Selasa, 09 Oktober 2012

Kisah Peminggiran Masyarakat Desa

M. Harya Ramdhoni Julizarsyah *
Lampung Post, 6 Des 2009

“INDONESIA, di mana itu? Seperti sekelumit kisah di Sangir,” Gora mengerenyitkan dahi diikuti tawa Dagu. Mereka berdua tertawa bersama-sama. (Dyah Merta, 2007:189).

Peri Kecil di Sungai Nipah adalah sebuah kisah tentang orang-orang biasa dengan penghidupan yang sederhana. Namun, novel ini menjadi tidak biasa ketika penulisnya, Dyah Merta, sukses membangun alur yang menarik disertai perwatakan yang kuat dari setiap pelaku. Dyah Merta, penulis kelahiran Ponorogo, Jawa Timur, 21 Juli 1978. Ia sempat kuliah di FKIP Bahasa Indonesia Unila dan merupakan salah seorang dari 100 Tokoh Terkemuka Lampung versi Lampung Post.

Peri Kecil di Sungai Nipah menceritakan sebuah keluarga terpandang pemilik perkebunan tebu di Desa Sangir yaitu keluarga Karyo Petir. Ia memiliki dua orang anak Dagu dan Gora hasil dari perkawinannya dengan seorang perempuan bernama Dalloh. Tokoh-tokoh lain di dalam novel itu adalah para pekerja yang turut tinggal bersama keluarga Karyo Petir seperti Kerapu, Genuk dan bibi Kasemi.

Pembangunanisme Orba

Peri Kecil di Sungai Nipah berlatar-belakang awal berdirinya Orde Baru (Orba) dan konsolidasi ekonomi politik yang terjadi setelah itu. Novel ini mencoba merekonstruksi ingatan kita bersama terhadap watak ideologi pembangunanisme dan usaha-usaha yang dilakukan Orba untuk memperkenalkan gagasannya tersebut.

Prolog dari sosialisasi istilah “pembangunan” di desa itu ialah dibangunnya sebuah helipad di tengah ladang jagung Wak Jo, salah seorang tokoh di desa Sangir, yang saat itu dipenuhi jagung siap panen. Sekelompok kecil orang berhasil membujuk Wak Jo agar merelakan tanahnya dibangun helipad untuk pendaratan helikopter yang akan membawa pak menteri. Orang-orang tersebut membawa uang banyak untuk Wak Jo. Mereka adalah orang-orang besar sahabat penguasa. Wak Jo merasa girang hatinya mendapat banyak uang tanpa harus memanen jagung. (Dyah Merta, 2007:90).

Pak menteri yang ditunggu warga Desa Sangir akhirnya datang dengan menumpang helikopter. Gora menyebut benda itu sebagai “capung raksasa”. Ketibaan pak menteri dengan menumpang raksasa menarik perhatian seluruh penduduk Desa Sangir. Orang-orang berkumpul memenuhi bekas ladang Wak Jo yang melebar sebagai lapangan. Seluruh penduduk gembira menyambut kedatangan pak menteri. Warga yang berbondong-bondong datang ke bekas ladang Wak Jo baru menyadari bahwa lelaki yang disebut pak menteri adalah seorang lelaki setengah tua dan botak. Pak menteri meminta masyarakat mendukung rencana “pembangunan” pemerintah pusat. Istilah “pembangunan” kemudian mulai dikenal oleh masyarakat Desa Sangir. Kosakata aneh itu perlahan-lahan menyihir seluruh warga tua dan muda.

Setelah kedatangan pak menteri, warga Desa Sangir mulai disuguhi dengan beragam aktivitas asing yang disebut-sebut sebagai usaha pemerintah untuk “memajukan” Desa Sangir. Ritual “pembangunan” dimulai dengan ledakan tanda dimulainya pendirian sebuah waduk yang disambut gegap gempita seluruh penduduk. Ledakan tersebut diikuti dengan pembangunan barak-barak di sekitar lapangan bekas ladang Wak Jo. Barak-barak yang tengah dibangun itu kelak ditinggali oleh beberapa puluh orang tentara. Pada sisi lain barak ditinggali oleh para kuli bangunan yang didatangkan dari tempat yang jauh. Beberapa minggu kemudian banyak buldoser tiba di desa Sangir. Jalan-jalan di desa itu diperlebar dan diratakan. Kepala desa mengatakan kepada para penduduk bahwa Desa Sangir tengah mengalami pembangunan dari desa menuju kota.

Pembangunan barak-barak militer digambarkan Dyah sebagai bentuk lazim persekutuan segitiga antara penguasa otoriter, pengusaha, dan kaum bersenjata dalam mengamankan praktek-praktek pembangunanisme yang menghalalkan segala cara. Pembangunan terhadap Desa Sangir memerlukan modal yang tidak sedikit. Kapital yang diperlukan itu berasal dari pengusaha atau pihak kapitalis. Pada titik ini kaum kapitalis menuntut pengertian negara Orde Baru untuk memudahkan prosedur birokrasi dan jaminan keselamatan modalnya. Hal ini bisa sukses dilakukan apabila negara memfasilitasi kemudahan investasi modal dengan melibatkan tentara sebagai penjaga akumulasi kapital. Persekutuan segitiga antara negara Orde Baru, pemodal dan tentara tersebut digambarkan secara apik oleh Dyah Merta.

Marginalisasi Masyarakat Desa

Membaca Desa Sangir dari perspektif Dyah Merta adalah seperti membaca riwayat panjang penindasan dan penghisapan terhadap rakyat Indonesia sejak zaman feodalisme, kolonialisme hingga masa pemerintahan Orde Baru Soeharto. Desa Sangir dan warganya adalah objek penindasan dan penghisapan tiada tara yang dilakukan oleh kapitalis-kapitalis besar “sahabat penguasa”. Sebelum kedatangan pak menteri yang diikuti pembangunan waduk di Sungai Nipah dan pembangunan pabrik gula masyarakat Desa Sangir hidup tenteram, sejahtera, dan aman. Sebagaimana Dyah Merta (2007:91) menuturkan:

“Sungai Nipah adalah sungai besar yang selama ini menumbuhkan tak hanya gambut dan rumput, ikan-ikan seperti terbang dan jatuh ke talam hanya dengan duduk di tepian, juga umbi dan tebu bermunculan karena aliran sungai itu. Sungai yang membuat masyarakat Sangir selalu memiliki senyum paling manis di samping mereka memiliki kebun gula yang manis.”

Ketenteraman dan keindahan Desa Sangir dan Sungai Nipah hilang dalam sekejap. Sungai Nipah yang dulu menjadi sumber nafkah para nelayan kecil telah diledakkan dan berganti wujud menjadi waduk raksasa yang nyaris menenggelamkan desa Sangir. Ikan-ikan yang berterbangan lindap di dalam lumpur sungai itu. Kebun gula yang menghampar luas di Desa Sangir pun telah bertukar wujud menjadi pabrik tebu yang dimiliki perseorangan. Petani tebu terhimpit oleh keberadaan pabrik gula tersebut. Mereka tidak dapat lagi mencicipi manisnya harga tebu karena pabrik tebu telah memonopoli harga jual tebu dan memaksa para petani menjual tebunya dengan harga murah. Perlahan-lahan senyum paling manis yang dimiliki warga desa Sangir pun melenyap menjadi tangisan yang mengharu-biru.

Eksistensi masyarakat Desa Sangir yang terpinggirkan dan terlupakan oleh penguasa dan pemodal sangat bertentangan dengan kondisi desa mereka yang mulai menampakkan kemajuan secara fisik. Pabrik tebu telah pun menggantikan penggilingan tebu secara sederhana. Apabila dulu penggilingan tebu dilakukan dengan menaruh dua tabung kayu yang diputar oleh seekor sapi dengan perantaraan sebuah roda gigi dan sebuah poros sepanjang 4,5 meter maka proses mesinisasi telah mempercepat proses penyaringan sari tebu menjadi sebanyak dua kali lebih cepat dibandingkan sebelumnya.

Kapitalisme dan mesin memang memudahkan segala proses teknikal yang selama ribuan tahun dikerjakan manusia melalui gilda-gilda sederhana. Kemajuan pesat teknologi dan industri kapitalis telah mereduksi tenaga puluhan orang menjadi tenaga sebuah mesin saja. Hal itu yang terjadi di Desa Sangir. Proses mesinisasi telah mempercepat dan memudahkan segalanya, tetapi hal itu juga yang menjadi sebab terpinggirnya masyarakat desa tersebut. Pabrik yang didirikan telah memangsa tanah-tanah subur milik penduduk setempat. Selain itu keberadaan pabrik juga secara nyata tidak memberikan kesejahteraan bagi penduduk desa Sangir karena pabrik tebu tersebut lebih memilih mengimpor tenaga buruh murah dari tempat yang jauh.

Proyek pembangunan di Desa Sangir juga menerbitkan teror-teror yang sengaja dimunculkan. Teror-teror itu dialamatkan kepada sekelompok orang yang berwawasan kritikal yang merasa tidak puas dengan keadaan di Desa Sangir. Mereka juga mengorganisasi buruh pabrik tebu untuk melakukan demonstrasi menuntut kenaikan upah dan perbaikan fasilitas. Salah seorang korban dari upaya-upaya represif penguasa adalah Dagu, putra pertama Karyo Petir. Dagu dibunuh secara sadis setelah diseret dari tempat persembunyiannya. Ia didakwa sebagai musuh pemerintah dan pihak kapitalis karena menghasut warga desa Sangir untuk tidak menjual rendeman tebu kepada pabrik tebu. Tahap-tahap penangkapan dan pembunuhan atas Dagu merupakan tipikal pembunuhan politik ala Orde Baru.

Penyiksaan dan pembunuhan yang dialami Dagu nampak berlebihan namun kejadian seperti itu bukan merupakan suatu hal yang mustahil terjadi di sebuah negara otoriter seperti Orde Baru. Pembunuhan politik terhadap Dagu yang dilakukan secara telanjang mengingatkan kami pada teror-teror dan pembunuhan politik dalam riwayat politik raja-raja Jawa. Perbuatan sadis itu pernah dilakukan oleh raja Mataram Amangkurat I yang secara sadis membantai ratusan ulama Islam.

Kekuasaan Jawa yang bersifat mutlak dan tidak boleh terbagi mesti menjaga kewibawaannya dari bermacam gugatan dan ancaman. Pemilik kekuasaan Jawa yang bersifat mutlak ini mesti merespon segala macam perlawanan itu secara betul, efektif, dan efisien. Respons harus dilakukan secara betul tanpa kesalahan sedikit pun. Respons juga mesti dilaksanakan secara efektif dan efisien agar dapat menghemat waktu dan tenaga. Penyiksaan terhadap Dagu telah memenuhi ketiga kriteria tersebut. Pembunuhan dilakukan secara betul dengan tujuan menghancurkan dalang kekacauan. Pembunuhan dilakukan secara efektif dan efisien dengan tujuan meneror masyarakat untuk tidak sekalipun mengulang dosa-dosa Dagu terhadap penguasa. Soeharto sendiri pernah berkata bahwa ia tidak akan ragu-ragu menindak siapa pun yang berniat mengusik kekuasaannya.

Penutup

Apa yang dilakukan oleh pembangunanisme Orde Baru di desa Sangir adalah “pembangunan kemunduran“ sepertimana dipaparkan oleh Paul Baran. Rezim Orde Baru memang telah sukses membangun desa itu secara fisik namun secara mental masyarakat desa Sangir mengalami kemunduran. Desa yang semula dihidupi dengan cinta, kasih sayang dan tenggang rasa kemudian berubah menjadi perkampungan tanpa moralitas. Hal ini disebabkan oleh kapitalisme yang telah mereduksi segalanya. Saiful Arif (2000) mengatakan apabila semuanya direduksi dan dipahami sebagai kapital, maka disanalah sebenarnya pereduksian nilai-nilai sosial, cita-cita nasional dan kehidupan yang sejahtera sedang terjadi. Nilai-nilai yang dahulu kerap akrab menyapa, kini berganti dengan sistem nilai baru yang menempatkan rekayasa individu dan pemilikan kapital sebagai tuan.

Pembangunan kemunduran yang dialami desa Sangir menyeret masyarakat desa menuju metamorfosis yang asing dan absurd. Itulah anak haram bernama pembangunanisme. Anak haram itu bukan hanya meminggirkan warga desa Sangir namun juga telah meruntuhkan derajat mereka hanya sebagai buruh upahan yang dibayar (Karl Marx, 1978). Pembangunanisme merubah orang-orang yang bertahan di Sangir serupa kaum hamba yang pendiam dan penurut. Mereka hidup di pinggiran dengan mengais-ais sampah dan menjadi penonton pasif roda kapital yang dengan rakus terus berputar. Pergerakan modal yang dahsyat dengan mengatasnamakan pembangunan telah merampas setiap remah-remah mimpi, kehidupan, kebebasan dan hak alamiah mereka atas air dan tanah. Segala hal yang selama ratusan tahun dimiliki secara percuma oleh seluruh warga desa Sangir kini berubah menjadi properti yang dijual-belikan. Sangir dan masa depannya telah dikorbankan demi ambisi-ambisi kaum kapitalis yang berwatak munkar.

*) M. Harya Ramdhoni Julizarsyah, staf Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung, kandidat Ph.D. Ilmu Politik Universitas Kebangsaan Malaysia
Dijumput dari: http://ulunlampung.blogspot.com/2009/12/apresiasi-kisah-peminggiran-masyarakat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar