Kamis, 13 Desember 2012

Refleksi Perlawanan dari Balik Sangkar Besi

Idi Subandy Ibrahim
Majalah Biografi Politik edisi khusus kemerdekaan RI 64

“Nurani adalah matahari
Nurani adalah kompas kehidupan
Nurani adalah guru segala zaman…”

Penggalan Puisi “Nurani”, karya Moh Jumhur Hidayat (Penjara Sukamiskin, 16 Januari 1992).

Lahir dari keluarga kelas menengah di Bandung pada 18 Februari 1968, Dency—begitulah panggilan lain Moh. Jumhur Hidayat—dididik dan dibesarkan berturut-turut di Jakarta, Bali dan Bandung.

Meski dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga cukup berada, kelas menengah, atau katakanlah “borjuasi kecil”, kepedulian dan sikap kritis tak surut oleh berbagai fasilitas yang dirasakannya pada masa kecil.

Tumbuh sebagai anak dan pemuda di medan yang berbeda telah mewarnai karakternya. Berpindah dari satu kota ke kota lain, dalam formasi kehidupan seorang anak manusia, jelas menggoreskan bekas, untuk hadir sebagai pribadi yang kompleks dan sejak kecil terbiasa menyaksikan alam pluralisme sebagai bagian dari hidupnya.

Pembentukan Karakter

“Dengan terbiasa bergaul dengan anak kalangan biasa di sekitar tempat tinggal saya, saya bisa merasakan bagaimana kesusahan masyarakat dan apa artinya hidup berbagi dengan orang lain,” kenang suami Alia Febyani Prabandari ini.

Selama masa kecil dan remaja, ia menyaksikan kesenjangan sosial hadir menyolok di pelupuk matanya. “Mungkin pengalaman itulah yang ikut mempengaruhi saya,” aku Jumhur.

Mungkin itulah sebabnya pula semangat kemanusiaannnya terus tumbuh di tengah kepeduliannya melihat nasib rakyat. Sikap kritisnya kian menguat bersamaan dengan pertumbuhan usia remajanya yang penuh dengan spirit perlawanan, spirit pembangkangan.

Demonstrasi adalah mode gerakan yang sangat diidolakan oleh Jumhur muda. Dalam beberapa hal hingga kini sikap ini tak sepenuhnya hilang dari dirinya. Baginya gerakan massa yang terorganisasikan dengan baik masih tetap dibutuhkan untuk mengontrol jalannya kekuasaan atau parlemen yang mungkin menyeleweng dari amanat rakyat.

Sikap pembangkangan itu tidak hanya terhadap tembok kekuasaan yang hendak diruntuhkannya, tetapi juga termasuk terhadap orang terdekat yang sangat dicintainya.

Setahun dalam penjara, pada 4 September 1990, persis pada hari ulang tahun bapaknya yang ke-54, Jumhur menulis sepucuk surat dari Rutan Kebon Waru, Bandung, yang antara lain berbunyi, “…ada baiknya jika mulai sekarang Bapak tidak lagi memandang ananda sebagai anak yang masih perlu buaian.”

“Sebaiknya,” demikian tulis Jumhur, “pandanglah ananda sebagai pemuda yang sedang mengejar cita-cita yang sangat banyak menemui tantangan dan rintangan. Semoga apa yang ananda perbuat ini bukan saja bermakna untuk diri ananda, melainkan juga bagi seluruh rakyat Indonesia yang kita cintai.”

Kegelisahan

Surat itu menggambarkan kegelisahan seorang Jumhur muda yang sedang mengalami perubahan dan gejolak jiwa. Kegetiran dan harapan yang berkecamuk dari balik sangkar besi. Kepahitan yang dirasa oleh seorang pemuda usia 20-an tahun, di sebuah negeri di mana tidak sedikit harapan dan impian anak muda selalu menemui jalan buntu dan tak jarang berakhir tragis.

Membaca Surat-surat dari Penjara (Bende Press, 2000), tak sedikit pun nada kecengengan atau keinginan Jumhur muda untuk dikasihani. Ini juga menggambarkan wataknya.

“Mungkin Anda tahu bahwa sampai sekarang saya masih berada di balik terali besi, tetapi saya tidak meminta Anda agar mengasihani saya. Sudah cukup bagi saya jika Anda mau memahami mengapa peristiwa itu sampai terjadi. Cukup Anda memahami, betapa represifnya penanganan terhadap diri saya,” demikian Jumhur menulis surat dari Rutan Kebon Waru, Bandung, pada 5 Agustus 1990, persis untuk mengenang setahun Peristiwa 5 Agustus.

“Sekali lagi, saya tidak ingin Anda mengasihani saya. Karena saya begitu yakin dan serius dengan apa yang saya lakukan,” tegas Jumhur.

Watak ini tampaknya tidak hanya dibentuk oleh tempaan keluarga dan lingkungannya, tetapi mungkin sedikit-banyak juga dipengaruhi oleh bacaan-bacaannya, terutama selama dalam tahanan.

Ia melahap berbagai bacaan yang membuat ide-idenya penuh dengan benturan. Ini terlihat jelas dari kandungan surat-suratnya selama dalam penjara. Ide-ide utopis yang kadang-kadang berbenturan secara tajam dengan realitas kehidupan. Namun, Jumhur tidak menyerap begitu saja apa yang ia baca. Ia selalu membenturkannya dengan realitas yang ia hadapi. Di sini ia tampak reflektif.

“Selama 31 bulan dalam penjara, pilihan produktif yang mungkin dilakukan hanyalah membaca, menulis serta mengajar para narapidana yang masih buta huruf,” demikian tulis Jumhur dalam Pengantar Surat-surat dari Penjara.

Sosok pemikiran Jumhur muda lebih memperlihatkan dirinya sebagai humanis-radikal. Terkesan ia tak mengenal kompromi. Sikap kritisnya selalu bermuara pada kata kemanusiaan, kepedulian pada rakyat, nasib para petani yang tanahnya digusur, atau kepahitan hidup para buruh yang gajinya tak bisa mencukupi hidup seminggu. Khas suara mahasiswa era 80-an dan 90-an. Di masa Orde Baru, ini menyolok dan disaksikan Jumhur di pelupuk matanya. Rupanya, semangat kerakyatan inilah yang nanti mengantarnya ke bui.

Di tengah kegelisahannya itu Jumhur tak sendirian. Begitu banyak anak muda seusianya yang bermandi lumpur bersama rakyat untuk mengubah nasib mereka. Bedanya, Jumhur bersuara lantang terhadap kekuasaan yang waktu itu tampak angker dan ditakuti. Karena itu, “peristiwa 5 Agustus”, yang menjebloskan Jumhur dan teman-temannya ke bui, menjadi bermakna sebagai perlawanan yang berani dan lantang terhadap rezim yang korup dan menindas.

Jumhur juga ditempa oleh dunia akivisme yang menjadi bagian darah hidupnya. Ia tidak hanya aktif di organisasi internal kampus, di ITB waktu itu, tetapi ia juga aktif dalam berbagai gerakan mahasiswa. Namun, ia tidak hanya aktif dalam organisasi dan gerakan, ia juga menuliskan apa yang ia pikirkan dan rasakan.

“Dari penjara saya sesekali menulis artikel dengan nama samaran ke koran-koran untuk menuangkan apa yang saya pikirkan dan untuk mengkritik kekuasaan,” kata Jumhur menceritakan bahwa ia sering menitipkan tulisannya ke wartawan yang tengah berkunjung atau meliput selama ia dalam tahanan.

Dengan menulis, kegelisahan Jumhur sedikit tersalurkan. Dengan begitu suaranya bisa didengar, dikritik, dan dibicarakan. Tetapi dengan menulis juga, sebenarnya membuat idenya diabadikan dan dikenang, minimal, oleh orang-orang dekat, yang ia cintai dan mencintainya. Ya, Jumhur beruntung, ia didukung oleh keluarganya, terutama ibu dan bapaknya, yang dengan segala pengorbanan dan kekuatan doanya telah mengikhlaskan pilihan hidup anaknya.

Sejak mahasiswa di tahun-tahun awal, Jumhur begitu terpesona untuk “menjadi manusia yang sangat sadar”, sehingga pantas disebut sebagai “kaum intelektual pembaruan”. Di sini ia ingin mengingatkan bahwa kita (baca: mahasiswa) harus sadar dengan ilmu yang dimilikinya. “Sebab jika sedikit saja Anda lengah, Anda akan terjebak oleh keadaan yang membuat Anda terasing dari realitas sosial yang ingin Anda ubah itu,” tegas ayah dari Ahmad Moqtav Hidayat (1,8 thn) ini.

“Kelengahan itu bisa menyebabkan pikiran-pikiran dan ide-ide pembaruan Anda berada pada gerbang perubahan, tetapi akhirnya Anda tidaklah melakukan apa-apa untuk suatu perubahan, dan ini berarti Anda telah kalah. Sudah menjadi tugas Anda untuk merefleksikan terus-menerus antara pikiran dengan realitas sosialnya, dan jadilah Anda manusia terdepan di dalam gerbang perubahan itu,” tulis Jumhur.

Jumhur berkali-kali menulis surat dan mengatakan dengan lantang bahwa ia membenci ideologi pragmatisme. Beberapa aktivis yang seangkatan dengannya bertanya-tanya, apakah Jumhur masih konsisten atau sudah larut dalam ‘ideologi’ yang dulu hendak di lawannya?

Hanya Jumhurlah yang tahu jawabannya. Namun, tekadnya tak banyak berubah. Kepada Biografi Politik, ia mengatakan dengan penuh keyakinan bahwa perubahan sosial jangan diartikan secara sempit sebagai pergantian pimpinan nasional semata. Baginya, pergantian kekuasaan yang tak disertai pergantian atau perubahan struktur atau sistem menjadi kurang bermakna.

Suara itu masih lantang, minimal tak banyak berubah dari baris-baris catatan penjaranya, yang ia tulis ketika usianya masih cukup muda, 20-an tahun. Masa usia, ketika banyak generasi kini yang justru hanya menjadi pendukung “budaya mall” dan “budaya sinetron” yang banal. Pada usia seperti itu, Jumhur justru berteriak lirih, “Nurani adalah matahari/ Nurani adalah kompas kehidupan/ Nurani adalah guru segala zaman…” ***

Dijumput dari: http://idisubandyibrahim.blogspot.com/search/label/Majalah%20Biografi%20Politik%20edisi%20khusus%20kemerdekaan%20RI%2064

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar