Bayu Agustari Adha
Riau Pos, 9 Juni 2013
KURANG lebih seperempat abad yang lalu, pemimpin tertinggi spritual Iran Ayatollah Khomeini mengeluarkan fatwa mati terhadap Shalman Rusdhie. Sastrawan Inggris kelahiran India ini dikecam karena novel ‘’Satanic Verses’’-nya yang dianggap menghina umat Islam. Akibat fatwa ini, terjadi suatu gejolak berupa kericuhan.
Pihak Barat yang menyaksikan tidak bisa memahami kenapa umat Islam begitu marah oleh karena hanya suatu ekspresi Seni Sastra. Hal ini makin menyudutkan Islam karena media Baratpun hanya menyorot kekacauan yang ada. Tak ada berita tandingan seperti pertemuan Ulama 45 negara Muslim di Kairo yang tidak sepakat dengan fatwa mati ini kecuali Iran sendiri. Selain itu Orientalis, Edward Said, yang pembenci dominasi barat dan pembela Palestina juga tidak mendukung fatwa ini. Beliau mengatakan tidak semua yang mengutuk novel ini benar-benar membaca novel ini. Berarti jelas Said menekankan untuk pembacaan sastra yang komprehensif.
Akibat kehebohan fenomena ini terciptalah wacana yang mengambang dan penuh keragu-raguan. Shalman Rusdhie tak kunjung mati dan fatwa juga tak kunjung dicabut, malahan jumlah uang bagi yang bisa membunuh Shalman semakin meningkat. Itu terjadi apabila isu-isu lain yang mempunyai kemiripan dengan kasus Shalman mencuat ke permuakaan. Seperti karikatur Nabi Muhammad ataupun yang baru-baru ini terjadi, film amatir ‘’The Innocence of Moslem’’. Iklim politikpun di sini terlihat kental hanya antara Iran dan Inggris. Peristiwa diberikannya gelar kehormatan Knight kepada Shalman Rusdhie oleh Ratu Elizabeth II atas dedikasinya di bidang Sastra menyulut kemarahan Iran. Tak tanggung-tanggung hubungan diplomatikpun langsung diputus dan Dubes Inggris di Iran diusir. Menjadi semakin rumit untuk mengambil sikap sebagai khalayak akan apa yang seharusnya diperlakukan terhadap Shalman Rushdie.
Apabila kita memandang dari kacamata ekspresi seni, Karya sastra bukanlah suatu upaya pembenaran melainkan hanya suatu penawaran sudut pandang pada hal tertentu sehingga tak mungkin ada kebenaran absolut di dalamnya. Di sana terdapat representasi dan bukanlah refleksi. Apa yang ditawarkan Salman Rusdhie merupakan upaya membuat tesis terhadap masalah yang menyebabkan keterbelakangan Islam dewasa ini. Tesis itu adalah keterbelakangan dikarenakan adanya ayat-ayat yang diselewengkan oleh sang penyalin tulisan ke dalam kitab sehingga muncullah ayat-ayat yang dianggap menyesatkan. Namun substansi sebenarnya adalah masalah fanatisme atas nama agama yang menjadi pusat perhatian oleh Shalman Rusdhie. Karena apabila kita runut sampai sekarang, nyatalah terlihat bahwa Salman Rushdie adalah seorang demokrat liberalis pembenci fundamentalisme. Hal itu dapat terlihat dalam karya-karyanya yang selain bernuansa poskolonial, juga terdapat kebenciannya akan fanatisme dan otoriternya Negara Timur dan tentu juga penawaran idenya yang mendambakan demokrasi.
Tepat dua tahun setelah hebohnya ‘’Satanic Verses’’, pada tahun 1990 Shalman Rushdie kembali menerbitkan novel dengan judul ‘’Haroun and the Sea of Stories’’ (Terjemahan: ‘’Harun dan Samudra Dongeng’’). Sekilas memang tampak tidak sesangar ‘’Satanic Verses’’ karena hanya kisah seorang anak yang berpetualang ke dunia fantasi. Namun apabila dilihat mendalam, dalam novel ini Rushdie masih menyorot kenyataan miris dunia ketiga, impiannya akan demokrasi dan kebenciannya akan kediktatoran. Ketiga hal tadi direpresentasikan oleh tiga setting atau latar yang ada dalam novel ini yakni kota Alifbay, Ghuppee, dan Chupwala.
Kota Alifbay adalah tempat nyata latar dari cerita ini. Alifbay digambarkan sebagai kota yang menyedihkan. Penduduk miskin sangat banyak dan terdapat sedikit orang kaya hidup dengan sangat nikmatnya. Para politikus di kota inipun juga sangat korup sehingga tak dipercayai oleh rakyat. Harun, tokoh utama di sini adalah anak dari Rasyid, seorang tukang dongeng. Rasyid adalah pendongeng yang hebat yang ceritanya seperti terus mengalir tanpa sekat. Rakyat kecil banyak menyukai cerita-ceritanya. Untuk meraih simpati pada pemilu, politikus menyewa Rasyid untuk berdongeng agar rakyat memilih mereka.
Namun selain itu juga ada yang apatis mengenai pemahaman terhadap dongeng ini, itu terlihat dalam diri tetangga Harun yang mengatakan ‘’Apalah guna dongeng-dongeng itu, hidup ini serius, untuk apa menghabiskan waktu pada hal-hal yang tidak nyata’’. Para politikus sendiri sebenarnya juga tidak menyukai dongeng karena dongeng hanya dianggap sebagai suatu alat perayu rakyat.
Dari ringkasan cerita mengenai Alifbay sangat jelas sekali bahwa ini adalah potret negara dunia ketiga yang sangat tumpang tindih. Kesenjangan yang begitu nyata terjadi antara si kaya dan si miskin. Rakyat miskin tak punya hiburan selain dongeng oleh dari si raja dongeng. Para politikus yang belum matang dan masih bersifat feodal menggambarkan gagapnya kehidupan demokrasi di negara ketiga. Sikap yang apatis terhadap dongeng memperlihatkan situasi literasi di dunia timur yang tidak begitu membaca memahami makna dalam suatu rekam seni. Kondisi ini diperparah karena diperlihatkan oleh pihak atau kaum menengah. Sementara itu dari kalangan akar rumput terlihat menghargai ini walaupun kecendrungannya adalah sebagai hiburan. Akan tetapi sesungguhnya ini adalah suatu upaya pelarian psikologis dari masalah yang terus menghimpit kalangan bawah dalam kehidupan timpang tindih negara ketiga.
Kemudian kota Ghuppee adalah kota fantasi dari pertualangan Harun. Di kota inilah terdapat samudera dongeng, dimana ceritanya ayah Harun Rasyid mendapat pasokan cerita dari sini. Di tempat ini setiap waktu selalu terang sampai pada batas tertentu. Penghuni di kota ini dikenal sebagai penggosip dan pendebat. Di sini juga dikenal dengan kerajaan perpustakaan di mana nama-nama perangkat kerajaan ada halaman, jilid, dan yang tertinggi kitab jendral. Pada masa tersebut kota ini mengalami ancaman dari kota Chupwalla. Putri kerajaan yang gemar bernyanyi dengan suaru jelek diculik. Kemudian samudera dongeng juga dicemari oleh kerajaan Chupwalla sehingga ceritapun menjadi berubah-ubah karena adanya pencemaran tersebut.
Dari gambaran tersebut dapatlah kita lihat bahwa inilah impian seorang Salman Rushdie akan dunia demokrasi di mana setiap orang memiliki hak berbicara dan berpendapat. Nama-nama perangkat kerajaan jelaslah mengindikasikan kota yang berilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi intelektualitas. Gambaran kehidupan seperti inilah sesuatu yang ideal bagi Shalman Rusdhie. Penduduk yang dikenal penggosip ini sebenarnya hanya menunjukkan bahwa di sana tidak terdapat suatu tirani untuk merepresi keinginan seseorang berbicara. Secara tidak langsung memang Shalman Rusdhie menyindir apa yang telah terjadi padanya dimana haknya berkarya dianggap sebagai sesuatu tidak wajar oleh dunia timur. Kecintaan Guppee terhadap samudera dongeng adalah suatu wujud penjagaan literasi leluhur yang harus diperjuangkan. Sesuatu yang telah hilang dalam diri orang timur yang memiliki kekayaan literasi namun tak pernah merasa memiliki sehingga teracuni oleh ketamakan pihak berkuasa.
Kota ketiga di novel ini, Chupwalla, digambarkan sebagai raja kesunyian dan bayangan. Semua penghuni tak ada yang berbicara dan setiap waktupun adalah kegelapan sehingga yang terlihat hanyalah bayangan. Sang raja kota ini sangat membenci kota Guppee dan menjulukinya sebagai kota omong kosong yang selalu ribut. Usahapun dilakukan dengan mencemari samudera dongeng dengan cairan hitam dan menculik putri kerajaan kota Guppee. Terdapat seorang tokoh bernama Mudra si pendekar bayangan yang berpihak kepada Guppee dan membantu menyerang Chupwalla untuk mengembalikan sang Putri. Ketika berperang para pasukan terlihat berkelahi tak tentu arah karena nyatanya mereka berkelahi dengan bayangannya sendiri. Tentara Chupwalla yang terbiasa diam dan menyimpan rahasia membuat mereka tak kompak sehingga terjadi perpecahan antar mereka dan saling curiga membuat Guppee dengan mudah menang.
Potret ini sangat nyata sekali merepresentasikan negara atau pemerintahan otoriter dan diktator di mana tak ada suara dan kebebasan. Hal ini tentunya mengacu pada keadaan dunia ketiga ataupun Timur Tengah yang banyak dipimpin oleh diktator dan tak adanya demokrasi di sana. Bangsa yang dipimpin diktator rakyatnya hidup dalam kesadaran palsu. Kenyataan dan apa yang di dalam sanubari mereka berbeda. Hal ini dapat dilihat saat mereka seperti bertarung dengan diri sendiri yang jelas menyiratkan suatu konflik batin. Jika dilihat pada negara yang masih bertahan dengan diktator sekarang lebih dikarenakan kesejahteraan yang ada sebagai penghasil minyak. Seperti halnya Qatar, Arab Saudi, UEA, Bahrain. Namun jika kita lihat negara yang tak begitu memiliki kekayaan, keadaannya hancur berantakan, sebut saja Afganistan. Kemudian juga ada negara pasca diktator yang hancur dan bergejolak seperti Mesir, Libya, Suriah yang berada antara diktator dan mencoba demokrasi.
Dari gambaran tersebut bisa jadi karena memang sepertinya Shalman Rusdhie tak jauh berbeda dengan penulis lainnya yang menilai kebebasan sebagai hal yang hakiki. Selanjutnya fundamentalisme dan fanatisme yang diktator di dunia timur harus segera dihilangkan. Ide yang didukung oleh pihak Barat terhadap penulis dunia ketiga di samping kepentingan oleh pihak Barat itu sendiri. Khaled Hossaini dan Orhan Pamuk, contoh dari beberapa penulis yang konsen dalam ketidakadilan dan kehancuran yang ada di dunia Timur mendapat sambutan dan apresiasi oleh Barat. Sampai sekarang, fenomena fatwa mati ini masih mengambang dan Salman Rusdhiepun tak jelas statusnya. Hal ini tentu saja disebabkan oleh lemahnya fondasi fatwa itu sendiri dan faktor politis dalam menanggapi fatwa ini. Secara aplikasi memang fatwa hanya sekedar pendapat yang tidak terlibat langsung dalam eksekusi. Apalagi yang diberi fatwa oleh Petinggi Iran adalah warga negara luar dari negaranya.
Bayu Agustari Adha, Alumni Sastra Inggris UNP
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/06/masih-halalkah-darah-salman-rusdhie.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar