Minggu, 30 September 2012

Semsar Siahaan

Asarpin *
Sastra-indonesia.com

Barangkali hanya Semsar Siahaan (1952-2005) perupa yang dengan setia melukis realitas kehidupan yang carut-marut masa kini. Sebagai pelukis dan pematung ia sering menampilkan lukisan-lukisan yang dramatik tentang wajah-wajah kaum miskin dan buruh di belahan Dunia Ketiga. Meski berkali-kali ia melukis dalam keadaan bahaya, namun satu persatu lukisannya hadir menyapa kita. Puluhan karya lukisnya pernah dipamerkan di Galeri Nasional Agustus 2004 dengan respon publik yang cukup menggembirakan.

Semsar adalah seniman yang dengan teguh meyakini karyanya sebagai seni yang terlibat. Karyanya, The Shade of Northern Lights (Galeri Nasional, 2004) merupakan buku kumpulan lukisan terbarunya sebelum kemudian ia pergi untuk selama-lamanya. Dari judul-judul lukisannya dengan sangat tegas ia menolak semboyan seni untuk seni dan mengagumi seni kontekstual. Lukisan “G-8”–dengan rangkaian ”lingkaran segi enam” yang memperlihatkan bentuk pizza raksasa– menampilkan wajah seni yang prontal. Dengan potongan gambar-gambar simbolik, tentang teknologi, globalisme dan kapitalisme, Semsar hendak menegaskan pentingnya seni sebagai alat perjuangan.

Dalam dunia kesenian–juga dunia aktivis sosial–Semsar telah menjadi ikon penting tidak hanya di negeri ini. Mungkin dialah seniman yang berada pada garis terdepan perjuangan melawan globalisme, kapitalisme, imperialisme atau juga pelanggaran hak asasi manusia lewat karya seni. Dalam lukisan berjudul “Genoa Tragedy 1”, ”Genoa Tragedy 2” dan ”Genoa Tragedy 3” (2001), ia menampilkan sosok manusia dalam lukisan serigrafi dengan tampilan otot-otot binatang yang ditusuk-tusuk atau disangkut-pautkan dengan gancu dan tongkat besi pengait. Di sini ia hendak menghadirkan sosok manusia yang terkurung dalam lingkaran globalisme lewat gambaran realitas masyarakat Dunia Ketiga.

Dalam karya ”In Memoriam Santa Cruzs” (2001) ia menghadirkan peristiwa naas di kota Santa Cruzs yang selama ini hanya hadir lewat berita-berita yang dilansir media. Dalam karya “The Man Who Knows All” (2002) ia melukis tubuh George Bush yang sedang memakai gaun yang ”terlampau besar untuk dirinya”. Bush terlihat sedang bersandar pada pemasang perangkap lalat ”pertanda kematian”, dengan senjata yang dia pegang–sementara sepatu ”kesayangannya” menginjak surat perjanjian antinuklir.

Dalam lukisan hitam-putih berjudul The Death of on Ancestor (ukuran 56×76 cm), Semsar menampilkan sebuah drama kematian yang penuh simbolik dan kontras antara harapan yang bebas dengan realitas yang terpasung. Orang bebas memiliki harapan. Namun, bagaimana manusia bisa bebas bila selalu–bahkan saat tidur–dirongrong kematian? Konon, kematian akan membawa kebebasan yang utuh. Namun, siapa yang dengan suka hati menyongsong kematian? Hanya segelintir orang yang mau menyambut kematian dengan tenang tanpa harap dan cemas.

Semsar termasuk segelintir orang yang siap menerima kematian dengan penuh takzim. Bahkan ia juga dengan berani menatap kematian dengan jarak dekat. Dengan penuh ketakziman ia merekam baris-baris kematian lewat lukisan warna-warni—juga hitam-putih—yang menambah suasana kian mencekam. Semsar dengan giat mendokumentasikan tubuh-tubuh yang membiru, bergelimpangan, berpeluh-berkesah di atas kanvas putih yang berubah menjadi wana kemerah-merahan. Tapi goresan warna kematian itu tetap terasa hidup secara biologis.

Dalam lukisan ” Measing Beauty” (2002), dan “Tragedi Geno” ia menampilkan gambaran tubuh seorang aktivis anti globalisasi di Italia, Julian, saat dieksekusi mati oleh tentara Italia beberapa tahun lalu. Semsar tak pernah “terganggu” dengan tuduhan sebagai seniman realis yang pandai memindahkan realitas nyata ke dalam karya seninya.

Lukisan Semsar pada umumnya hampir sama. Ia tak hanya melukis wajah-wajah manusia yang merintih-meradang-menerjang, sebagaimana lukisan realisme umumnya, tapi ia juga melukis benda-benda simbolik yang memintanya untuk bicara sendiri. Empat belas karya hitam putihnya dalam buku The Shade of Northern Lights sama sekali tak memperlihatkan wajah-wajah manusia yang terkulai lemah seperti lukisan warnanya. Karya itu nampak sangat kuat memainkan imaji dan metafor lewat benda-benda dan tiulang-tulang binatang yang menggeliat-memberontak.

Semsar memang menghadirkan realisme berkabung dan kepedihan yang berlarut-larut yang menimpa negeri pascakolonial. Permainan metafor dan simbol-simbol dalam lukisan hitam-putihnya menjelma sebuah dialektika kehidupan nyata dan alam imajinal. Semsar juga menghadirkan permainan terang-gelap, dekat-jauh: sesuatu yang konvensional tapi sungguh menggetarkan. Permainan seni abstaraksi juga tak jarang menjelma sebuah proses yang mengalir lancar dalam suatu fusion yang saling membentuk gugusan makna. Benda-benda dalam lukisan hitam-putih itu mempertontonkan wajah-wajah serius dan murung dalam bentuk yang terang benderang.

Mengapa Semsar memilih lukisan dan bukannya puisi? Bukankah puisi juga tak kalah kuatnya menghadirkan suasana kabung lewat kata-kata seorang penyair? Bagi Semsar, kelebihan lukisan realisme terletak pada kehendaknya untuk memberi arti atau makna. Sementara puisi—walau tidak semua—sering gamang menghadapi realitas carut-marut dan hanya melahirkan kata-kata verbal dan tak mampu menyusuguhkan empati dan daya magis. Kata-kata sebagai sarana ekspresi bagi Semsar sudah jauh ditinggalkan, tapi anehnya, di tangan para penyair di Indonesia masih dianggap mantra.

Semsar bahkan pernah dengan jujur mengaku, “Semangat berkarya seniku masih selalu menjauh dan mengambil jarak dari ke-Indah-an yang manja, serta eksotisme tradisional yang meminta belas kasihan” (It is the spirit of my art, which stillstory away, even goes away, from the spoilt beuty, the traditional exotism that begs for mercy).

Karya seni rupa Semsar berada dalam penggambaran citra-citra yang penuh rasa iba. Tapi karya seninya bukan sebuah kenenesan apalagi kecengengan. Ia memang berduka tapi tidak bersenandung liris yang di bawa oleh arus mimpi-mimpi yang membuai-menghanyutkan. “Rakyat” dalam lukisan Semsar tetap memberi citra dan bentuk yang serius. Ini pertanda dari sebuah wujud dari sebuah tekad yang kembali tumbuh dengan sehat hingga ia mampu bertahan menghadapi berbagai tantangan alam dan keserakahan manusia.

Realisme Semsar Sihaan tetap mengandung kesan simbolik. Ia tak sekedar menghadirkan tematik penciptaan realisme sosial dan kemanusiaan, tapi juga subjektivitas dirinya yang berdialog dengan alam, seperti dalam lukisan The Springs Full Moon 1 (2004) dan The Springs Full Moon 2 (2004). Karya-karyanya memang menampilkan garis-garis–bahkan objek yang dibuat itu—mengutip Sihar Ramses Simatupang—kerap menjelma semacam ”abstrak berfigur”: sebuah lukisan yang tak verbal dalam perwujudan objeknya namun tetap memperlihatkan tema sosial atau sebaliknya, tema sosial yang memperlihatkan nuansa verbal.

Sketsa lukisan Semsar tampak begitu lugas menampilkan kenyataan sehari-hari yang timpang. Meski begitu, Semsar tetap menampilkan warna tersendiri dalam dunia seni rupa. Warna-warna muram yang berbentuk garis-garis hitam-putih tak sekedar menampilkan warna hitam. Karya lukis Third Millenium Totem 1, Third Millenium Totem 2 (Mother and Child) dan Third Millenium Totem 3 atau The Poet who Dissapeared (2000), menunjukkan kecenderungan ke arah itu.

Di sinilah letak kekuatan—mungkin juga kelemahan—Semsar. Seni rupa yang bergumul dalam realitas “buruk rupa” memang tak mampu mengelak dari semangat belas-kasihan. Tapi keindahan seni kontekstualnya mampu melahirkan “estetika yang dipenuhi tata krama berkarat dan basi yang tak akan pernah menjadi tantangan bagi dunia penghayatan dan nalar”.
__________
*) ASARPIN, lahir di dekat hilir Teluk Semangka, propinsi Lampung, 08 Januari 1975. Pernah kuliah di jurusan Perbandingan Agama IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Setelah kuliah, bergabung dengan Urban Poor Consortium (UPC), 2002-2005. Koordinator Uplink Lampung, 2005-2007. Pada 2009 mengikuti program penulisan Mastera untuk genre Esai di Wisma Arga Mulya, 3-8 Agustus 2009. Tahun 2005 pulang lagi ke Lampung, dengan membuka cabang Urban Poor Linkage (UPLINK). Di UPLINK pernah menjabat koordinator (2005-2007). Menulis esai sudah menjadi bagian perjalanan hidup, yang bukan untuk mengelak dari kebosanan, tapi ingin memuaskan dahaga pengetahuan. Sejak 2005 hampir setiap bulan esai sastra dan keagamaan terbit di Lampung Post. Kini telah beristri Nurmilati dan satu anak Kaila Estetika. Alamat blognya: http://kailaestetika.blogspot.com/
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2011/10/semsar-siahaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar