Kamis, 03 Juli 2014

DARI DISKUSI PENTAS DUA BAHASA;

TEATER TIDAK ADA KETIKA NASKAH DIBACA
Acep Iwan Saidi *
Pikiran Rakyat, 12 Jan 1997

Beberapa waktu lalu, (24/12/1997), Gelanggang Seni Sastra Teater dan Film (GSSTF) Unpad bekerjasama dengan Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Unpad menyelenggarakan pementasan teater dalam dua bahasa. Naskah yang dipentaskan adalah Purgatory karya W.B. Yeats (dalam bahasa Inggris oleh Sastra Inggris) dan Arwah-arwah (dalam bahasa Indonesia oleh GSSTF) yang diadaptasi Suyatna Anirun dari Purgatory. Pementasan ini kemudian diakhiri dengan sebuah diskusi, menghadirkan Nandi Rifandi (STSI) dan A.J. Adipurwawidjana (Sastra Inggris Unpad yang juga terlibat sebagai aktor dalam pementasan Purgatory).

Peristiwa pementasan tersebut sebenarnya merupakan hal yang menarik. Soalnya, di samping pentas teater dalam dua bahasa jarang dilakukan, di dalamnya kita akan menemukan sebuah perbandingan antara naskah asli yang dipentaskan dan naskah saduran atau hasil adaptasi dari naskah bersangkutan.

Akan tetapi, diskusi yang menyajikan pembicaraan dua akademikus itu justru menjauhkan dirinya dari persoalan tersebut. ”Naskah” dalam pengertian teks yang telah dipentaskan tidak digubris sama sekali. Adipurwawidjana, dosen sastra Inggris yang menyelesaikan program masternya di Kentucky University, AS, hanya berbicara tentang naskah Purgatory sebagaimana ia memberi kuliah di ruang kelas, sedangkan Nandi yang notabene sebagai dosen seni peran pun tidak menyinggung soal pemeranan. Alhasil, pementasan seakan-akan menjadi hal yang percuma.

Hal lain yang penting mendapat tanggapan adalah beberapa tesis yang dikemukakan Adipurwawidjana. Di awal makalahnya, Adipurwawidjana memberikan semacam pandangan filosofis yang mendasari pemikirannya tentang persoalan kesusastraan. Ia memberikan usulan agar tesis yang dikedepankan Rene Descartes, cagito ergo sum (aku berpikir karena itu aku ada) diubah menjadi recito ergo sum atau locuto ergo sum (aku membaca/berbicara karena itu aku ada).

Bertolak dari gagasan itulah, Adipurwawidjana mengusung pembicaraannya ke arah pengkajian naskah mentah (belum dipentaskan) daripada berbicara tentang teks yang telah dimainkan (naskah di atas panggung). Dari sini pula ia mencoba menyikapi naskah Purgatory sebagai naskah yang detail-detailnya harus dibaca dan diperankan sebagaimana petunjuk yang diberikan Yeats. Sebagai seorang yang menempatkan dirinya seorang pengkaji daripada praktisi teater, meskipun ia sendiri berperan sebagai aktor dalam pementasan itu (memerankan tokoh the old man), Adipurwawidjana menempatkan seni peran sebagai seni bacaan. Dengan pembacaan itulah sebuah teks dipentaskan. Singkat kata, Adipurwawidjana ”mementaskan” naskah tersebut dalam bacaan dan diskusi (membaca/berbicara) dengan harapan pementasan yang sesungguhnya menjadi ada.

Dengan pembacaan semacam itu, Adipurwawidjana kemudian melakukan pengkajian terhadap naskah Purgatory dengan berbagai segi yang menyertainya, yakni struktur teks dan unsur-unsur lain yang berada di luar teks. Ia membagi analisisnya ke dalam tiga lingkup persoalan, yaitu pertama, dunia Yeats sebagai penulis Irlandia yang sadar akan identitas keirlandiaannya di satu pihak, tetapi harus menulis dalam bahasa Inggris yang notabene sebagai bahasa penjajahnya di lain pihak. Kedua adalah dunia naskah yang dibatasi oleh kertas tercetak, yakni dunia yang mengisahkan seorang penjaja keliling tua dan putranya bersama puing-puing rumah tua yang menghidupkan kembali kenangan tragis tentang nenek moyang bapak beranak tersebut. Dan yang ketiga adalah dunia para penafsir yang melibatkan penonton, penulis naskah saduran, pengkaji sastra Inggris, sutradara, aktor, dan lain-lain.

Dari pengkajian yang menitikberatkan pada lingkup kedua, yakni naskah yang dibatasi kertas tercatat alias teks, Adipurwawidjana sampai pada kesimpulan bahwa Purgatory adalah naskah yang mandiri, yang tidak bisa dihubungkan dengan Arwah-arwah sebagai adaptasinya dalam bahasa Indonesia. Di akhir makalahnya, Adipurwawidjana menulis, ”dengan segala kegelisahan dan ketidakpuasan yang mencirikan dan mengelilingi Purgatory, apa pula yang dapat kita temukan dalam Arwah-arwah? Menurut kami (sastra Inggris yang mementaskan Purgatory), karena Indonesia bukan Irlandia, Inggris bukan Belanda ataupun Jepang maupun Amerika Serikat dan Suyatna Anirun bukan pula William Butler Yeats, Arwah-arwah bukanlah Purgatory, Arwah-arwah adalah teks yang otonom penuh atas segala potensi dan alternatif makna yang dapat ditafsirkan darinya.”

Tesis yang dikemukakan Adipurwawidjana tersebut sebenarnya sah-sah saja untuk diterima. Siapapun boleh memberikan tanggapan terhadap dunia teater secara khusus dan sastra pada umumnya, mengingat wilayah ini memang wilayah yang sangat terbuka untuk berbagai pemikiran. Akan tetapi, hal itu bukan berarti para penggagas boleh semena-mena di dalamnya. Pementasan tetater adalah sebuah lingkup intelektualitas yang mengalir di atas panggung, yang melakukan suatu lakuan dengan pertimbangan logika dan rasa para aktor di pentas dan kru lain di balik layar.

Hal ini berarti bahwa gagasan Adipurwawidjana, aku membaca/berbicara karena itu aku ada, telah menyesatkan. Sastra memang perlu dibaca, tetapi teater baru ada jika ia diperankan di mana di dalam pemeranan itu ada proses intelektualitas (pemaknaan) para aktor dan sutradara terhadap naskah yang dibaca dan ingin diperankan.

Jika naskah hanya dibaca dan ”diperankan dalam diskusi” atau dikaji sebagaimana Adipurwawidjana melakukannya, teater tidak akan pernah ada. Dan pembacaan Adipurwawidjana yang dilakukan di atas panggung dengan sangat patuh terhadap naskah sehingga detail-detailnya diikuti tanpa sedikitpun melakukan penafsiran terhadapnya adalah kerja yang sia-sia. Di sini, proses intelektualitas dalam berteater dengan serta merta telah dikhianati. (Dan sebenarnya Adipurwawidjana cs telah melakukan kekeliruan yang fatal. Ia menggunakan lighting, make up, dan unsur artistik lain dalam pementasannya, padahal dalam naskah tidak ada permintaan untuk itu).

Maka terlalu pandir jadinya, pada saat Adipurwawidjana ingin mendapatkan makna sebuah karya sastra sesuai dengan yang diinginkan pengarangnya. Dan terlalu sombong kiranya, ketika ia menyebut bahwa itulah naskah asli Purgatory yang telah dipentaskan sebagaimana Yeats menginginkannya yang kemudian juga menunjuk bahwa ”itulah pula Arwah-arwah sebagai sadurannya.” Alhasil, tesis Adipurwawidjana, recito ergo sum atau locuto ergo sum tersebut menjadi gugur dan berantakan. Menurut hemat saya, jika konsep Descartes itu mau “disempurnakan” atau diemansipatoriskan agar tidak hanya menjadi abstraksi di kepala, premisnya adalah “aku berkarya karena itu aku ada.” Dalam berkarya, saya pikir, ada proses berpikir, membaca, dan melakukan sesuatu (baca: pementasan). Dengan cara berpikir seperti inilah teater akan menampakkan adanya.

Kesimpulan lain yang dikemukakan Adipurwawidjana yang dikutip di atas juga sangat membingungkan. Dengan menyebut Purgatory adalah teks yang mandiri dan Arwah-arwah adalah sadurannya memiliki otonomi penuh atas segala potensi dan alternatif makna yang ditampilkannya, Adipurwawidjana telah melakukan pengebirian terhadap sejarah teks. Arwah-arwah, jelas, tidak bisa dilepaskan dari Purgatory sebagai naskah aslinya. Persoalan apakah maknanya akan berbeda atau tidak adalah persoalan penafsir. Tidak ada makna tunggal dalam sebuah karya sastra (teater). Dan justru karena itulah, sebuah karya bisa disebut bagus. Landasan berpikir Adipurwawidjana memang bisa disebut struktural. Akan tetapi, dengan melupakan kajian intertekstual, ia telah mengacaukan acuannya sendiri. Ia lupa bahwa tidak ada karya yang tercipta dari kekosongan budaya. Hidup kita, bagaimanapun, berada di dalam lingkaran beribu-ribu teks yang setiap saat melakukan aktivitas saling mempengaruhi. Dan Suyatna Anirun ketika mengadaptasi Purgatory menjadi Arwah-arwah, jelas, berada dalam lingkaran pengaruh itu. Tanpa ada kegelisahan terhadap lingkungan yang mempengaruhinya, yang kemudian kegelisahan itu menemukan pengucapan estetis dalam Purgatory, rasanya tidak mungkin Suyatna melakukan pengadaptasian terhadap naskah tersebut menjadi Arwah-arwah. Hal ini berarti, kegelisahan Suyatna dalam Arwah-arwah yang memusat pada Purgatory menyebabkan keduanya tidak akan pernah bisa dipisahkan.

Persoalan Irlandian bukan Indonesia, Belanda ataupun Amerika Serikat dan Suyatna Anirun bukan W.B. Yeats yang disinyalir Adipurwawidjana memang benar. Akan tetapi, pemikiran ini tampaknya akan tepat jika dikemukakan beberapa puluh tahun ke belakang. Saat ini, dalam beberapa hal, kita hampir bisa menyebut bahwa Indonesia juga Amerika, Inggris atau Jepang.

Mari perhatikan generasi Mc Donald, Kentucky Fried Chicken, sampai ibu-ibu rumah tangga yang berakraban dengan telenovela yang notabene adalah Amerika Latin, misalnya. Hal ini berarti bahwa transformasi budaya dan tabiat manusia secara umum tidak bisa disamakan dengan program komputer di mana data dalam word star harus dibuka dan dibaca oleh word star juga sebagaimana dikemukakan Adipurwawidjana (padahal ws juga bisa dibaca dan ditransfer ke ms!). Transformasi budaya tidak mengenal wahana eksak. Ia bisa berjalan melalui berbagai cara sejumlah kepala manusia.

Dengan demikian, Adipurwawidjana telah melupakan universalitas jika tidak mau disebut berpikir lokal. Padahal, teater khususnya dan sastra pada umumnya adalah karya yang selalu mengangkat persoalan kemanusiaan secara universal. Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa karya yang baik adalah karya yang bisa menembus ruang, waktu, dan memiliki ”ketakterhinggaan makna” sehingga ia selalu kontekstual dengan ruang dan waktu di mana ia hadir dan dimaknai. Hamlet yang beberapa kali dipentaskan Rendra dan selalu mengusung makna baru adalah salah satu contoh yang bisa ditunjuk.

Hal itu berarti bahwa naskah dan pementasan tidak pernah berhenti berbicara. Pun demikian dengan tulisan ini. Saya, barangkali, hanya berbicara dalam satu anggel saja. Ia sangat terbuka untuk dikoreksi, diluruskan, bahkan dimaki jika perlu. Saya selalu berpikir, dalam keterbukaan menyikapi, menilai, dan mengkritisi karya sastra secara umum dan teater pada khususnya, ketergesaan, kegegabahan, dan kesemana-menaan adalah hal yang harus dilenyapkan sebelum menjalar.

*) Acep Iwan Saidi, Ketua Forum Studi Kebudayaan ITB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar