk sebuah percintaan banyak segi. Meski tahu itu bukan bentuk ideal, namun mereka yang tercerabut dari akar tak sanggup untuk menolaknya.
 
Fenomena sosial seperti kegamangan sikap dan situasi psikologis masyarakat modern itu menggelitik naluri kreatif Teater Kami untuk mengangkatnya ke atas panggung. Kemudian dari tangan dingin seorang Harris Priadie Bah lahirlah sebuah pertunjukan teater yang mengharmonisasikan antara tubuh dan teks.
 
Lahir di Jakarta 20 tahun silam, Teater Kami memberikan sebuah warna yang berbeda di awal kemunculannya. Pengalaman bergabung dengan Teater Sae disebut-sebut sebagai salah satu latar eksplorasi tubuh yang dilakukan Harris.
 
“Berani tampil beda menjadi salah satu nilai lebih bagi Teater Kami. Di saat kelompok lain tenggelam dalam hiruk pikuk kecerewetan teks, mereka hadir dengan konsep minimalis, detail serta eksplorasi yang kuat terhadap tubuh,” kata Afrizal Malna, Minggu (14/12).
 
Teater Kami kemudian berangkat menjadi kelompok yang mengejar substansi. Bagi mereka, teater bukan sekadar narasi yang bertele-tele. Dengan detail tubuh yang sederhana pun mereka mampu menghipnotis penonton.
 
Afrizal mengatakan, dalam lingkungan teater di Jakarta, langkah yang diambih oleh Harris dan teman-teman terbilang istimewa. Maklum, ketika itu banyak kelompok teater yang disibukan dengan dialog yang berlarat-larat sehingga tidak mempunyai ruang untuk menggarap detail di tingkat tubuh aktor.
 
Kelebihan lain dari kelompok ini adalah tidak berlebihan dalam setting. Budaya visual yang tengah marak belakangan ini seringkali membuat para pekerja teater berlomba untuk mencipta setting yang gegap gempita, sementara teaternya sendiri menjadi terkubur.
 
Konsep setting minimalis yang diusung Teater Kami juga mendapat acungan jempol dari Halim HD. Ia mengakui kelebihan kelompok ini dari segi adaptasi ruang dan pemanfaatannya. “Ketika diundang ke Palu. Mereka mampu menggunakan ruang tamu sebagai tempat pertunjukan,” kata Halim.
 
Harris menuturkan bahwa konsep minimalis tersebut sebenarnya tercipta secara tidak sengaja. Sulitnya mendapatkan dana untuk pertunjukan membuatnya harus memutar otak, bagaimana membuat karya yang maksimal dengan modal kecil. “Maka terciptalah konsep pemanfaatan ruang dan penggunaan aktor yang minimalis,” ujar Harris.
 
Bahasa Simbol
 
Afrizal mengatakan, dengan gaya yang imajinatif Teater Kami mengusung ikon-ikon ke atas panggung. Bukan sebagai representasi sosial melainkan sebagai interpretasi mereka. “Mereka membawa pesan realis yang dikemas dalam pertunjukan imajinatif,” ujar penulis kumpulan puisi Teman-teman dari Atap Bahasa ini.
 
Contohnya dalam lakon Telur Matahari yang bercerita tentang wajah Indonesia setelah lima tahun reformasi. Taburan metafor sangat terasa pada pementasan yang naskahnya ditulis oleh Afrizal.
 
Misalnya saja pada adegan ketika dua orang sedang memperebutkan kursi (dalam makna sesungguhnya). Kemudian muncul orang ketiga yang ketika berhasil menguasai kursi, alih-alih diduduki kursi tersebut malah dibanting hingga berantakan.
 
Beragam makna bisa muncul dari adegan semacam itu. Tetapi, jika mengacu kepada bingkai besar pementasan sebagai upaya melakukan dekonstruksi terhadap berbagai ketidakpantasan di negeri ini, maka “kursi” (mungkin jabatan) telah membuat sebagian orang geram.
 
Pementasan tersebut ditutup secara tidak biasa dengan membanting semangka yang menyerupai bola dunia tepat di hadapan penonton. Suara bantingan yang menghentak menyadarkan bahwa bangsa ini tengah mengalami kesemrawutan.
 
Dalam tradisi Tionghoa, buah semangka yang dibanting merupakan bagian dari tata cara pada upacara kematian. Harris ingin menuturkan bahwa carut-marut di negeri ini akan berujung pada kedukaan yang mendalam.
 
Interpretasi personal yang digunakan Teater Kami seolah menjadi dua sisi mata pedang yang terkadang menjadi kelebihan, namun lain waktu dapat menjadi kekurangan. “Harris acapkali berlaku “sewenang-wenang” terhadap naskah orang lain dengan melakukan penafsiran ulang yang berlebihan,” kata Nur Zen Hae.
 
Misalnya saja pada pertunjukan Kunang-kunang yang naskahnya ditulis oleh penulis terkemuka Jepang, Suzue Toshiro. Dalam lakon tersebut Harris melakukan perombakan cerita secara besar-besaran. Naskah asli yang terdiri dari 14 adegan dipangkas menjadi 11 adegan (dua dihilangkan dan dua dijadikan satu).
 
Pertunjukan juga kerap menampilkan cerita yang tidak linier bahkan cenderung melompat-lompat. Satu adegan dengan adegan lain direkatkan oleh Ide, sehingga berpindah-pindah bagai gelombang radio.
 
Tengok saja pada lakon Kunang-kunang, adegan pertama dibuka fragmen antara Fitri dan Yanto. Lantas disambung dengan adegan kedua yang memperlihatkan kesibukan pasangan Jean Marais dan Faudiah Sari yang tengah menyorotkan senter mencari kunang-kunang.
 
Zen Hae menuturkan, upaya pembongkaran yang dilakukan Harris cukup menarik, caranya memilih dan mengedit naskah sehingga menghasilkan keseluruhan alur kisah. “Harris menggunakan adegan yang dianggapnya penting dan memangkas yang dianggap tidak,” ujar Zen Hae.
 
Pria yang sempat bekerja sama dengan Teater Kami untuk beberapa produksi ini mengatakan, penafsiran ulang yang dilakukan pewujud (penyebutan sutradara oleh Teater Kami) dapat merupakan bentuk kreativitas. Tetapi di sisi lain tindakan tersebut berisiko karena cerita yang ditampilkan tidak utuh.
 
Lebih lanjut Zen Hae melihat, Teater Kami sedikit terjebak dalam nada bicara robotik (dengan penekanan di akhir kalimat) yang menjadi ciri khasnya. “Memang gaya tersebut membedakan Teater Kami dengan kelompok lain, tetapi karena dilakukan secara berulang menjadi terasa membosankan,” kata lelaki yang menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
 
Naskah Asing
 
“Hanya orang menos (gila) yang mau bertahan di dunia teater yang serbapaceklik,” kata Harris sembari terkekeh. Mungkin menertawakan diri sendiri karena dia termasuk segelintir orang yang hingga kini masih bertahan di dunia yang jauh dari gemerlap.
 
Tetapi tentu Harris tak ingin mati konyol. Supaya dapat bertahan ia harus pintar-pintar memutar otak. Untuk itu Harris memilih “jalan sempit” dengan melakukan pementasan-pementasan di kedutaan negara asing.
 
Cara yang ditempuh Harris ternyata cukup ampuh untuk mencetak rupiah guna membiayai pementasannya. “Tidak banyak, tapi setidaknya saya dapat memberikan uang lelah kepada para anggota,” ujar Harris.
 
Budaya memberikan uang lelah ditempuh oleh lelaki berusia 43 tahun ini mengubah anggapan bahwa pekerjaan teater berbeda dengan pekerjaan formal lainnya. Menurut dia, teater bukan sekadar hobi yang dikerjakan sebagai pengisi waktu luang. “Teater sama dengan pekerjaan lain yang membutuhkan loyalitas,” kata alumni Sekolah Teater dan Film (STF) angkatan 1986.
 
Harris juga tak keberatan bila kelompoknya dicap sebagai teater kedutaan asing karena dengan cara itulah dia bisa menyambung nafas untuk tetap menghidupkan teater. “Setidaknya setengah dari ongkos produksi bisa ditutup,” ujar pria yang duduk sebagai Sekretaris Program Dewan Pekerja Harian Dewan Kesenian Jakarta.
 
Dari kacamata berbeda Afrizal menilai, pemilihan naskah-naskah asing ini turut mempengaruhi cara bertutur Teater Kami. Jika pada awalnya mereka konsisten mengeksplorasi tubuh, lama-kelamaan mereka kembali terjebak pada teater naratif. “Padahal kekuatan Teater Kami terletak pada detail dan bahasa tubuh,” kata penulis buku Tak Ada Anjing dalam Rahim Ibuku ini.
 
Pola latihan yang tertutup ia duga menjadi salah satu penyebabnya. Lelaki yang sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakara ini menilai pola latihan Harris yang tertutup seolah bekerja dalam kamarnya sementara teater merupakan kerja terbuka. “Masyarakat perlu mengetahui proses sebuah telur sebelum ia menetas menjadi ayam,” ujar Afrizal.
 
Lebih lanjut Afrizal memaparkan bahwa Teater Kami harus mengembangkan budaya diskusi maupun evaluasi dengan melibatkan orang lain di luar kelompoknya. “Ini merupakan langkah mencegah bangkrutnya kelompok teater akibat kehilangan medan kreatif,” ujar Afrizal.
 
Sementara itu, Halim menyayangkan bongkar pasang yang terjadi dalam tubuh Teater Kami. Meski hal itu lazim terjadi pada sebuah kelompok teater, tetapi ada baiknya sebuah kelompok memiliki keanggotaan yang mapan. “Masuknya orang baru membuat kelompok harus mengulang latihan dari awal,” kata Halim.
 
Regenerasi merupakan menjadi permasalahan tersendiri bagi dunia teater. Harris mengakui sulit sekali menemukan orang yang konsisten mengabdikan dirinya untuk kesenian terutama teater. “Bongkar pasang pemain merupakan salah satu cara, sebab saya tidak memiliki banyak anggota,” ujar Harris.
 
Rumusan bahwa teater sebagai seni dalam menjalani hidup atau teater sebagai panggilan jiwa, pada akhirnya memang terlampau sederhana untuk menggambarkan “kegilaan” sebagian orang untuk terjun bebas di dalamnya.
 
Semoga kerinduan Harris akan majunya dunia teater Tanah Air dapat tercapai, setidaknya seperti kunang-kunang yang menghapus kerinduan masyarakat urban dalam lakonnya.
 
***
http://sastra-indonesia.com/2008/12/dari-tubuh-menuju-teks/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar