Ada Apa dengan Sastra Nusantara ?

Tri Harun Syafii
Harian Analisa, 20 Mei 2012

Ada apa dengan sastra nusantara? Pertanyaan ini sudah terlintas lama di para pecinta sastra nusantara. Belakangan ini heboh bahwa bahasa daerah mulai hilang popularitas di zaman yang modern saat ini. Bahkan peranannya dalam membudayakan tradisi pun semakin tidak dipandang sesuatu yang wah…!. Sungguh sangat disayangkan sekali.
Sejalur dengan hal ini. M. Syahrizal pernah membahas tentang Bahasa Indonesia menyebabkan punahnya bahasa daerah. Benarkah? Dalam tulisannya dipaparkan, perkembangan bahasa daerah saat ini mulai memprihatinkan. Pasalnya dari 742 bahasa daerah di Indonesia, hanya 13 bahasa daerah saja yang penuturnya di atas dari satu juta orang. Selebihnya terdapat 729 bahasa daerah yang penuturnya di Indonesia kurang dari satu juta orang. Dan 169 bahasa daerah terancam punah. Sungguh sangat disayangkan sekali melihatnya.

Indonesia merupakan satu-satunya negera paling kaya dengan bahasa dan budaya. Hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri buat masyarakat Indonesia. Karena Negara yang mempunyai beraneka ragam bahasa dan budaya merupakan salah satu kriteria Negara maju. Semoga saja filosofi ini benar adanya.

Namun bagaimana dengan kondisi sastra nusantara di Indonesia saat ini - pertanyaan inilah yang harus kita ulas lebih dalam. Sejatinya sastra terlahir karena budaya. Begitu juga sebaliknya, sastra punah karena budaya sastra itu juga punah. Bagaimana perkembangan sastra nusantara yang mulai dipinggirkan dengan kualitas sastra-sastra moderen yang sudah memakai bahasa yang serbaguna dan popular, seperti bahasa alay atau bahasa gaul. Tentunya kita merujuk kepada pembelajaran sastra nusatara yang meliputi: sastra Melayu, sastra Minangkabau, sastra Batak, sastra Jawa, sastra Sunda, sastra Bali, sastra Aceh, sastra Karo dan sastra daerah lainnya.

Lahirnya sastra modren saat ini tidak terlepas dari perjuangan sastra nusantara. Seperti puisi, pantun maupun cerita pendek yang berkembang pesat di zaman canggih ini. itu semua karena ada sumbangsih sastra nusantara. Semenjak puisi dan cerpen menjadi perbincangan dewasa ini, sastra nusantara telah melahirkan itu semua , baik dalam puisi, pantun, maupun cerita rakyat. Puisi yang berkembang saat ini justru telah jauh berbeda dengan puisi zaman dulu. puisi sekarang nampaknya tidak begitu mengikat dengan segala aturan dan kaidah dalam perpuisian sastra nusantara. Bahkan semenjak lahirnya puisi kontemporer yang dibawa Sutardji Colsum Bahri menyebabkan puisi lama di zaman sastra nusantara jauh bergeser. Memang hal yang luar biasa kalau dunia sastra semakin berkembang mengikuti zaman. Alangkah baiknya jika kita tidak membuang kaidah itu terlalu berlebihan. Hal ini justru menyebabkan puisi lama semakin jauh merosot karena tak mampu mengikuti peradaban moderen.

Sastra nusantara kita tidak hanya disuguhkan dengan pembacaan puisi yang sering diperlombakan seperti biasa tanpa iringan musik. Dengan membawa sastra nusantara ke dunia perpuisian, kita juga dapat menikmati pertunjukan puisi itu dengan musik tradisional seperti yang pernah dilakukan masyarakat Karo, Melayu, Minangkabau sebagai penghibur atau upacara adat di zaman dulu.

Sudah saatnya kita sebagai bangsa Indonesia harusnya lebih menjunjung tinggi sastra nusantara. Karena bagaimanapun sastra nusantara itu tidak boleh terlepas dengan tradisi kebudayaan suku masing-masing. Apabila budaya dan sejarah sebagai identitas bangsa ini hilang, akan hilang jugalah sastra nusantara. Ingatlah bahwa negera lain telah mengincar budaya kita. Itu terlihat jelas dengan banyaknya para pendatang asing yang mau belajar di Indonesia, baik itu belajar berbahasa Indonesia maupun belajar budaya dan kesenian Indonesia. Memang suatu kebanggaan buat kita, Bahasa Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai bahasa yang paling diminati dunia. Semua itu jangan membuat kita merasa tinggi hati dan lupa diri. Secara perlahan identitas negera ini akan dikuasi negera lain.

Untuk dapat mengembalikan popularitas sastra nusantara dalam dunia modrenisasi. Perlu ditekankan kepada penulis-penulis muda untuk lebih mengembangkan budaya lewat tulisan. Mengembangkan budaya lewat sastra merupakan sumbangan yang paling baik agar dapat meningkatkan sastra-sastra nusantara yang kini mematung bisu diperadaban dan hanya dijadikan sebagai potret senja masa lalu.

Alangkah lebih baik jika penulis-penulis mengangkat nilai-nilai budaya lewat sastra seperti penulis muda: Sartika Sari, Ria Ristiana Dewi, Wahyu Wiji Astuti, Rudiansyah Siregar dan penulis muda lainnya. Mereka adalah sebagaian kecil penulis yang cukup peduli dengan perkembangan sastra lewat budaya. Dengan mencampurkan sedikit budaya daerah ke dalam tulisan mereka. Hasilnya sungguh menggairahkan.

Jadi intinya, mulailah melestarikan budaya daerah lewat sastra. Karena dunia sastra akan terus mencari jati dirinya. Mulailah memuliakan hidup lewat tulisan disertai dengan budaya. Sebab negeri kita mempunyai potensi yang cukup untuk dibawa berimajinasi. Karena kreativitas seo rang pemikir sastra tidak akan pernah mati dan selalu mencari jati diri untuk menemukan jalannya sendiri. Hidup dunia sastra dan budaya!

Medan, Sketsa KONTAN, 2012
Dijumput dari: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/05/20/51566/ada_apa_dengan_sastra_Nusantara/#.USbhRPIZlWk