Dessy Wahyuni *
Riau Pos, 24 Nov 2013
WATAK sastra selalu terbuka terhadap tafsir. Tidak pernah ada tafsir tunggal. Setiap pembaca memiliki argumentasi yang berangkat dari latar belakang pengetahuan, pemahaman, serta apresiasi yang berbeda-beda. Sastra selalu membuka diri terhadap kemungkinan tafsir, karena justru di situlah keindahan itu bekerja. Hal itu menjadi sensasi keindahan yang bergerak, menelusup ke dalam sanubari masing-masing orang yang mendekatinya.
Karya sastra bukan hanya menjadi artefak (benda mati hasil karya manusia belaka), tetapi sekaligus sebagai objek estetis bila dimaknai oleh pembaca. Artefak menjadi dasar material objek estetis, sedangkan objek estetis merupakan representasi artefak dalam pikiran pembaca. Sebagai artefak, karya sastra tidak jelas maknanya. Setelah berinteraksi dengan pembaca, sebuah karya sastra akan mengalami proses konkretisasi yang menjadikannya bermakna. Pembentukan objek estetis yang penuh makna dari sebuah artefak sangat ditentukan oleh peran aktif pembaca. Sebuah artefak tunggal bisa saja menimbulkan beberapa objek estetis dan hal tersebut bergantung pada pembaca dan cara pembacaannya.
Ketika membaca karya sastra, pembaca dihadapkan pada keadaan yang paradoksal. Karya sastra dipandang sebagai sebuah kesatuan yang utuh, berdiri sendiri, otonom, serta boleh dipahami dan ditafsirkan oleh siapa saja. Namun, pada kenyataannya tidak ada karya seni mana pun yang berfungsi dalam situasi kosong. Setiap cipta sastra atau karya seni merupakan aktualisasi atau realisasi tertentu dari sebuah sistem konvensi atau kode sastra dan budaya (Teeuw, 1983). Pada dasarnya, karya sastra tidak berbeda dengan karya sejarah, filsafat, atau sosiologi. Semuanya mengangkat bahan yang sama, yaitu masalah manusia dan kemanusiaan. Hal yang membedakannya adalah bagaimana sesuatu yang sama itu diolah, disajikan, dan diberi penekanan lewat sudut pandang masing-masing. Uniknya, karya sastra dapat memanfaatkan fakta historis, pemikiran filosofis, atau fakta sosiologis, bahkan dapat menggabungkan ketiganya sekaligus. Secara hakiki, hal yang membedakan karya sastra dengan karya-karya nonsastra adalah adanya dominasi imajinasi. Oleh karena, itu, dalam karya sastra semua fakta apapun, cenderung diperlakukan sebagai fiksi.
Untuk mendapatkan nilai estetika sebuah karya sastra, perlu adanya pemaknaan yang dilakukan oleh pembaca. Pemaknaan inilah yang disebut dengan konkretisasi. Konkretisasi, sebagai istilah pemberian makna dalam sastra, dilukiskan sebagai sikap estetik. Dengan konkretisasi tersebut, makna karya sastra yang sebelumnya tidak tampak dikonkretkan hingga dapat dipahami (Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, 2007). Dalam proses konkretisasi ini, faktor pembaca menjadi penting sebagai pemberi makna. Pemberian makna terhadap karya sastra tersebut tentu saja tidak bisa semaunya saja, melainkan terikat kepada teks sastra itu sendiri sebagai sistem tanda yang mempunyai konvensi sendiri berdasarkan hakikat karya sastra.
Istilah konkretisasi yang berasal dari Roman Ingarden ini diperkenalkan secara luas oleh Felix Vodicka. Menurut Ingarden, karya sastra memiliki struktur yang objektif, yang tidak terikat pada pembaca, tetapi sekaligus memiliki kemandirian terhadap kenyataan, bersifat skematik dan selektif, tidak pernah menciptakan gambaran dunia yang sesungguhnya. Setiap karya sastra mengandung unbestimmtheitsstellen atau tempat-tempat kosong yang pengisiannya terserah pembaca (Teeuw, 1988).
Melalui konkretisasi karya sastra oleh pembacanya, sebuah karya yang semula tidak pasti karena memiliki berbagai kemungkinan penafsiran, akan memperlihatkan makna sehingga mendapat nilai estetis. Dengan adanya berbagai tanda yang dihadirkan Agus Noor melalui unsur-unsur yang membangun cerita secara keseluruhan, dengan resepsi pembaca, ‘’KkdLJ’’ akan memperlihatkan titik terang.
Sebagai sebuah karya sastra yang merupakan objek estetis, ‘’Kunang-kunang di Langit Jakarta’’ (‘’KkdLJ’’) karya Agus Noor memuat tanda-tanda yang perlu dimaknai melalui proses konkretisasi untuk mengungkap makna teks secara keseluruhan. Pemaknaan terhadap tanda-tanda tersebut bersifat relatif, tidak ada sebuah kebenaran mutlak. Maksudnya, makna yang dihasilkan sepenuhnya bergantung pada horizon harapan pembaca, di dalamnya termasuk kompetensi kesastraan, yang terbentuk oleh pengalaman pembacaan masing-masing pembaca. Dengan kata lain, sebuah karya sastra dibaca dan dimaknai pembacanya dengan cara yang berbeda-beda. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa makna yang pada akhirnya diperoleh tidak objektif.
‘’KkdLJ’’ merupakan simbolisasi dari jiwa-jiwa yang melayang di setiap gedung, yang dulu menjadi situs pemerkosaan serta kemalangan yang terjadi saat kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Cerpen ini melukiskan realitas tragedi dengan cara-cara yang romantik, tetapi menggugah. Kunang-kunang tidak saja lahir sebagai romantika, tetapi menjadi simbol dan kenangan akan keberingasan sebuah situasi di masa lalu (20 Tahun Cerpen Pilihan Kompas: Dari Salawat Deadunan Sampai Kunang-kunang di Langit Jakarta, 2012:xi).
Cerpen ‘’KkdLJ’’ ini mengisahkan seorang wanita bernama Jane yang menghabiskan liburan bersama kekasihnya, Peter (seorang zoologis), di sebuah kota tua yang padat dan tidak terawat. Di kota itu banyak terdapat toko kosong yang terbengkalai dan rumah-rumah gosong bekas terbakar yang nyaris runtuh. Menurut Peter, di gedung-gedung gosong itulah kunang-kunang berkembang biak.
Kunang-kunang dan kenangan menjadi tema yang diusung dalam cerpen ini. Bagi sebagian orang, berbicara tentang kunang-kunang akan mengingatkannya pada kejadian masa silam. Demikian pula bagi Agus Noor yang menghadirkan kunang-kunang di tengah padatnya Jakarta, semata-mata adalah untuk mengingat kembali sebuah peristiwa. Maka dengan demikian, kunang-kunang pun kembali menjadi kenangan.
Kunang-kunang adalah binatang kecil sebesar lalat yg mengeluarkan cahaya berkelip-kelip pada malam hari. Binatang ini kerap disebut sebagai binatang kecil yang menyala, sebab kunang-kunang merupakan sejenis serangga yang dapat mengeluarkan cahaya yang jelas terlihat saat malam hari. Untuk menghasilkan sebuah sinar tampak, sel-sel di dalam ekor kunang-kunang harus memproduksi ribuan enzim luciferase. Di dalam setiap sel, enzim-enzim tersebut mencari pasangannya dan berikatan membentuk senyawa kimia yang disebut luciferin. Enzim luciferase mempercepat reaksi kimia dengan menggabungkan molekul oksigen dengan luciferin sehingga membentuk oxyluciferin. Di dalam reaksi, luceferin teroksidasi, yakni kehilangan sebuah elektron dan molekul-molekulnya berpindah ke tempat energi yang lebih tinggi. Ketika molekul-molekul yang penuh energi ini kembali ke tingkat energi yang lebih rendah (dalam keadaan yang lebih stabil), molekul-molekul tersebut melepaskan energi dan menghasilkan sinar atau cahaya (forum.viva.co.id). Cahaya kunang-kunang sebenarnya masih merupakan misteri yang belum benar-benar terpecahkan hingga saat ini. Namun, beberapa ahli sudah dapat memastikan bahwa sinar atau cahaya yang diproduksi tubuh kunang-kunang ini adalah untuk menarik perhatian pasangannya dan untuk menghindar dari predator yang dapat memangsa mereka.
Agus Noor memiliki banyak tujuan dalam mencipta cerpen ‘’Kunang-kunang di Langit Jakarta’’ ini. Memilih jutaan kunang-kunang yang menyerbu langit Jakarta di malam hari sebagai pembangun cerpennya, adalah sebuah upaya megetengahkan peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di Indonesia, khususnya Jakarta. Jane Jeniffer, si gadis berambut pirang, dan Peter Bekoff, seorang ilmuwan yang memahami seluk-beluk binatang, adalah dua orang tokoh yang memainkan peranan penting dalam cerita ini.
Gadis pirang yang menjadi tanda bahwa wanita itu bukanlah warga negara Indonesia menunjukkan bahwa peristiwa ini juga menggelisahkan warga asing di luar negeri. Hal tersebut menggambarkan bahwa peristiwa ini tidak hanya menjadi permasalahan dalam negeri. Namun, pada saat itu Indonesia benar-benar menjadi sasaran kemarahan dunia, sebab peristiwa ini sangat memalukan dengan adanya kejadian pemerkosaan dan tindakan rasialisme yang mengikuti peristiwa gugurnya pahlawan reformasi.
Cerpen ini memang tidak secara eksplisit memberikan uraian tentang peristiwa yang disorot dalam alur cerita. Namun, ada beberapa pernyataan yang merujuk pada peristiwa yang dimaksud, yaitu kerusuhan Mei 1998.
Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei hingga 15 Mei 1998. Peristiwa ini terjadi serentak di beberapa kota di Indonesia. Namun konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka tewas tertembak dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Pada peristiwa tersebut, para perusuh seolah tidak memiliki hati nurani. Selain melakukan penyiksaan dan perkosaan, mereka juga merusak, menjarah, bahkan membakar berbagai sarana pribadi dan publik dirusak.
Dalam cerita ini, roh perempuan korban perkosaan pada kerusuhan tersebut digambarkan Agus Noor menjelma menjadi seekor kunang-kunang yang terus berkembang biak hingga menjadi jutaan. Kunang-kunang jelmaan ini menyimpan dendam akan masa lalunya. Ia merasa kesepian, setelah empat tahun hidup sendiri dalam keterpurukan di gedung gosong yang sengaja dibakar para perusuh. Menjadi kunang-kunang adalah pilihan yang tepat bagi Agus Noor untuk menghidupkan kembali roh korban kerusuhan Mei 1998 tersebut. Cahaya yang dipancarkan binatang kecil itu pun berfungsi untuk menggiring pembaca pada peristiwa bersejarah itu melalui penokohan dalam cerita.
Latar gelap malamwaktu yang tepat bagi kehidupan kunang-kunangyang dipilih Agus Noor, merupakan lambang kemuraman yang dialami korban kerusuhan tersebut. Suasana malam identik dengan hal yang misterius dan suram, seakan tanpa masa depan. Hal ini menggambarkan hancurnya masa depan perempuan korban perkosaan tersebut.
Untuk mendobrak kesepiannya, si kunang-kunang menembus gelapnya malam. Ia memberanikan diri keluar dari persembunyiannya. Kunang-kunang itu tidak ingin berlarut-larut dalam kepedihan dan kesedihan. Ia memancarkan cahaya di pekatnya gulita, seakan memperlihatkan kebangkitan dari tahun-tahun yang telah membenamkannya.
Melalui Jane, Agus Noor membongkar rentetan peristiwa kerusuhan Mei 1998 tersebut. Jutaan kunang-kunang di langit Jakarta itu membawa Jane pada peristiwa yang dimaksud. Lentera kunang-kunang yang muncul dari perut binatang itu seolah menjadi pemandu bagi Jane. Cahaya yang dipancarkan menggiring Jane ke peristiwa kerusuhan. Rentetan peristiwa yang dialami korban perkosaan tersebut dapat dirasakan oleh Jane yang terhayut oleh kilauan sinar yang dipancarkan puluhan kunang-kunang tersebut.
Dari cerita yang dituturkan kunang-kunang kepada Jane mengenai kejadian yang dialaminya pada kerusuhan tersebut, tergambar bagaimana sadisnya hal yang menimpa kunang-kunang itu. Kunang-kunang itu adalah jelmaan seorang korban kerusuhan, seorang perempuan keturunan Tionghoa yang berkulit langsat. Ia menceritakan kepada Jane peristiwa yang dialaminya. Sebuah toko dijarah dan kemudian dibakar oleh beberapa orang yang mengendarai sepeda motor. Wanita itu lalu diseret masuk ke dalam toko yang dibakar tersebut. Ia diperkosa oleh beberapa lelaki bertopeng. Kemudian, para pemerkosa meninggalkannya di gedung yang terbakar. Setelah api padam, orang-orang menemukan tubuhnya hangus tertimbun reruntuhan gedung.
Setelah membaca cerpen ‘’KkdLJ’’ ini, terdapat harapan penulis sebagai pembaca cerpen bahwa pengarang memunculkan tokoh Jane dan Peter, serta kunang-kunang sebagai penyampai pesan. Tokoh-tokoh yang dibangun untuk memberi tahu pembaca bahwa di balik keindahan yang disuguhkan kunang-kunang ada rasa pahit dan pedih yang telah ditorehkan oleh para pemerkosa. Akibat peristiwa sadis yang menimpanya, si korban terpuruk selama bertahun-tahun di dalam kegelapan.
Tidak ingin berlama-lama larut dalam keterpurukan dan ingin memiliki arti dalam kehidupan, ia berusaha bangkit dengan memperlihatkan keindahan. Ia bahkan mampu memberikan kebahagiaan bagi banyak orang. Kunang-kunang tersebut bergerombol memancarkan cahaya yang indah, seolah tidak ingin kalah dengan bulan dan bintang. Namun, dengan pengalaman yang pernah menimpanya, kunang-kunang selalu waspada akan bahaya di luar sarangnya yang sewaktu-waktu bisa menimpanya. Rasa pahit dan racun yang dimiliki tubuhnya merupakan senjata untuk berjaga-jaga dari para pengganggu. Selain itu, para pengganggu pun harus bersiap mati dimakan sebagai penambah protein untuk membantunya berkembang biak, agar ia tidak lagi sendirian dan kesepian di alamnya.
*) Dessy Wahyuni, Rajin menulis esai. Pegawai Balai Bahasa Provinsi Riau ini tinggal di Kota Pekanbaru.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/11/kenangan-agus-noor-dalam-kunang-kunang.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar