Senin, 27 Oktober 2014

Kita dan Teori-teori Barat

Budi P. Hatees
analisadaily.com

Dua tokoh sastra di Medan, Damiri Mahmud dan Mihar Harahap, “terhenyak” ucapan Prof. Jan van der Putten ketika berceramah di Universitas Negeri Medan (Unimed). Guru Besar Bahasa dan Kebudayaan Austronesia, Universitas Hamburg, Jerman, ini menyebut sastra kita terasing di luar negeri dalam makalahnya yang berjudul “Tersingkirnya Studi Kebudayaan dan Karya Sastra Indonesia di Luar Negeri”,

Keduanya tokoh sastra Medan, yang selama ini memilih posisi sebagai ahli sastra (kritikus), tentu saja “terhenyak”. Simpul Prof. Jan van der Putten itu sekaligus menegaskan, hasil kerja para kritikus berupa studi sastra, tidak membuat sastra kita diperhitungkan orang luar negeri. Baik Damiri dan Mihar kemudian menulis esai di Analisa edisi Minggu, 12 Oktober 2014, yang diniatkan menyikapi isi ceramah itu.

Mihar Harahap menulis “Menuhankan Teori Sastra dan Pencitraan Budaya”, sedangkan Damiri Mahmud menulis “Senyum Putri Jelita dan Menuhankan Teori”. Pada judul kedua esai, kita temukan kata “menuhankan teori”. Kata “menuhankan” bisa dipahami sebagai “membuat jadi Tuhan” dan bila disandingkan dengan kata “teori”, maka makna yang coba disampaikan judul itu adalah “teori dianggap sebagai kebenaran yang punya nilai sejajar dengan Tuhan”.

Kata itu kristalisasi atas simpul Prof. Jan van der Putten, yang mengeritik para pelaku studi sastra (kritikus) kita karena terlalu mengandalkan teori-teori Barat dalam melakukan kerja kritik karya sastra. Kita pun bersepakat dengan simpul itu.

Teori sastra lokal

Sejak lama, tradisi sastra kita memang sudah seperti itu, terlalu mengandalkan teori-teori sastra dari luar. Banyak kertas kerja, diskusi, seminar, sampai artikel ditulis para ahli sastra kita, yang intinya mengkritisi pemakaian teori-teori sastra Barat di Indonesia. Tidak sedikit pula yang sampai pada simpul agar para teoritisi sastra di negeri ini mulai berpikir untuk menciptakan teori yang khas Indonesia.

Dalam esai saya, “Teori dan Kritik Sastra Lokalitas” yang disiarkan di koran ini. Saya singgung soal teori sastra luar negeri yang dikait-kaitkan orang dengan perkembangan sastra kita yang bersemangat memuat lokalitas, sehingga teori-teori luar negeri dikhawatirkan tak mampu memahami ruh lokal itu. Alasan itu tidak ilmiah karena galibnya teori-teori lahir untuk menjawab persoalan-persoalan universal.

Teori Barat, apapun disiplinnya, relevan dipakai dimana saja. Teori tidak mengenal wilayah negara. Tidak punya kartu tanda penduduk. Kenapa warganegara teori sastra itu selalu dipertanyaan dan dipersoalkan di negeri ini seakan-akan nilai karya sastra ditentukan oleh teori sastra.

Kita tahu, setiap kali karya ktirik sastra muncul, pijakan yang dipakai para pengkritiknya selalu saja teori dan kritik sastra dari luar Indonesia. Bisa dibilang, tidak sedikit kritik sastra itu yang berhasil memperkaya kandungan karya sastra bersangkutan. Bahkan, para penulis kritik mampu mengungkap dunia batin khas Indonesia di dalam karya itu. Sekalipun alat yang dipakai untuk mengungkapkannya bukan teori dan kritik sastra asli Indonesia.

Tidak ada yang dilanggar soal pemakaian teori dan kritik satra Barat itu. Kritik-kritik sastra itu tetap dibaca, menjadi bahan pembelajaran bagi generasi kritikus sastra. Hari ini, teopri dan kritik sastra Barat tetap dipakai. Cuma, tidak semua ahli sastra punya kapasitas intelektual yang memuaskan dalam mempergunakan teori-teori yang ada.

Saut Situmorang memberi contoh tentang para ahli sastra yang gegabah memakai teori Barat dalam melihat fenomena sastra kita. Dalam esainya, “Sastra Kontekstual”, Saut mengkritisi Arief Budiman dan Ariel Heryanto yang menjadi penggasan perdebatan tentang sastra konstekstual.

“Membaca kembali tulisan-tulisan Arief Budiman dalam buku Perdebatan Sastra Kontekstual,” tulis Saut Situmorang, “ada beberapa hal yang mencengangkan saya, terutama kalau saya mempertimbangkan reputasi Arief Budiman di dunia intelektual Indonesia selama periode Orde Baru.”

Intinya, bagi Saut, Arief Budiman telah menderita “kegagalan teoritisi” ketika menyebut perdebatan sastra kontekstual sebagai persoalan sosiologi kesenian, padahal elaborasi konseptual atas defenisi sastra kontekstual itu tidak punya kejelasan. Bagi Saut, tulisan maupun isi ceramah Arief Budiman yang memicu perdebatan sastra konstekstual hanya pseudo ilmiah, sesuatu yang seakan-akan ilmiah.

Malangnya, para sastrawan yang ikut berpolemik ketika itu, hanya ikut-ikutan agar terlibat dalam sejarah tetapi tak punya sebuah pemikiran yang mampu menerangjelaskan persoalan yang sesungguhnya sedang terjadi.

Dunia sastra kita memang dihuni oleh para ahli yang hanya ingin agar tercatat, mereka yang selalu berusaha untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan kesusastraan tanpa mengerti apa sesungguhnya yang sedang dilakukan. Para sastrawan pun seperti itu, hidup dalam glamour yang diciptakannya sendiri. Merasa dirinya merupakan sastrawan yang layak dicatat meskipun bukan karena mampu menghasilkan karya.

Sastrawan Jaringan

Dalam berbagai event pertemuan para sastrawan, misalnya, banyak sastrawan yang diundang bukan karena kapasitas karyanya. Melainkan kapasitas jaringannya. Meskipun sudah tidak pernah menghasilkan karya sastra, tetap diundang dalam pertemuan-pertemuan sastrawan. Ini menandakan pertemuan-pertemuan para sastrawan yang digelar di negeri ini, tidak lebih dari acara kangen-kangenan para sastrawan. Seakan-akan serius memikirkan masa depan sastra kita dengan ragam rekomendasi mengenai masa depan karya sastra itu.

Kenyataannya, rekomendasi demi rekomendasi yang lahir dalam bentuk seminar dengan melibatkan para ahli sastra, menegaskan bahwa sastra kita akhirnya seperti makna teks iklan tentang “jeruk makan jeruk”. Kita menulis karya sastra, mempersoalkan karya sastra itu, dan berdebat tentang fenomena sastra itu hanya untuk diri kita sendiri.

Meminjam Prof. Jan van der Putten, kita bersastra tetapi orang lain tidak mengenal sastra kita di luar negeri. Kita ambil contoh sejumlah polemik sastra yang terjadi di Medan, yang muncul di media ini. Setiap orang ingin terlibat dalam polemik, tetapi keterlibatan itu hanya ikut-ikutan berpolemik tanpa jelas apa yang hendak diperjuangkan dengan ikut terlibat. Akibatnya, sastra di Medan (saya tak memakai Sumatra Utara), tidak pernah menghasilkan karya-karya dengan kadar tekstasi yang mumpuni.

Satu dua orang sastrawan sempat bicara di tataran nasional, karena teks sastranya memang punya nilai lebih dibandingkan teks sastra sastrawan lain. Terlalu banyak pujian diarahkan padanya, yang akhirnya membuat sastrawan itu besar kepala.

Penulis cerpen seperti Hasan Al Banna adalah sastrawan yang terlalu cepat besar kepala. Orang yang merasa telah selesai menghasilkan karya hanya karena cerpen-cerpennya banyak mendapat pujian. Hasan mengikuti tradisi yang diwariskan sastrawan terdahulu, yang tidak lagi menulis karya sastra hanya karena namanya telah masuk dalam daftar list sastrawan nasional. Kita bisa melihat nama mereka dalam buku Leksikon Sastrawan yang ditulis Korrie Layun Rampan. Berapa di antara nama sastrawan Sumatra Utara dalam buku itu, yang masih berkarya sampai sekarang?

Sastra yang Terasing

Kembali pada dua tokoh sastra Medan yang “terhenyak” karena simpul Prof. Jan van der Putten, lalu buru-buru menulis esai yang intinya redunden atas apa yang sering mereka bicarakan dalam tulisan-tulisannya: mengulang-ulangi menyebut sejarah sastra kita dengan sastrawan yang gemilang di luar negeri sambil mengutip sejumlah nama. Kentara kalau Damiri maupun Mihar terpengaruh simpul Prof. Jan van der Putten, karena merasa, apa yang disampaikan ahli bahasa Antronesia itu sesuatu yang penting.

Artinya, meskipun benar sastra kita terasing di luar negeri, tetap perlu mendebat “luar negeri” yang dimaksud Prof. Jan van der Putten. Apakah luar negeri itu Benua Eropa, Benua Amerika, Benua Afrika atau Benua Asia. Kalau luar negeri yang dimaksud adalah Benua Eropa, khususnya Jerman, perlu diajukan pertanyaan: apakah perlu bagi sastra kita untuk dikenal atau diterima di Jerman.

Kita tahu, belakangan banyak ahli dari Jerman yang tertarik dengan sastra kita. Kita juga punya sastrawan yang gemar menerjemahkan karya sastrawan Jerman ke dalam bahasa Indonesia seperti yang dilakukan Agus R. Sarjono. Ada pertukaran budaya Indonesia-Jerman yang terus berlanjut hingga kini, didukung sejumlah non-government organization.

Sastra dan gerakan demokrasi bersetubuh dalam jalinan pertukaran budaya Indonesia-Jerman sejak lama. Kita ingat ketika novel Saman karya Ayu Utami mendapat penghargaan dari sebuah institusi di Jerman padahal novel itu belum diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman.

Belakangan, adanya pertukaran kebudayaan Indonesia-Jerman mendorong panitian The Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 untuk memposisikan Indonesia sebagai peserta kehormatan. Sebab itu, kita layak bercuriga. Simpul Prof. Jan van der Putten tentang sastra kita yang tidak dikenal di Jerman bagian dari komunikasi bisnis untuk mengkampanyekan betapa pentingnya event The Frankfurt Book Fair (FBF) 2015. Bagi penyelenggaran FBF 2015, negara kita yang menjadi peserta kehormatan, dituntut untuk mensyukuri penunjukkan sebagai peserta kehormatan.

Coba perspektifnya kita balik. Sesungguhnya Jerman membutuhkan Indonesia dan berharap masyarakat kita menjadi pasar potensial atas produk dari produsen-produsen dunia yang bergerak dalam industri perbukuan yang akan hadir dalam ajang FBF 2015. Sebagai negara yang besar, Indonesia adalah pasar besar bagi seluruh kapitalis dunia. Pasar dengan masyarakat yang gampang dibodohi dengan studi-studi ilmiah, karena memang tidak punya tradisi ilmiah yang mumpuni. Kita menuhankan teori-teori Barat sekaligus terlalu menuhankan orang-orang Barat.

http://analisadaily.com/news/read/kita-dan-teori-teori-barat/73953/2014/10/19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar