Senin, 08 Oktober 2012

DUNIA MALKAN

Widhyanto Muttaqien

Jejak (sebelum) Malkan

Kebutuhan akan sebuah puisi mungkin terletak pada menemukan sesuatu yang tak terduga. Manusia yang selalu ingin memastikan sesuatu melepas dahaganya pada puisi yang datang dengan segenap perbedaan. Sejak penyair mulai 'disamakan', 'diidentifikasikan--identik dengan', maka dahaga tersebut tidak jadi pupus. Ketakterdugaan pada bait-bait puisi itulah yang menyebabkan puisi bertenaga, kekuatan metafora melahirkan tafsir yang berbeda di benak pembaca. Simak dua kalimat berikut ini.

Istriku hamil. Ia melahirkan selembar cermin (Anak, 2009)

Anak adalah cermin. Begitu yang selalu diucapkan pepatah. Puisi ini kemudian bertutur tentang bagaimana punggung sibuk membaca karena sebagaimana 'yang lalu' dituntun untuk menjauh dari 'sejarah sepatu'.  Hanya karena anak adalah waktu-kini. Anak adalah waktu-kini yang dipunggungku menjadi unggun, cerminku juga ada pada waktu-lalu, yang terus menyala tak juga jadi abu . Yang ditiru dan meniru saling bercakap-cakap seperti dua buah cermin berhadapan.  Puisi memberikan kebebasan atas interpretasi bagi pembaca, 'metafora' akan hilang ketika penyair mulai kepayahan untuk mempertahankan apa yang ia mulai dengan deskripsi metafora (baca: semacam afirmasi atau keterangan atas metafora tersebut) dengan deskripsi tebal.

Keberbedaan yang ingin disampaikan oleh penulis dengan metafora yang ia ciptakan, bisa dilihat dari bait puisi berikut. tapi bila kau mencari puisi/disini kita bisa saling menelanjangi/bisa saling raba dan menerima perbedaan yang abadi (Don't Cry For Me, Fashionista!, 2009). Tanpa menuliskan banyak hal tentang puisi, penulis mendeskripsikan keberbedaan dengan saling-menelanjangi. Penulis menjadikan proses berpuisi dengan menemukenali bahwa mencari sesuatu yang Ideal, jika itu diidentifikasikan dengan Diri (Self) mesti melibatkan yang Lain/(Other), sehingga yang Ideal itu bisa berterima dengan Diri dan membentuk tubuh sosial yang kebetulan carut-marut dibayangkan oleh penulis.

Kata-kata metafora dalam puisi ini, tentu saja memiliki berbagai jejak. Metafora 'asal' dalam sajak penulis melukiskan bawah-sadar, masa kecil, membangun dunia. Walaupun dengan meminjam istilah Derrida (dalam Fayyadhl, 2005) 'jejak itu' sungguh-sungguh absen dalam kehadiran, artinya ia ada karena ketidakmengadaannya. Kita yang datang jauh dari pelosok rasa gatal untuk mencipta kembali keajaiban-keajaiban masa kecil (Pantai Tambak, 2009).

Penulis memainkan kesadaran 'mengenali-dirinya' ini dengan memperlihatkan bahwa tidak seluruhnya 'diri' hadir dan merdeka dari jejak-jejak yang lalu, wajar jika kemudian penyair seringkali 'diidentikan dengan (pengekor/penyair lain)'.  Yang dianggap ideal itulah yang bisa menyingkap jejak.  Saat dalam kekhusukan berak  aku menjadi mata raksasa yang memelototi jejak-jejak cerita dalam benakku sendiri/aku bangun ada rasa ngilu di sekujur ruang, ada rasa rindu di sepanjang waktu (Di WC, 2009). Berbeda dengan penyair lain yang terkadang membuatkan 'kado', salut (salutation) bagi pendahulunya, atas kehadiran mereka dalam teks puisi, maka penulis tidak melakukan itu lewat puisi-puisinya. Kehadiran 'para pendahulu' mesti dibongkar lewat tradisi, semisal penggunaan diksi. Para pendahulu yang dulu dianggap sebagai data (sebut saja artefak) bisa langsung hadir dalam kekinian, seperti tafsir saya atas hadirnya masa lalu dalam kini-disini pada puisi 'Anak'. Dalam Kumpulan Puisi Lidah Bulan ini, impresi masa pendahulu hadir terutama dalam tahun-tahun pembuatan 2005-2007. Setelahnya, identitas Malkan hadir, mulai menyatu dengan semestanya sendiri.

Puisi Malkan

Kita bisa membaca metafora yang diciptakan Malkan, seperti pada puisi berikut
laut demikian penuh bujuk/pulang yuk Edu,/Ada laut yang harus kuhidupkan di ranjangku(Pantai Ngliyep, 2009).  Puisi mengalami puncak pada laut yang penuh bujuk dan kuhidupkan di ranjangku. Metafora seperti hadir tidak dalam puisi yang sifatnya terlalu deskriptif, sehingga panjang dan pendeknya puisi mestilah memperhatikan eskalasi, kulminasi pada ide puitiknya. Bugeja (1994) menyatakan bahwa kenikmatan puisi dapat tercipta bukan pada kemampuan membuat analisa deskripsi atau observasi, namun pada epipani (epiphany) atau pengalaman puncak (peak experience).

Epipani adalah momen penyingkapan dimana pikiran telah menyatu dengan semesta . Dimana seseorang telah berhasil melewati suatu krisis dalam hidupnya, dengan mengambil sebuah keputusan. Sedangkan pengalaman puncak adalah momen penyingkapan  dimana tubuh menyatu dengan semesta, biasanya terjadi saat seseorang telah berhasil mencapai suatu target dalam hidupnya atau bertahan dalam situasi sulit. Beda epipani dengan pengalaman puncak adalah dalam pengalaman puncak semua sumberdaya yang dimiliki manusia bekerja (hati, pikiran, tubuh) dengan fokus pada kepuasan tubuh, sedangkan dalam epipani pikiran dan niat  yang dipuaskan. Puisi berikut memperlihatkan bagaimana pikiran dapat membuat suatu hal yang biasa saja menjadi sebuah epipani.

Di sebuah bola,
kau tak tahu benar di mana semua berawal

Di sebuah bola
Mungkin memang  tak ada yang benar-benar berakhir  (Catatan Perjalanan Seorang Bohemian, 2009)

Puisi di atas memperlihatkan bagaimana sebuah bola, mungkin sebuah dunia yang serba mungkin atau dunia yang tidak memerlukan penandaan awal dan akhir, dunia yang dipikirkan oleh penulis. Mungkin sajak untuk dirinya sendiri, yang kini tak bisa berpura-pura menjadi bocah yang tak pelik. Sesuatu, apapun itu mestilah dipikirkan dan pendewasaan atas penulisan sajak memiliki beban, setidaknya membebani pikiran si penulisnya, beban itu untuk disikapi, dan bagimanapun Malkan yang bukan bocah lagi, ia harus menentukan sikap terhadap kediriannya sekarang.

Tapi sekuntum uban mekar di taman ubunku,
dan akupun belajar keras untuk tak percaya,
bahwa aku telah menjadi sepotong senja (Anak Kenangan, 2009)

Sedangkan pengalaman puncak dapat saja menarasikan hal-hal yang sifatnya sederhana. Sesuatu yang kelihatan remeh, simak sajak berikut. Pagi mekar di sebuah pot batu/dan memperkenalkan segala yang tak mustahil bagi mata (Denpasar, 2009).

Atau sajak berikut,

Dan matahari,
dengan godam cahayanya memaksamu membuat tenda (Musim Panen, 2009)

Pengalaman tubuh ini begitu sederhana namun menciptakan metafora yang (mungkin) akan menjadi khas Malkan. Pengalaman puncak inilah yang membuat perbedaan penggunaan diksi antara Puisi Malkan 2009 dengan sebelumnya. Sebelumnya puisi-puisi Malkan penuh dengan metafora kosmopolit dengan benda-benda, ikon teknologi, dan narasi yang berjejalan dan nampak saling sengkarut. Puisi The Fly: Ode Dari Sebuah Tong Sampah (tertanda 2007) misalnya bercerita tentang supergrup U2, menyisakan tanya bagi pembaca (saya), karena begitu banyak ide yang ingin diungkapkan. Atau Mars Pemulung (tertanda 2007) ide dan metafora yang digunakan tidak sederhana dalam penyajian tekstual. Yang menurut saya, jejalan kata (baca: ide) tersebut menggerogoti seluruh bangunan puisi.

Salah satu puisi sebelum tahun 2009 yang sesuai dengan pisau Bugeja tentang epipani dan pengalaman puncak adalah puisi berikut. Di rumah ini jangan mengkawatirkan bakal macetnya suplai airmata/rasanya rumah ini memang tidak akan pernah kehabisan pasokan luka (Rumah Duka, 2005). Puisi ini menarik jika dipotong. Ia menjadi tidak terlalu banyak menyuguhkan ide, atau kata-kata yang dapat mengacaukan keseluruhan bangunan puisi.

Ironi Malkan

Puisi-puisi Malkan banyak bercerita tentang tubuh sosial. Kehidupan sebagai ironi, bahkan dalam sebuah peristiwa sederhana dan biasa seperti dalam puisinya.  Tapi, ah begitu sukarnya mempercaya/bahkan andai kau tak kurang telanjang (Sajak Pengantin, 2009). Sajak pengantin ini termasuk puisi pendek dalam kumpulan puisi Malkan yang enak untuk membicarakan sebuah ironi. Baris sebelumnya adalah sebagai berikut.

Aku menyelami matamu
menjajagi kemungkinan berbagi dendam di satu ranjang,
di atas janji tak akan menyerah pada bosan.
Tapi, ah begitu sukarnya mempercaya
bahkan andai kau tak kurang telanjang

Kata-kata yang dicetak miring adalah ironi dimana pasangan pengantin yang baru berjanji, dipaksa untuk percaya. Aku lirik bercakap-cakap pada dirinya ketika melihat 'ketelanjangan' pasangannya-metafora untuk kejujuran, keterusterangan, yang masih menyisakan sangsi-apakah janji mungkin ditepati. Dan ironi kedua tentang kata cinta, digantikan dengan kata 'dendam' sebuah ironi yang ingin menekankan 'cinta' itu sendiri, jika dendam menimbulkan luka, bagaimana dengan cinta ketika dibagi di satu ranjang, Malkan memudahkan pembaca dengan sajak ironi seperti ini. Secara sosial hal ini dapat dipertanyakan apakah memang demikian, kita menjadi lebih dekat dengan hal-hal yang sifatnya berlawanan dari apa yang kita inginkan. Simak puisi berikut.

"aku dari pelosok keluguan sayang. tak ada  listrik disana dan orang tak mencemaskan politik. kami mungkin saling memangsa dan melukai, tapi tidak dengan kerakusan dan tipuan licik. jadi katakan atas nama apa kalian hendak memangsa kami? cinta? rasa lapar? cinta adalah rasa lapar?/ ini kewarasan Dali agaknya. sedikit mendekati ketidakwarasanku yang tak tertanggulangi. (Bright Morning, 2007)

Puisi ini menggambarkan apa yang disebut sebagai dramatik ironi. Dimana sebuah 'keluguan' mengakui kebiasaan 'saling memangsa dan melukai' dan keluguan yang demikian disetarakan Malkan dengan  kewarasan seorang Dali. Tubuh sosial seperti ini akan menarik jika diperbincangkan lebih jauh. Membaca suatu ironi (yang memiliki sifat berlawanan/opposite) dalam puisi ini, memperjelas suasana dramatik  yang dibangun, dan sajak-sajak Malkan rata-rata memiliki ciri dramatik seperti ini, yang mengandung unsur pembangun suasana, kejutan, dan resolusi/pengakhiran  (preparation, suspension, and resolution).

Saya memilih puisi  Lukisan di Sebuah Museum Yang Penuh Bau Sperma sebagai puisi yang paling mewakili majas ironi dalam kumpulan ini. Kenapa lukaku yang masih berdarah dan mulai mengeluarkan nanah ini tak membuat kuasmu jatuh cinta? (Lukisan di Sebuah Museum Yang Penuh Bau Sperma, 2009). Resolusi yang dilakukan oleh Malkan mewakili verbalisme yang masih juga tidak dipahami oleh sebagian orang dimana pertanyaan tersebut dialamatkan. Inipun sebuah ironi, mengingat kebebalan yang demikian telanjang dipertontonkan, Malkan secara naluriah membedakan manusia satu dengan lainnya bukan dari sifatnya yang predator, tapi pada kadar kerakusan dan kelicikannya.

Tabik,
Widhy Sinau (Widhyanto Muttaqien).
Dijumput dari:  http://www.facebook.com/notes/malkan-junaidi/dunia-malkan/373577096018602

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar