Jumat, 05 Oktober 2018

MEMBACA PROSES KESADARAN MANUSIA

Catatan Kesan atas Kumpulan Cerpen “Bocah Luar Pagar” 
A. Syauqi Sumbawi
Lahirnya sebuah karya sastra, pada umumnya, merepresentasikan proses berkesadaran. Dimulai dengan pembacaan atas hidup dan kehidupan, manusia membuat jarak. Bukan terpisah, tetapi menjadikannya sebagai “medan makna” untuk kemudian hadir dengan kesadaran atas eksistensinya, yang termanifestasikan dalam karya. Karena itu, sebuah karya sastra tidak hanya bermakna, tetapi juga menciptakan ruang bagi tumbuhnya kesadaran pada diri manusia.

Proses di atas merupakan catatan kesan terhadap 17 karya cerpen dalam buku antologi ini. Dari keseluruhannya, tampak “potensi kesadaran” berkelindan dalam ragam gagasan dan kreativitas para penulisnya, terutama berkaitan dengan permasalahan eksistensi diri, absurditas, maupun idealitas vis a vis realitas.

Kesadaran atas Eksistensi Diri

Persoalan eksistensi diungkapkan Arul Chandrana melalui cerpen ”Bocah Luar Pagar”— yang juga menjadi judul buku antologi—, dengan menghadirkan tokoh Amar dalam upaya mewujudkan keberadaan dirinya, yakni sebagai pelajar. Diawali dengan pengungkapan ketidakberdayaan, Arul menempatkan tokoh dalam posisi bertahan. Tidak lari, melainkan berdiri di luar pagar untuk melihat keberadaan diri yang tergambar dalam kehidupan di dalamnya. Ketika mengakrabi kondisi yang “menyiksa” sekaligus merawat harapan inilah, pemahaman atas konsep diri—kepenulisan dan dunia literasi— menjadi dorongan kuat untuk menerobos pagar. Tidak hanya meraih gambaran atas keberadaan diri, tetapi juga mengeskpresikannya, dimana pada gilirannya melahirkan kesadaran baru, yakni keberadaan sebagai penulis. Dari sini, tampak bahwa kesadaran atas eksistensi diri tidak bersifat tunggal, tetapi beragam mengikuti perkembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh manusia.

Pada cerpen “Tekad Penulis Muda” karya Agus Buchori, eksistensi diri tidak dipandang sebagai hal yang tiba-tiba, tetapi mensyaratkan adanya proses. Dalam kaitan ini, sebuah target pencapaian dianggap penting sebagai “penanda” yang menghadirkan kesadaran. Selain itu, cerpen ini juga menampilkan entitas lain yang saling mempengaruhi dengan eksistensi diri. Hal inilah yang tersirat dalam tuntutan Gayatri kepada tokoh aku. Tidak hanya sebagai calon suami, tokoh aku juga harus “menjadi sesuatu”, yakni penulis yang keberadaannya ditandai oleh karya—yang dimuat—. Secara umum, cerpen ini memproyeksikan kehidupan para penulis—sastrawan—, dimana karya merupakan penanda atas kehadirannya.

Hubungan dengan keberadaan di luar eksistensi diri, diungkapkan oleh Imamuddin SA. Melalui cerpen “Kiyai Sumeh”, kesalihan dan dimensi supranatural ditampilkan sebagai kondisi yang melahirkan kharisma dan sugesti, dimana pada gilirannya menggerakkan perubahan nilai terkait keberadaan manusia—individu—dalam kehidupan masyarakat. Penambahan sebutan Kiyai kepada tokoh Sumeh merupakan pengakuan terhadap proses kemanusiaan, yang terus berlanjut dengan lahirnya perilaku konkrit masyarakat, yaitu menitipkan anak-anaknya kepada sang Kiyai. Dalam posisinya sebagai reaksi, pengakuan tersebut melahirkan reaksi lain, yakni kehadiran tokoh aku yang berusaha melenyapkan Kiyai Sumeh. Meskipun sebuah “alibi” diciptakan melalui keberadaan dua pemuda suruhan, tetapi keberadaan sebagai pembunuh, menjadi hal yang tidak bisa disembunyikan. Keberadaan ini juga diidentifikasi oleh tujuh orang anak, yang menuntut tokoh aku untuk menghadirkan kembali Kiyai Sumeh dalam kehidupan mereka. Kiyai Sumeh yang menjadi “penanda” atas keberadaan mereka sebagai santri.

Pemahaman atas keberadaan sebagai santri, juga diungkapkan oleh Luluk Dianah dalam cerpen “Gus Fahmi Cairkan Kebekuan Mawar Melatiku”. Dengan latar belakang hubungan antara santri dan Kyai—juga keluarganya—, lahir kesadaran baru pada tokoh aku. Tidak hanya sebagai santri, tokoh aku juga seorang perempuan yang mencintai putra Kyai-nya. Sayangnya, keberadaan sebagai santri menjadi “pagar” bagi perasaan dan harapannya sebagai perempuan. Secara umum, kesan cerpen ini mengarah pada proses “berkah” yang umumnya dibuka dengan kesadaran atas eksistensi diri dan perjuangan nilai-nilai.

Sementara dalam cerpen “Islah Pengabdian”, Jadid El Farisy menampilkan kenangan sebagai entitas yang mempengaruhi keberadaan diri dalam hubungan dengan yang lainnya. Dimulai dari kematian ayah, tokoh aku kemudian hidup di pesantren. Tidak seperti santri yang lain, tokoh aku tinggal di ndalem kyai, mengingat persahabatan antara ayah dan kyai. Di sinilah, hubungan santri dan kyai “tidak mandiri”, tetapi dibalut oleh kenangan seorang ayah. Kemudian setelah Bu Nyai meninggal dunia—pasca 1000 hari—, seluruh hubungan memperlihatkan proses rekonsiliasi, yakni ketika kyai berniat melamar ibu dari tokoh aku. Terkait hal tersebut, sebuah kesan memperlihatkan bahwa segala perbuatan yang didasari oleh niat dan tujuan yang baik, tidak akan merusak hubungan di antara manusia. Bahkan mempererat keberadaannya.

Kenangan sebagai ruang kesadaran manusia, menjadi kesan penting dari cerpen “Mozaik Rindu” karya Pradhini HK. Barangkali, karena berada di wilayah bawah sadar manusia, serta kehadirannya yang mensyaratkan entitas lain, maka wajar jika keberadaannya dianggap utopis. Dalam cerpen ini, foto keluarga merupakan entitas tersebut, yang tidak hanya menghadirkan kenangan pada tokoh aku, tetapi juga menghadirkan kesadaran tentang keberadaan dirinya, yakni seorang anak yang lama tidak bertemu dengan orang tuanya, disebabkan kesibukan sebagai dosen. Demi mendamaikan rasa rindu, maka tokoh aku pun mengubah rencana. Pulang, untuk bertemu dengan keberadaan yang memberi makna keberadaan dirinya sebagai seorang anak.

Kenangan pada cerpen “Berkunjung” karya Fitri Areta, dimunculkan dalam kaitannya dengan kepentingan manusia. Selain itu, berkunjung juga menghadirkan kesadaran terkait keberadaan tokoh aku sebagai sahabat. Dalam posisi dilematis antara persahabatan dan kepentingan, maka wajar jika kegamangan menjadi ekspresi umum dari tokoh aku saat bertemu dengan Rani, sahabat masa kecilnya. Kegamangan yang juga ditangkap oleh Rani. Hal yang menarik dari cerpen ini, adalah posisi dilematis yang dijelaskan di bagian akhir cerpen, yakni ketika map merah dihadirkan. Map merah berisi berkas dokumen yang disiapkan untuk menjadi tanda terima penjualan sawah peninggalan orang tua sahabatnya, yang tampaknya dimaksudkan oleh Fitri sebagai suspens. Dan sebagai pilihan solusinya, kesadaran atas persahabatan yang dijalin secara emosional dan senantiasa tersimpan dalam kenangan, tidak bisa dibandingkan dengan hubungan apapun yang didasarkan pada kepentingan.

Berbeda dengan kenangan yang sudah “jadi” di atas, Haris del Hakim menampilkan peristiwa-peristiwa “potensial” untuk tidak mudah dilupakan dalam kehidupan tokoh saya. Barangkali, hal ini bisa menjadi alasan terkait pemilihan judul “Sang Guru” dalam cerpennya kali ini. Karena itu, wajar jika beberapa peristiwa yang dihadirkan mengarah pada hubungan yang sifatnya personal dan emosional. Hal ini bisa dibaca pada kesan pertemuan pertama dan juga reaksi tokoh saya ketika Sang Guru meninggal dunia. Begitu juga peristiwa di sekitar munculnya dialog-dialog di antara keduanya. Kesan yang tampak dalam cerpen ini, yakni peristiwa di atas tidak hanya tertancap kuat dalam memori, tetapi potensial dalam membentuk diri manusia.

Kesadaran dan Absurditas Manusia

Persoalan terkait absurditas hidup manusia diungkapkan oleh A. Rodhi Murtadho dalam cerpen “Abadi”. Keinginan untuk hidup selama mungkin dengan cara melakukan penindasan dan sebagainya, menyiratkan kehampaan makna atas keberadaan manusia. Hal inilah yang terjadi pada tokoh aku, yang semakin terjerumus dalam absurditas ketika segala peristiwa berjalan menguatkan asumsinya. Karena berpijak pada materialisme, maka tidak heran jika hal tersebut akan sampai pada kondisi kering spiritual, kendati tidak diakui, sebagaimana perbuatan tokoh aku yang lebih merupakan pelarian. Semakin jauh dalam keterasingan, tokoh aku kemudian mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan terkait hidupnya pada sosok Pak Kirman yang mewakili kesadaran spiritualitas. Satu kesan penting yang dapat diungkapkan, bahwa hidup bukan menunda kematian, tapi perjalanan kembali dengan kesadaran atas hidup dan kehidupan. 

Kekalahan hidup menjadi kesan penting dalam cerpen berjudul “Bang Mandor” karya Ahmad Zaini, yang diarahkan untuk menghidupkan kesadaran baru dalam setiap perubahan. Di sini, menjadi tua, tampaknya menjadi satu-satunya absurditas yang dihadapi oleh manusia yang cenderung mengandalkan kekuatan fisik. Begitu juga yang terjadi pada tokoh Darmo, yang tidak menyangka bahwa posisi sebagai mandor perusahaan, dirampas dari tangannya. Tentu saja, Darmo tidak percaya dan menggugat. Karena tidak ada kesadaran lain terkait keberadaan dirinya, selain menjadi mandor. Bahkan hingga akhir hidupnya. Kondisi ini yang kemudian mengantarkan Darmo pada keterasingan hidup. Kalaupun ada kesadaran, maka hal itu adalah ketidakberdayaan yang semakin kentara bersama tubuh yang semakin renta.

Keterasingan menjadi kesan yang kuat dalam cerpen “Mukjizat dalam Cerita yang Meragukan” karya Atho’illah. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya cerita seorang tamu yang datang ke rumah Romo Yai di malam hari yang hujan. Keterasingan hidup yang disebabkan kondisi yang tidak sejalan antara harapan dan kenyataan pada diri Kamidi. Tidak seperti empat orang kyai pengasuh pesantren, Kamidi tidak menemukan makna keberadaan dirinya, selain adanya itu sendiri. Begitu juga cerita membanggakan yang diulang-ulangnya, yang tidak lebih sebagai tempat pelarian bagi kehidupannya yang tidak berarti. Kondisi ini juga yang tampaknya dialami oleh mereka yang melestarikannya secara turun temurun. Lantas, apa kondisi yang mewakili keberadaan orang-orang yang mengetahui kebenaran, namun tetap melestarikan versi bualannya?!

Kondisi absurd ditampilkan Yuana Fatwallah dalam cerpen berjudul “Gelap”, yang menceritakan nonton bareng pertandingan sepakbola di halaman rumah Pak Lurah. Akan tetapi, berbeda dengan cerpen “Bang Mandor”, setiap permasalahan dalam cerpen ini disikapi secara sederhana. Menunggu pertandingan bola dengan bercengkerama bersama tetangga. Menghidupkan televisi tepat pada waktunya, sebagai solusi atas kondisinya yang bermasalah. Juga, tidak ada kekecewaan yang berlebihan ketika televisi tiba-tiba mati di saat pertandingan bola sedang berlangsung. Di sini, absurditas dimaknai sebagai hal yang biasa, sebagaimana tokoh Iqbal yang akrab dengan gelap. Hal yang menjadi kesan dalam cerpen ini, bahwa ketidakcocokan antara harapan dan kenyataan, perlu diakrabi secara sederhana. Dan ini hanya bisa dilakukan ketika kehidupan manusia didasarkan pada nilai-nilai spiritual.

Kesadaran dan Idealitas versus Realitas

Persoalan terkait idealitas dunia kesusastraan diangkat oleh Saiful Anam Assyaibani alam cerpen “Belajar Sastra.” Didorong oleh keinginan untuk mengikuti lomba menulis cerpen, tokoh Aluna memberanikan diri untuk mengadakan percakapan lebih intens dengan tokoh ustadz—yang menjadi narasumber diskusi literasi—. Kehidupan para sastrawan dan karya-karyanya yang merepresentasikan idealitas dunia kesusastraan disajikan oleh tokoh ustadz. Begitu juga pemahaman dalam berkarya, dimana pada gilirannya merubah mindset tokoh Aluna. Pragmatisme untuk mengikuti lomba, berevolusi menjadi proses berkesadaran. Hal yang menarik, sekaligus menjadi suspens cerpen ini adalah hadirnya realitas—yakni permasalahan ekonomi—, yang tampaknya sengaja dimunculkan untuk menjadi ruang-ruang bagi lahirnya kesadaran dalam pembacaannya.

Jika dunia kepenulisan dalam cerpen Saiful menunjuk pada proses kesadaran atas kemanusiaan, cerpen berjudul “Impian” karya Nur Sholihah menghadirkan nilai-nilai yang menjadi dasar orientasinya. Bahwa menulis harus dimaknai sebagai dakwah bil qalam. Pemahaman ini sangat efektif, sebagaimana yang dialami oleh tokoh Firman ketika dihadapkan dengan “realitas yang mengganggu”. Baik permasalahan ekonomi dan asumsi negatif yang diwakili oleh pandangan tokoh ibu, “narasi yang terpenggal” tentang kepenyairan, maupun rasa tidak percaya diri. Dengan pemahaman menulis sebagai bagian dari melaksanakan perintah Allah, maka dapat dikatakan bahwa menulis adalah proses ideologis. Hal positif yang bisa didapatkan, yaitu gairah dan ekspresi akan tersalurkan secara wajar, dimana secara perlahan turut merubah stigma masyarakat terhadap para sastrawan yang akrab dengan “kegilaan”.

Proyeksi idealitas “yang kalah” ketika berhadapan dengan realitas, dalam cerpen “Balada Warung Kopi” karya Nuruddin Zanki, secara spesifik menunjuk pada harapan sosial. Bukan hasil yang menjadi ukuran, tetapi kehendak baik dan usaha maksimal. Dalam pembacaan sederhana, cerpen ini menghadirkan kritik terhadap “kebandelan” manusia ketika berada pada kondisi yang tidak ideal. Keberadaan warung kopi yang hanya menjual kopi, tidak lain merupakan pelarian dari kondisi kekurangan ekonomi pada tokoh Jiwo. Bukan untuk menghadapi kenyataan, warung kopi adalah tempat untuk menghadirkan berbagai dalih atas kekalahan hidup secara sosial.

Posisi saling berhadapan antara idealitas versus realitas dalam kehidupan manusia menjadi kesan paling kuat dari cerpen “Mbok Nem dan Kelulusan” karya Atafras. Keberadaan orang tua yang tidak ditemukan oleh tokoh Claverico, membuatnya yakin bahwa keduanya adalah orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Berbeda dengan tokoh Mbok Nem—orang lain—yang terus mencurahkan kasih sayang kepadanya. Mbok Nem yang selalu membela ibunya, ketika mereka berdebat. Mbok Nem yang terus bekerja, membiayai sekolahnya, meskipun dengan tubuh renta. Kondisi inilah yang menjadikan Mbok Nem digambarkan sebagai sosok yang ideal oleh Claverico. Dan, rahasia pun terbuka. Mbok Nem mengemis untuk memenuhi segala kebutuhan, termasuk biaya sekolah Claverico. Kenyataan ini membuatnya kaget. Idealitas terkait keberadaan Mbok Nem, seketika hancur. Termasuk juga, kelulusannya. Hancur bersama jasad Mbok Nem yang terkubur. Dalam kesendirian bersama kenangan tentang Mbok Nem, Claverico terus berusaha memperjuangkan idealitas. Tidak lagi pada sosok, melainkan pada nilai-nilai.

Kesadaran idealitas terkait identitas diungkapkan oleh Ahad Bee dalam cerpen berjudul “Hujrahku dan Hijabku”. Hal yang digarisbawahi dalam cerpen ini, bahwa menjadi pribadi yang ideal mensyaratkan kehendak yang kuat untuk melakukan perubahan. Namun, hal itu belum cukup, tanpa kesadaran terhadap nilai-nilai religius yang menjadi pijakannya, sebagaimana digambarkan dalam episode tokoh aku yang berada pada posisi dilematis. Karena itu, setiap perubahan untuk menjadi lebih baik harus dimaknai sebagai hijrah. Begitupun dengan berhijab, yang tidak cukup dipandang sebagai upaya menutup aurat jasmaniah, tetapi harus bermakna ketakwaan. Pada tataran yang lebih khusus, berhijab pada hakikatnya adalah menutup segala sesuatu kecuali Dzat-nya.

Ulasan di atas merupakan catatan kesan penulis terhadap 17 cerpen yang terkumpul dalam buku Bocah Luar pagar ini. Karena lebih diarahkan untuk mencari pesan umum dan kategorisasinya, tentunya catatan ini memiliki banyak kekurangan. Juga belum mewadahi seluruh unsur yang terkandung di dalamnya. Sebagai karya yang sudah jadi, maka inilah “Bocah Luar pagar” yang setidaknya dapat diharapkan sebagai ruang-ruang bagi lahirnya kesadaran. [*]

Tulisan ini disampaikan pada acara Launching dan Bedah buku kumpulan cerpen "Bocah Luar Pagar" , jumat, 5 oktober 2018 di PERPUSTAKAAN DAERAH LAMONGAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar