Kamis, 04 Juli 2013

Masih Halalkah Darah Salman Rusdhie?

Bayu Agustari Adha
Riau Pos, 9 Juni 2013

KURANG lebih seperempat abad yang lalu, pemimpin tertinggi spritual Iran Ayatollah Khomeini mengeluarkan fatwa mati terhadap Shalman Rusdhie. Sastrawan Inggris kelahiran India ini dikecam karena novel ‘’Satanic Verses’’-nya yang dianggap menghina umat Islam. Akibat fatwa ini, terjadi suatu gejolak berupa kericuhan.

Pihak Barat yang menyaksikan tidak bisa memahami kenapa umat Islam begitu marah oleh karena hanya suatu ekspresi Seni Sastra. Hal ini makin menyudutkan Islam karena media Baratpun hanya menyorot kekacauan yang ada. Tak ada berita tandingan seperti pertemuan Ulama 45 negara Muslim di Kairo yang tidak sepakat dengan fatwa mati ini kecuali Iran sendiri. Selain itu Orientalis, Edward Said, yang pembenci dominasi barat dan pembela Palestina juga tidak mendukung fatwa ini. Beliau mengatakan tidak semua yang mengutuk novel ini benar-benar membaca novel ini. Berarti jelas Said menekankan untuk pembacaan sastra yang komprehensif.

Akibat kehebohan fenomena ini terciptalah wacana yang mengambang dan penuh keragu-raguan. Shalman Rusdhie tak kunjung mati dan fatwa juga tak kunjung dicabut, malahan jumlah uang bagi yang bisa membunuh Shalman semakin meningkat. Itu terjadi apabila isu-isu lain yang mempunyai kemiripan dengan kasus Shalman mencuat ke permuakaan. Seperti karikatur Nabi Muhammad ataupun yang baru-baru ini terjadi, film amatir ‘’The Innocence of Moslem’’. Iklim politikpun di sini terlihat kental hanya antara Iran dan Inggris. Peristiwa diberikannya gelar kehormatan Knight kepada Shalman Rusdhie oleh Ratu Elizabeth II atas dedikasinya di bidang Sastra menyulut kemarahan Iran. Tak tanggung-tanggung hubungan diplomatikpun langsung diputus dan Dubes Inggris di Iran diusir. Menjadi semakin rumit untuk mengambil sikap sebagai khalayak akan apa yang seharusnya diperlakukan terhadap Shalman Rushdie.

Apabila kita memandang dari kacamata ekspresi seni, Karya sastra bukanlah suatu upaya pembenaran melainkan hanya suatu penawaran sudut pandang pada hal tertentu sehingga tak mungkin ada kebenaran absolut di dalamnya. Di sana terdapat representasi dan bukanlah refleksi. Apa yang ditawarkan Salman Rusdhie merupakan upaya membuat tesis terhadap masalah yang menyebabkan keterbelakangan Islam dewasa ini. Tesis itu adalah keterbelakangan dikarenakan adanya ayat-ayat yang diselewengkan oleh sang penyalin tulisan ke dalam kitab sehingga muncullah ayat-ayat yang dianggap menyesatkan. Namun substansi sebenarnya adalah masalah fanatisme atas nama agama yang menjadi pusat perhatian oleh Shalman Rusdhie. Karena apabila kita runut sampai sekarang, nyatalah terlihat bahwa Salman Rushdie adalah seorang demokrat liberalis pembenci fundamentalisme. Hal itu dapat terlihat dalam karya-karyanya yang selain bernuansa poskolonial, juga terdapat kebenciannya akan fanatisme dan otoriternya Negara Timur dan tentu juga penawaran idenya yang mendambakan demokrasi.

Tepat dua tahun setelah hebohnya ‘’Satanic Verses’’, pada tahun 1990 Shalman Rushdie kembali menerbitkan novel dengan judul ‘’Haroun and the Sea of Stories’’ (Terjemahan: ‘’Harun dan Samudra Dongeng’’). Sekilas memang tampak tidak sesangar ‘’Satanic Verses’’ karena hanya kisah seorang anak yang berpetualang ke dunia fantasi. Namun apabila dilihat mendalam, dalam novel ini Rushdie masih menyorot kenyataan miris dunia ketiga, impiannya akan demokrasi dan kebenciannya akan kediktatoran. Ketiga hal tadi direpresentasikan oleh tiga setting atau latar yang ada dalam novel ini yakni kota Alifbay, Ghuppee, dan Chupwala.

Kota Alifbay adalah tempat nyata latar dari cerita ini. Alifbay digambarkan sebagai kota yang menyedihkan. Penduduk miskin sangat banyak dan terdapat sedikit orang kaya hidup dengan sangat nikmatnya. Para politikus di kota inipun juga sangat korup sehingga tak dipercayai oleh rakyat. Harun, tokoh utama di sini adalah anak dari Rasyid, seorang tukang dongeng. Rasyid adalah pendongeng yang hebat yang ceritanya seperti terus mengalir tanpa sekat. Rakyat kecil banyak menyukai cerita-ceritanya. Untuk meraih simpati pada pemilu, politikus menyewa Rasyid untuk berdongeng agar rakyat memilih mereka.

Namun selain itu juga ada yang apatis mengenai pemahaman terhadap dongeng ini, itu terlihat dalam diri tetangga Harun yang mengatakan ‘’Apalah guna dongeng-dongeng itu, hidup ini serius, untuk apa menghabiskan waktu pada hal-hal yang tidak nyata’’. Para politikus sendiri sebenarnya juga tidak menyukai dongeng karena dongeng hanya dianggap sebagai suatu alat perayu rakyat.

Dari ringkasan cerita mengenai Alifbay sangat jelas sekali bahwa ini adalah potret negara dunia ketiga yang sangat tumpang tindih. Kesenjangan yang begitu nyata terjadi antara si kaya dan si miskin. Rakyat miskin tak punya hiburan selain dongeng oleh dari si raja dongeng. Para politikus yang belum matang dan masih bersifat feodal menggambarkan gagapnya kehidupan demokrasi di negara ketiga. Sikap yang apatis terhadap dongeng memperlihatkan situasi literasi di dunia timur yang tidak begitu membaca memahami makna dalam suatu rekam seni. Kondisi ini diperparah karena diperlihatkan oleh pihak atau kaum menengah. Sementara itu dari kalangan akar rumput terlihat menghargai ini walaupun kecendrungannya adalah sebagai hiburan. Akan tetapi sesungguhnya ini adalah suatu upaya pelarian psikologis dari masalah yang terus menghimpit kalangan bawah dalam kehidupan timpang tindih negara ketiga.

Kemudian kota Ghuppee adalah kota fantasi dari pertualangan Harun. Di kota inilah terdapat samudera dongeng, dimana ceritanya ayah Harun Rasyid mendapat pasokan cerita dari sini. Di tempat ini setiap waktu selalu terang sampai pada batas tertentu. Penghuni di kota ini dikenal sebagai penggosip dan pendebat. Di sini juga dikenal dengan kerajaan perpustakaan di mana nama-nama perangkat kerajaan ada halaman, jilid, dan yang tertinggi kitab jendral. Pada masa tersebut kota ini mengalami ancaman dari kota Chupwalla. Putri kerajaan yang gemar bernyanyi dengan suaru jelek diculik. Kemudian samudera dongeng juga dicemari oleh kerajaan Chupwalla sehingga ceritapun menjadi berubah-ubah karena adanya pencemaran tersebut.

Dari gambaran tersebut dapatlah kita lihat bahwa inilah impian seorang Salman Rushdie akan dunia demokrasi di mana setiap orang memiliki hak berbicara dan berpendapat. Nama-nama perangkat kerajaan jelaslah mengindikasikan kota yang berilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi intelektualitas. Gambaran kehidupan seperti inilah sesuatu yang ideal bagi Shalman Rusdhie. Penduduk yang dikenal penggosip ini sebenarnya hanya menunjukkan bahwa di sana tidak terdapat suatu tirani untuk merepresi keinginan seseorang berbicara. Secara tidak langsung memang Shalman Rusdhie menyindir apa yang telah terjadi padanya dimana haknya berkarya dianggap sebagai sesuatu tidak wajar oleh dunia timur. Kecintaan Guppee terhadap samudera dongeng adalah suatu wujud penjagaan literasi leluhur yang harus diperjuangkan. Sesuatu yang telah hilang dalam diri orang timur yang memiliki kekayaan literasi namun tak pernah merasa memiliki sehingga teracuni oleh ketamakan pihak berkuasa.

Kota ketiga di novel ini, Chupwalla, digambarkan sebagai raja kesunyian dan bayangan. Semua penghuni tak ada yang berbicara dan setiap waktupun adalah kegelapan sehingga yang terlihat hanyalah bayangan. Sang raja kota ini sangat membenci kota Guppee dan menjulukinya sebagai kota omong kosong yang selalu ribut. Usahapun dilakukan dengan mencemari samudera dongeng dengan cairan hitam dan menculik putri kerajaan kota Guppee. Terdapat seorang tokoh bernama Mudra si pendekar bayangan yang berpihak kepada Guppee dan membantu menyerang Chupwalla untuk mengembalikan sang Putri. Ketika berperang para pasukan terlihat berkelahi tak tentu arah karena nyatanya mereka berkelahi dengan bayangannya sendiri. Tentara Chupwalla yang terbiasa diam dan menyimpan rahasia membuat mereka tak kompak sehingga terjadi perpecahan antar mereka dan saling curiga membuat Guppee dengan mudah menang.

Potret ini sangat nyata sekali merepresentasikan negara atau pemerintahan otoriter dan diktator di mana tak ada suara dan kebebasan. Hal ini tentunya mengacu pada keadaan dunia ketiga ataupun Timur Tengah yang banyak dipimpin oleh diktator dan tak adanya demokrasi di sana. Bangsa yang dipimpin diktator rakyatnya hidup dalam kesadaran palsu. Kenyataan dan apa yang di dalam sanubari mereka berbeda. Hal ini dapat dilihat saat mereka seperti bertarung dengan diri sendiri yang jelas menyiratkan suatu konflik batin. Jika dilihat pada negara yang masih bertahan dengan diktator sekarang lebih dikarenakan kesejahteraan yang ada sebagai penghasil minyak. Seperti halnya Qatar, Arab Saudi, UEA, Bahrain. Namun jika kita lihat negara yang tak begitu memiliki kekayaan, keadaannya hancur berantakan, sebut saja Afganistan. Kemudian juga ada negara pasca diktator yang hancur dan bergejolak seperti Mesir, Libya, Suriah yang berada antara diktator dan mencoba demokrasi.

Dari gambaran tersebut bisa jadi karena memang sepertinya Shalman Rusdhie tak jauh berbeda dengan penulis lainnya yang menilai kebebasan sebagai hal yang hakiki. Selanjutnya fundamentalisme dan fanatisme yang diktator di dunia timur harus segera dihilangkan. Ide yang didukung oleh pihak Barat terhadap penulis dunia ketiga di samping kepentingan oleh pihak Barat itu sendiri. Khaled Hossaini dan Orhan Pamuk, contoh dari beberapa penulis yang konsen dalam ketidakadilan dan kehancuran yang ada di dunia Timur mendapat sambutan dan apresiasi oleh Barat. Sampai sekarang, fenomena fatwa mati ini masih mengambang dan Salman Rusdhiepun tak jelas statusnya. Hal ini tentu saja disebabkan oleh lemahnya fondasi fatwa itu sendiri dan faktor politis dalam menanggapi fatwa ini. Secara aplikasi memang fatwa hanya sekedar pendapat yang tidak terlibat langsung dalam eksekusi. Apalagi yang diberi fatwa oleh Petinggi Iran adalah warga negara luar dari negaranya.

Bayu Agustari Adha, Alumni Sastra Inggris UNP
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/06/masih-halalkah-darah-salman-rusdhie.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar