Kamis, 15 Juli 2021

Kodrat : (Luka Tak Juga Mengering)

Rakhmat Giryadi
 
“Jancuk njaran!”1 Kodrat mengumpat habis-habisan. Perkakas dapur dibantingi. Kupon togel ia remas-remas dan dilemparkan ke wajah istrinya. Sumini diam saja. Ia sudah hapal dengan kelakuan suaminya yang seperti orang kesetanan, ketika nomor togelnya meleset. Paling-paling kalau sudah payah ia diam sendiri.
 
Sumini tidak pernah nggubris 2 kelakuan suaminya yang keranjingan togel itu. Mau bagaimana lagi. La wong kalau diingatkan tambah marah. Kalau masalah judi, Kodrat tak mau dikalahkan. Tidak pas hari togel ia dengan teman-teman becakan bisa saja main taruhan. Mulai dari ukik, kolas, balap merpati, thet-thetan, dadu, gaple, semua pernah dilakoni 3.
 
Kalau sudah waktunya tombok 4, dibelani 5 habis-habisan. Pernah suatu kali Kodrat tak punya uang. Ia ngutang ke Ruminah, lonthe 6 yang sering dikencani di stasiun Wonokromo 7. Wal hasil ya blong.
 
Kalau blong, perabotan rumah yang paling sering jadi korban. Ia menggadaikan ke Marpaung untuk membeli togel lebih banyak lagi. Padahal perabotan rumah itu juga hasil utang ke Cak Urip, tukang kredit keliling. Cicilannya didapat dari hasil mburuh 8 Sumini menjadi tukang cuci dan ngepel di rumah, Bu Tjokro. Tetapi, hasil jerih payah yang setiap bulan hanya 200 ribu itu, sering dicuri Kodrat untuk nglonthe dan mendem 9 di stasiun Wonokromo.
 
Barang kali nglothe itu, sekali waktu itu suatu hal lumrah bagi laki-laki. Tetapi Kodrat memang kebangeten. Ia malah kedanan dengan lonthe dari Trenggalek yang terdampar di stasiun Wonokromo itu.
 
Walaupun nasibnya hampir terpuruk di kolong jembatan Kodrat malah semakin menggila main togel, main perempuan, dan mendem-mendeman. Ia tak memperdulikan anaknya –Sukir- tidak bisa bayar sekolah. Katanya ; “Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau hanya jadi koruptor.” Lagaknya seperti politikus. “Jadi brandal saja, sekali waktu bisa ngrampok rumah pejabat yang korupsi. Sekolah tidak juga membuat kon 10 pinter!” Kali ini lagaknya seperti orang kalah perang.
 
Meski bulan puasa, ia tak pernah berhenti. Apalagi kalau tahu temannya dapat togel, hatinya tambak kemropok 11. Setiap hari waktunya habis untuk ngramesi 12 togel. Buku tulis anaknya pun ludes diterjang ramalan togel. “Kalau dapat, lumayan bisa buat lebaran,” katanya.
 
Belum lagi kalau ia mau ngalap berkah 13. Tambah lebih gila lagi. Bisa-bisa satu minggu tidak pulang. Bahkan ia sempat dikabarkan hilang. E, tidak tahunya ia pergi ke Gunung Kawi 14 cari wangsit 15. Nunggu kejatuhan daun Dewa Ndaru 16. Ya, lamun tangeh 17 kejatuhan. Dapatnya malah masuk angin. Pulang minta dikeroki. Kalau Sumini tidak mau, ia ngamuk. “Perempuan sundal. Pembawa sial!”
 
Namun kali ini Sumini memberinya pelajaran. Setelah terima duwit dari Bu Tjokro, ia pulang dengan Sukir ke Ngawi naik kereta api dari stasiun Wonokromo. Ia hanya ingin menitipkan Sukir ke Emaknya di Paron, Ngawi. Di Surabaya sekolah mahalnya bukan main. Kalau di desa meski terasa mahal, masih bisa ditawar. Lebih baik begitu daripada tidak sekolah sama sekali. Tapi sebenarnya selain biaya, Sumini takut anaknya akan menjadi berandalan seperti bapaknya.
 
“Mak, kata Bapak menjadi brandal lebih baik daripada menjadi pejabat tapi korupsi,” kata Sukir. Sumini tak menjawab. Suara anaknya yang masih berusia 10 tahun itu, termakan gemuruh kereta api.
Sumini menyadari, hidup di gang sempit, seperti lorong-lorong tikus itu, tak pelak membuat kehidupan begitu gaduh dan kacau. Tak jarang, kehidupan keluarga satu dengan yang lainnya saling berpengaruh begitu cepat.
 
Anak-anak muda yang putus sekolah memilih menjadi tukang palak di terminal Jayaboyo, atau belajar jadi tukang copet di pasar Wonokromo dan bis kota. Tak jarang mereka memilih menjadi bandar narkoba. Yang tak berani menanggung risiko, mereka memilih menjadi pemabuk, kerja serampangan –yang penting halal-, menjadi kuli angkut, juru parkir, tukang becak, atau menenggelamkan dirinya dalam permainan adu balap merpati. Tapi kalau terpepet, bisa jadi curanmor atau penjambret.
 
Hidup di gang sempit di pinggir kali, seperti hidup dalam satu kubangan dimana semua orang tak bisa menyimpan rahasia. Semua rahasia rumah tangga seperti bisa terjamah oleh siapapun. Telinga dan mata tetangga seperti menempel di dinding dan atap rumah. Tak ada rahasia!
 
Maka, ketika Kodrat minggat cari wangsit, semua orang tahu. Ketika Kodrat terkapar di depan gedong ludruk Irama Budaya 18 karena mabuk, semua orang tahu. Termasuk ketika Sumini minggat ke Paron. Semua orang tahu, kalau Sumini sudah tidak tahan dengan kelakuan Kodrat. Harta bendanya habis, kelakuan Kodrat malah seperti iblis.
 
Begitu juga ketika, Sumini ditaksir Cak Jono tukang bakso yang sering lewat di gangnya, semua orang juga tahu, meski Sumini menyimpannya sampai ke dasar sungai Jagir. Tidak hanya itu, bagaimana cerita Sumini sampai terdampar di Pulo Wonokromo dan kumpol kebo dengan Kodrat sampai melahirkan Sukir, semua orang tahu ceritanya dari A sampai Z.
 
Dulu Kodrat jadi penjaga di pasar Wonokromo. Sumini jualan semanggi 19. Tetapi setelah pasar Wonokromo berubah jadi DTC (Darmo Trade Centre), Kodrat nganggur. Ia tidak punya ijasah untuk melamar. Sumini juga akhirnya jualan di rumah kontrakannya di pinggir kali Jagir, karena tidak punya uang muka untuk sewa stan.
 
Semua tetangga juga tahu, ditinggal Sumini minggat ke Paron, Kodrat tambah tidak kapok. Ia malah semakin gila main judi. Perabotan rumah sudah hampir habis ia gadaikan. Belum lagi kalau sudah ganjen dengan pelacur di Wonokromo, ia nekat ikut Bengkuk nyopet di Joyoboyo 20, kalau dapat hasilnya dibagi dua.
 
“Sekarang saya punya nomer sip. 6934 dari dukun Pati. Pasti tembus!” kata Kodrat sembari melempar uang puluhan ribu ke Cak Sokran.
***
 
Sebulan di Paron sudah terasa lama. Apa lagi Bu Tjokro tentu sangat mengharap bantuan tenaganya, karena lebaran sudah begitu dekat. Ia harus segera kembali ke Surabaya. Tetapi terus terang, Sumini tidak tahu, mengapa harus kembali ke Surabaya? Kota besar itu seperti magnet. Ia juga tidak tahu mengapa harus nekat kembali ke Surabaya, kalau di tangannya hanya ada uang 30 ribu, hasil menjual kelapa belakang rumah? Pertanyaan itu tidak penting dijawab. Karena pada dasarnya Sumini telah jadi mesin. Hidup meski dijalani, tanpa pertanyaan.
 
Meski tanpa jawaban, Sumini sampai juga di depan rumahnya yang tak terkunci. Ia menghempaskan tubuhnya ke kursi reot. Tetapi melihat rumahnya yang pating slengkrah 21 ia tak kuasa memanjakan tubuhnya. Baju-baju suaminya yang gemelethakan 22 di kasur butut segera dimasukan ke ember. Sabun colek yang sudah mengering ia tuangi air. Lima menit kemudian, ia menuangkan ke ember. Baju dan celana suaminya yang bau kecut itu segera direndam. Tak sampai lima menit air berubah coklat.
 
Sembari menjerang jemuran, Sumini mendengar cerita Ning Gembrot. Ia cerita kalau Kodrat dapat uang banyak. Ia dapat togel. Sumini tidak menggubris. Tapi Ning Gembrot terus nerocos. “Dia dapat nomor empat angka dari Pati. Tadi malam kampung kita geger, karena Cak Kodrat akan dapat uang banyak! Tadi malam Cak Kodrat pesta miras –minuman keras- di depan gedong ludruk, sambil nanggap Warni sinden bencong dari Jombang. Hari Raya kamu pesta besar!”
 
Kata Gembrot, kalau satu kupon ia beli 5 ribu, kali 90 ribu 23, berarti Kodrat akan dapat duwit 4 juta 500 ribu -duwit yang tidak pernah dimiliki oleh Kodrat maupun Sumini. “Ya kalau Cak Kodrat hanya nombok 5 ribu, tetapi kalau 10 ribu, berarti Cak Kodrat menerima uang hampir 10 juta,” kata Ning Gembrot.
 
“Mimpi kali ye!” ledek Sumini.
***
 
Sampai sore, Kodrat belum pulang. Ia terlalu mabuk. Sumini tahu, suaminya pasti ketiduran di kursi stasiun. Atau tertidur di becak. Atau minggat dengan lonthe. Sumini tak memperdulikan. Kalau Kodrat benar-benar minggat ia malah senang. Harapan untuk menerima cintanya Cak Jono bisa terwujud. E, siapa tahu Cak Jono bisa memberinya harapan hidup yang lebih baik.
 
Tetapi terus terang, harapan itu selalu diurungkan ketika ia ingat Sukir. Kalau ia tidak ingat anak, ia sudah minggat dengan Cak Jono. Karena Sukirlah hatinya bertahan. Karena Sukirlah ia rela disiksa Kodrat, lahir-batin.
 
Sampai larut malam, ketika Sumini hendak merebahkan tubuhnya, Kodrat belum juga menampakan batang hidungnya. Sumini ingat ketika malam pertama ia kumpul kebo dengan Kodrat, tidak peduli badan remuk, Kodrat minta dilayani. Dan malam itu Sumini tak menghiraukan. Karena toh ia sudah tak pernah digumbuli24 Kodrat sejak Sukir beranjak dewasa.
 
“Apakah orang kere tidak bisa romantis, ya?”
 
Sumini tak bisa meneruskan lamunannya itu. Karena ia harus segera tidur. Besuk pagi harus segera menghadap Bu Tjokro. Satu bulan ia sudah absen. Kalau tidak, ia bisa kehilangan 200 ribu. Padahal hutangnya di Cak Urip masih menumpuk.
***
 
“Sum, mana celanaku?”
 
“Celana apa!”
 
“Biru dongker!”
 
“Itu belum kering, tak sampirkan di dapur.”
 
“Kamu cuci..?!”
 
Kodrat segera nyaut 25 celana yang masih kumal. Ia merogoh saku celana. Kertas togel itu kucal karena basah 26. Mata Kodrat membelalak.
 
“Jancuk! Kon pancen nggatheli 27. Matamu picek ta 28, kalau ini kupon togel saya yang tembus. Kalau seperti ini apa bisa untuk ambil uang. Asu kon, 29 Sum!”
 
Sumini tak bisa bergerak kemana-mana. Tubuhnya gemetar. Kodrat seperti Kumbokarno tiwikromo. Marah besar! Perabot dapur yang tersisa ia bantingi. Bahkan kali ini tangannya meraih sabit yang terselip di dinding triplek.
 
Saat itu Sumini bisa tergerak. Ia berlari sekuat tenaga. Kodrat memburunya dengan menghunus sabit. Tetangganya tak berani mencegah. Mereka hanya berteriak-teriak.
 
Teriakan Sumini tak kalah histeris. Ia menjerit memanggil Emaknya. Tetapi suaranya membentur tembok. Tubuhnya terpojok di gang buntu. Kodrat tak memberi ampun. Sabit diayunkan keras sekali, sekeras hatinya yang beku. Tetangganya berteriak histeris sembari menutup mata.
 
Sumini hanya satu kali berteriak : “Mak, Sum titip Sukir!” Setelah itu tak terdengar apa-apa. Darah menetes-netes.
***
 
Ketika Sumini siuman, di sampingnya ada Cak Sokran, Bu Tjokro, Cak Urip, dan juga beberapa tetangga.
 
“Saya di mana?”
 
“Di RSI (Rumah Sakit Islam), Sum,” kata Bu Tjokro.
 
“Dimana Cak Kodrat?”
 
Cak Sokran berbisik : “Bojomu matek disodok 30 pisau, Cak Jono. Sekarang dia dipenjara. Ini uang suamimu. Nggak papa meski nggak pakai kupon.”
 
“Ini titipan uang dari Cak Jono, Sum. Katanya, dia mau ngrabi 31 kon, kalau keluar dari penjara,” kata Bu Tjokro. Sumini menerima dengan hati gundah. Di lorong kumuh dan sempit itu ia masih menemukan harapan. Ia pejamkan matanya dalam-dalam. Sedalam lukanya yang belum mengering.
 
Sidoarjo 2007

http://sastra-indonesia.com/2009/01/kodrat-luka-tak-juga-mengering/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar