Widhyanto Muttaqien
Jejak (sebelum) Malkan
Kebutuhan
akan sebuah puisi mungkin terletak pada menemukan sesuatu yang tak
terduga. Manusia yang selalu ingin memastikan sesuatu melepas dahaganya
pada puisi yang datang dengan segenap perbedaan. Sejak penyair mulai
'disamakan', 'diidentifikasikan--identik dengan', maka dahaga tersebut
tidak jadi pupus. Ketakterdugaan pada bait-bait puisi itulah yang
menyebabkan puisi bertenaga, kekuatan metafora melahirkan tafsir yang
berbeda di benak pembaca. Simak dua kalimat berikut ini.
Istriku hamil. Ia melahirkan selembar cermin (Anak, 2009)
Anak
adalah cermin. Begitu yang selalu diucapkan pepatah. Puisi ini kemudian
bertutur tentang bagaimana punggung sibuk membaca karena sebagaimana
'yang lalu' dituntun untuk menjauh dari 'sejarah sepatu'. Hanya karena
anak adalah waktu-kini. Anak adalah waktu-kini yang dipunggungku menjadi
unggun, cerminku juga ada pada waktu-lalu, yang terus menyala tak juga
jadi abu . Yang ditiru dan meniru saling bercakap-cakap seperti dua buah
cermin berhadapan. Puisi memberikan kebebasan atas interpretasi bagi
pembaca, 'metafora' akan hilang ketika penyair mulai kepayahan untuk
mempertahankan apa yang ia mulai dengan deskripsi metafora (baca:
semacam afirmasi atau keterangan atas metafora tersebut) dengan
deskripsi tebal.
Keberbedaan yang ingin disampaikan oleh penulis dengan metafora yang ia ciptakan, bisa dilihat dari bait puisi berikut. tapi bila kau mencari puisi/disini kita bisa saling menelanjangi/bisa saling raba dan menerima perbedaan yang abadi (Don't
Cry For Me, Fashionista!, 2009). Tanpa menuliskan banyak hal tentang
puisi, penulis mendeskripsikan keberbedaan dengan saling-menelanjangi.
Penulis menjadikan proses berpuisi dengan menemukenali bahwa mencari
sesuatu yang Ideal, jika itu diidentifikasikan dengan Diri (Self) mesti melibatkan yang Lain/(Other),
sehingga yang Ideal itu bisa berterima dengan Diri dan membentuk tubuh
sosial yang kebetulan carut-marut dibayangkan oleh penulis.
Kata-kata
metafora dalam puisi ini, tentu saja memiliki berbagai jejak. Metafora
'asal' dalam sajak penulis melukiskan bawah-sadar, masa kecil, membangun
dunia. Walaupun dengan meminjam istilah Derrida (dalam Fayyadhl, 2005)
'jejak itu' sungguh-sungguh absen dalam kehadiran, artinya ia ada karena
ketidakmengadaannya. Kita yang datang jauh dari pelosok rasa gatal untuk mencipta kembali keajaiban-keajaiban masa kecil (Pantai Tambak, 2009).
Penulis
memainkan kesadaran 'mengenali-dirinya' ini dengan memperlihatkan bahwa
tidak seluruhnya 'diri' hadir dan merdeka dari jejak-jejak yang lalu,
wajar jika kemudian penyair seringkali 'diidentikan dengan
(pengekor/penyair lain)'. Yang dianggap ideal itulah yang bisa
menyingkap jejak. Saat dalam kekhusukan berak aku menjadi mata
raksasa yang memelototi jejak-jejak cerita dalam benakku sendiri/aku
bangun ada rasa ngilu di sekujur ruang, ada rasa rindu di sepanjang
waktu (Di WC, 2009). Berbeda dengan penyair lain yang terkadang membuatkan 'kado', salut (salutation)
bagi pendahulunya, atas kehadiran mereka dalam teks puisi, maka penulis
tidak melakukan itu lewat puisi-puisinya. Kehadiran 'para pendahulu'
mesti dibongkar lewat tradisi, semisal penggunaan diksi. Para pendahulu
yang dulu dianggap sebagai data (sebut saja artefak) bisa langsung hadir
dalam kekinian, seperti tafsir saya atas hadirnya masa lalu dalam
kini-disini pada puisi 'Anak'. Dalam Kumpulan Puisi Lidah Bulan ini,
impresi masa pendahulu hadir terutama dalam tahun-tahun pembuatan
2005-2007. Setelahnya, identitas Malkan hadir, mulai menyatu dengan
semestanya sendiri.
Puisi Malkan
Kita bisa membaca metafora yang diciptakan Malkan, seperti pada puisi berikut
laut demikian penuh bujuk/pulang yuk Edu,/Ada laut yang harus kuhidupkan di ranjangku(Pantai Ngliyep, 2009). Puisi mengalami puncak pada laut yang penuh bujuk dan kuhidupkan di ranjangku.
Metafora seperti hadir tidak dalam puisi yang sifatnya terlalu
deskriptif, sehingga panjang dan pendeknya puisi mestilah memperhatikan
eskalasi, kulminasi pada ide puitiknya. Bugeja (1994) menyatakan bahwa
kenikmatan puisi dapat tercipta bukan pada kemampuan membuat analisa
deskripsi atau observasi, namun pada epipani (epiphany) atau pengalaman puncak (peak experience).
Epipani
adalah momen penyingkapan dimana pikiran telah menyatu dengan semesta .
Dimana seseorang telah berhasil melewati suatu krisis dalam hidupnya,
dengan mengambil sebuah keputusan. Sedangkan pengalaman puncak adalah
momen penyingkapan dimana tubuh menyatu dengan semesta, biasanya
terjadi saat seseorang telah berhasil mencapai suatu target dalam
hidupnya atau bertahan dalam situasi sulit. Beda epipani dengan
pengalaman puncak adalah dalam pengalaman puncak semua sumberdaya yang
dimiliki manusia bekerja (hati, pikiran, tubuh) dengan fokus pada
kepuasan tubuh, sedangkan dalam epipani pikiran dan niat yang
dipuaskan. Puisi berikut memperlihatkan bagaimana pikiran dapat membuat
suatu hal yang biasa saja menjadi sebuah epipani.
Di sebuah bola,
kau tak tahu benar di mana semua berawal
Di sebuah bola
Mungkin memang tak ada yang benar-benar berakhir (Catatan Perjalanan Seorang Bohemian, 2009)
Puisi
di atas memperlihatkan bagaimana sebuah bola, mungkin sebuah dunia yang
serba mungkin atau dunia yang tidak memerlukan penandaan awal dan
akhir, dunia yang dipikirkan oleh penulis. Mungkin sajak untuk dirinya
sendiri, yang kini tak bisa berpura-pura menjadi bocah yang tak pelik.
Sesuatu, apapun itu mestilah dipikirkan dan pendewasaan atas penulisan
sajak memiliki beban, setidaknya membebani pikiran si penulisnya, beban
itu untuk disikapi, dan bagimanapun Malkan yang bukan bocah lagi, ia
harus menentukan sikap terhadap kediriannya sekarang.
Tapi sekuntum uban mekar di taman ubunku,
dan akupun belajar keras untuk tak percaya,
bahwa aku telah menjadi sepotong senja (Anak Kenangan, 2009)
Sedangkan
pengalaman puncak dapat saja menarasikan hal-hal yang sifatnya
sederhana. Sesuatu yang kelihatan remeh, simak sajak berikut. Pagi mekar di sebuah pot batu/dan memperkenalkan segala yang tak mustahil bagi mata (Denpasar, 2009).
Atau sajak berikut,
Dan matahari,
dengan godam cahayanya memaksamu membuat tenda (Musim Panen, 2009)
Pengalaman
tubuh ini begitu sederhana namun menciptakan metafora yang (mungkin)
akan menjadi khas Malkan. Pengalaman puncak inilah yang membuat
perbedaan penggunaan diksi antara Puisi Malkan 2009 dengan sebelumnya.
Sebelumnya puisi-puisi Malkan penuh dengan metafora kosmopolit dengan
benda-benda, ikon teknologi, dan narasi yang berjejalan dan nampak
saling sengkarut. Puisi The Fly: Ode Dari Sebuah Tong Sampah (tertanda
2007) misalnya bercerita tentang supergrup U2, menyisakan tanya bagi
pembaca (saya), karena begitu banyak ide yang ingin diungkapkan. Atau
Mars Pemulung (tertanda 2007) ide dan metafora yang digunakan tidak
sederhana dalam penyajian tekstual. Yang menurut saya, jejalan kata
(baca: ide) tersebut menggerogoti seluruh bangunan puisi.
Salah satu puisi sebelum tahun 2009 yang sesuai dengan pisau Bugeja tentang epipani dan pengalaman puncak adalah puisi berikut. Di
rumah ini jangan mengkawatirkan bakal macetnya suplai airmata/rasanya
rumah ini memang tidak akan pernah kehabisan pasokan luka (Rumah
Duka, 2005). Puisi ini menarik jika dipotong. Ia menjadi tidak terlalu
banyak menyuguhkan ide, atau kata-kata yang dapat mengacaukan
keseluruhan bangunan puisi.
Ironi Malkan
Puisi-puisi
Malkan banyak bercerita tentang tubuh sosial. Kehidupan sebagai ironi,
bahkan dalam sebuah peristiwa sederhana dan biasa seperti dalam
puisinya. Tapi, ah begitu sukarnya mempercaya/bahkan andai kau tak kurang telanjang (Sajak
Pengantin, 2009). Sajak pengantin ini termasuk puisi pendek dalam
kumpulan puisi Malkan yang enak untuk membicarakan sebuah ironi. Baris
sebelumnya adalah sebagai berikut.
Aku menyelami matamu
menjajagi kemungkinan berbagi dendam di satu ranjang,
di atas janji tak akan menyerah pada bosan.
Tapi, ah begitu sukarnya mempercaya
bahkan andai kau tak kurang telanjang
Kata-kata
yang dicetak miring adalah ironi dimana pasangan pengantin yang baru
berjanji, dipaksa untuk percaya. Aku lirik bercakap-cakap pada dirinya
ketika melihat 'ketelanjangan' pasangannya-metafora untuk kejujuran,
keterusterangan, yang masih menyisakan sangsi-apakah janji mungkin
ditepati. Dan ironi kedua tentang kata cinta, digantikan dengan kata
'dendam' sebuah ironi yang ingin menekankan 'cinta' itu sendiri, jika
dendam menimbulkan luka, bagaimana dengan cinta ketika dibagi di satu
ranjang, Malkan memudahkan pembaca dengan sajak ironi seperti ini.
Secara sosial hal ini dapat dipertanyakan apakah memang demikian, kita
menjadi lebih dekat dengan hal-hal yang sifatnya berlawanan dari apa
yang kita inginkan. Simak puisi berikut.
"aku dari
pelosok keluguan sayang. tak ada listrik disana dan orang tak
mencemaskan politik. kami mungkin saling memangsa dan melukai, tapi
tidak dengan kerakusan dan tipuan licik. jadi katakan atas nama apa
kalian hendak memangsa kami? cinta? rasa lapar? cinta adalah rasa
lapar?/ ini kewarasan Dali agaknya. sedikit mendekati ketidakwarasanku
yang tak tertanggulangi. (Bright Morning, 2007)
Puisi
ini menggambarkan apa yang disebut sebagai dramatik ironi. Dimana
sebuah 'keluguan' mengakui kebiasaan 'saling memangsa dan melukai' dan
keluguan yang demikian disetarakan Malkan dengan kewarasan seorang
Dali. Tubuh sosial seperti ini akan menarik jika diperbincangkan lebih
jauh. Membaca suatu ironi (yang memiliki sifat berlawanan/opposite)
dalam puisi ini, memperjelas suasana dramatik yang dibangun, dan
sajak-sajak Malkan rata-rata memiliki ciri dramatik seperti ini, yang
mengandung unsur pembangun suasana, kejutan, dan resolusi/pengakhiran (preparation, suspension, and resolution).
Saya
memilih puisi Lukisan di Sebuah Museum Yang Penuh Bau Sperma sebagai
puisi yang paling mewakili majas ironi dalam kumpulan ini. Kenapa lukaku yang masih berdarah dan mulai mengeluarkan nanah ini tak membuat kuasmu jatuh cinta?
(Lukisan di Sebuah Museum Yang Penuh Bau Sperma, 2009). Resolusi yang
dilakukan oleh Malkan mewakili verbalisme yang masih juga tidak dipahami
oleh sebagian orang dimana pertanyaan tersebut dialamatkan. Inipun
sebuah ironi, mengingat kebebalan yang demikian telanjang
dipertontonkan, Malkan secara naluriah membedakan manusia satu dengan
lainnya bukan dari sifatnya yang predator, tapi pada kadar kerakusan dan
kelicikannya.
Tabik,
Widhy Sinau (Widhyanto Muttaqien).
Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/malkan-junaidi/dunia-malkan/373577096018602
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Senin, 08 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar