Rabu, 10 Oktober 2012

AVONTUR; Kesan dalam Jejak Sang Petualang

Imamuddin SA
http://sastra-indonesia.com/

Experience is the best teacher; pengalaman adalah guru terbaik. Kata mutiara ini tampaknya akan menjembatani kita untuk masuk dalam sajak-sajak Ragil. Dalam hal ini, pengalaman mampu menjelma menjadi seorang pengajar bagi para siswa, menjadi dosen untuk mahasiswa, menjadi ustad bagi murid, menjadi kiyai untuk santri, dan menjadi mursyid bagi rohaniawan, atau apa sajalah yang sejenis.

Secara sederhana, kita sering mendengar tuturan bahwa kita hendaknya senantiasa belajar dari pengalaman. Entah itu pengalaman yang menyenangkan, menyedihkan, mengharukan, menggelikan tak jadi ukuran, yang penting pengalaman itu berkesan bagi kita. Kesan pengalaman itu biasanya terpantik dari fenomena luar yang menyapa indrawi kita. Fenomena itu diproses dalam hati lewat perenungan, ditarik dalam sebuah logika tertentu, baru kemudian dituangkan kembali sebagai sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru itu dapat berupa keyakinan, tuturan lisan, perilaku, maupun kreatifitas.

Biasanya, pengalaman itu kerap diperoleh melalui petualangan. Petualangan akan memicu adanya intuisi yang maujud sebagai ide untuk diungkapkan sebagai sesuatu yang baru. Dalam proses berpetualang, seorang manusia akan mengantongi fenomena yang disapa dan dirasa dengan inderanya. Tidak hanya panca indera, bisa jadi indera keenam juga ikut andil. Jika petualangan itu dilakukan dalam realitas lingkungan fisik seorang manusia, maka yang berperan aktif adalah panca inderanya. Jika petualangan itu dilakukan dalam realitas batin (lokat gaib) maka eksistensi indera keenamlah yang cenderung muncul.

Ragil kali ini mencoba mengumpulkan sajak-sajaknya dengan tajuk Avontur. Dalam kumpulan sajak tersebut terdapat 53 sajak termasuk salah satunya adalah Avontur sendiri. Tampaknya sajak itulah yang dijadikan ikon oleh Ragil dalam kumpulan sajaknya. Dengan nada semacam itu, Ragil bermaksud mengejahwantakah bahwa seluruh sajaknya dalam buku ini berangkat dari sebuah avontur. Fenomena itu diperkuat dengan ilustrasi cover bukunya. Cover yang terlukis adalah pemandangan alam dengan hiruk-pikuk suasananya yang variatif. Ditambah lagi dengan sesosok wanita bertopeng yang sepintas terlihat berjas hujan dan berpayung. Bagian depan dihiasi dengan sembilan kupu-kupu dan tujuh pohon. Bagian belakang dihiasi dengan dua belas pohon dan tujuh belas kupu-kupu serta tiga kayu pemancang. Terlukis pula anak sungai. Ini disadari atau tidak oleh Ragil, yang jelas ilustrasi cover begitu kuat mendukung akan tajuk Avontur.

Untuk membuktikannya, marilah sejenak mengintip kumpulan sajak ini dari sajak yang berjudul Avontur. Istilah avontur secara leksikal memiliki makna petualangan. Sajak ini mengisahkan suatu pengalaman penyairnya saat berpetualang dalam sebuah kota. Kota di sini dapat merujuk pada kota yang sesungguhnya dapat pula berkonotasi pada suatu tempat yang dipenuhi dengan keramaian hiruk-pikuk kehidupan/aktifitas orang. Dalam sajak ini penyair bermaksud mengajak pembaca berdialog dengan dirinya melalui penyematan kata ganti “kau” di dalam baris sajak. Jika tidak demikian maka itu adalah dialog penyair dengan dirinya sendiri dan kata “kau” merupakan satu pengelabuhan dari keakulirikannya.

Pada bait pertama, penyair mencoba mengisahkan suatu perjalanan (petualangan) yang dilakukan oleh tokoh “kau”. Dalam perjalanan itu tokoh “kau” dilukiskan melakukan suatu aktifitas yaitu mengetuk pintu-pintu kota, singgah mencuri oksigen, dan menorehkan jejak lalu pergi meninggalkan jejaknya di kota tersebut. Pintu di sini dapat dikonotasikan pada suatu jalan untuk memasuki tempat atau ruang tertentu.

Si “aku” mapir sejenak dalam tempat tersebut untuk mengambil pengalaman hidup dan mengukir kreatifitas yang mengesankan. Sesuatu yang mengesankan pada gilirannya nanti akan membuat orang lain terkenang. Suatu kenangan akan membawa sebuah keabadian yang senantiasa melekat di hati dan pikiran orang tertentu meski orang yang membuat kesan itu telah tiada.

Pada bait terakhir sajak Avontur, penyair mempertanyakan keberadaan kesan si “kau” saat singgah di tempat itu. Penyair mencoba membangkitkan kenangan si “kau” akan suatu hal. Penyair bermaksud mengajak si “kau” agar senantiasa mampu mengambil kesan dalam setiap tempat yang pernah disinggahinya saat ia melakukan sebuah perjalanan. Kesan tersebut diharapkan mampu menjadi pengalaman berharga dan dapat dijadikan guru dalam perjalanan berikutnya.

AVONTUR

Kau ketuk tiap daun
Pintu di setiap kota.
Kau singgah mencuri oksigen dan
Menoreh jejak
kemudian pergi.

Lalu,
jejak siapa yang tinggal
di kamarmu.

Berdasarkan sajak Avontur, ada satu indikasi bahwa sajak-sajak Ragil yang lain tercipta dari kesan yang didapatnya saat berpetualang. Dalam petualangannya, Ragil menemukan fenomena tertentu yang kemudian dijadikannya sebagai ide dasar penggarapan sajaknya. Apa yang dilakukan Ragil saat ini memiliki korelas dengan pernyataan Paul Valery. Paul Valery menyatakan bahwa “sebaris saja dari sajak itu diberikan Tuhan atau alam, sedangkan selebihnya harus ditemukan oleh si penyair itu sendiri”. Tuhan atau alam hanya memberikan sebaris sebagai ide dasar, selebihnya penyairlah yang mengembangkannya berdasarkan pola fikir dan gaya pengungkapannya sendiri-sendiri. Oleh sebab itu, satu fenomena yang sama yang dialami sepuluh penyair pasti menghasilkan sudut pandang dan bentuk pengungkapan karya berbeda.
Dalam sebuah ayat juga dinukilkan bahwa ilmu yang diberikan Tuhan kepada manusia itu hanya setetes. Dari yang setetes itulah Tuhan mengharapkan kepada manusia agar terus menggalinya untuk menjadi ilmu secawan, segelas, segentong, bahkan sesamudra.

Fenomena yang ditangkap ragil dalam sajaknya cukup variatif. Semua ia dapatkan dari petualangannya. Kevariatifannya terletak pada cara penuangan kesan dalam sajak. Ragil seolah ingin mengejawantahkan kesan indrawi dengan sudut pandang pemikiran dan perenungannya. Oleh sebab itu, Ragil dalam sajaknya ada yang menuangkan gambaran riil lingkungannya. Ada pula yang memotret realitas alam namun karya itu mampu membentuk dunianya sendiri. Mari kita tengok sajak berikut.

MEMANG

ta’ kan ada
nikah kumbang dan bunga
ia yang meningkah angin di kelopak kaki kaki basah
sekedar menggaris jejak sekelumit
dalam peta gairah putik dan benang sari.

ta’ kan ada, memang
nikah kumbang dan bunga
ia yang memandi manis madu
pasti selalu pergi dengan ngengatnya yang patah
di jalan jalan kota kembang

Pada sajak di atas, kita seoalah disajikan dengan fenomena pembuahan antara bunga jantan dan bunga betina. Ini merupakan realitas kehidupan yang kerap kita jumpai sehari-hari. Proses pembuahan antara bunga jantan dan bunga betina kerap dibantu oleh kumbang yang menghisap madu pada bunga tertentu yang kemudian hinggap di bunga lain. Saat hinggap dibunga yang pertama, kaki-kaki kumbang atau ngengatnya tertempel serbuk sari dan saat hinggap di bunga kedua, serbuk sari itu jatuh dan atau menempel pada kepala putik. Selain itu proses pembuahan juga bisa terjadi berkat bantuan angin yang menerbangkan serbuk sari ke kepala putik.

Itulah gambaran sederhana dari sajak Ragil yang berjudul Memang. Itu merupakan realitas yang diperoleh Ragil sebagai kesan dalam kehidupan sehari-hari saat ia berpetualang di taman bunga. Namun tidak sesederhana itu kandungan dari sajak Ragil. Ada dunia (konotasi) lain di balik semua itu. Ada nilai filosofis tertentu di dalamnya. Dengan pernyataan “ta’ kan ada”, Ragil menegasikan akan adanya hubungan simbiosis mutualisme yang sempurna. Dalam realitas kehidupan, pasti suatu saat ada salah satu pihak yang dirugikan/dikalahkan meski itu intensitasnya rendah. “ia yang memandi manis madu // pasti selalu pergi dengan ngengatnya yang patah”. Jika dikembangkan maka muncullah satu fenomena bahwa seorang manusia kadang sekarang jadi kawan, esok jadi lawan. Dulu benci sekarang cinta. Dulu baik sekarang buruk.

Senada dengan sajak di atas, sajak yang berjudul Bundaku Pertiwi juga memiliki konotasi lain yang tidak hanya gambaran realitas belaka. Dalam sajak ini, berdasarkan kaca mata penyair, ia merasakan akan adanya tindakan perusakan tanah air oleh oknum tertentu. Padahal selama ini, semenjak terlahir, semua orang berada dalam perlindungan tanah air ini. Ragil menggambarkan bahwa kerusakan tanah air ini dipicu oleh adanya asap-asap pabrik, angkara murka, dan keserakahan dengan mengorbankan penderitaan orang lain.

Hal itulah yang kiranya menuntut Ragil untuk memohon agar ia diberikan lambaian daun padi supaya dapat mengerti nilai kasih sayang. Selain itu Ragil juga memohon agar diajari tentang tumbuh, berkembang, berbunga, dan berbuah hingga ia mengerti kesabaran. Inilah yang terkandung dalam dua bait terakhirnya. Dua bait sajak ini yang memiliki konotasi makna yang lain. Tiga bait sebelumnya hanyalah dijadikan batu loncatan untuk menggapai esensi sajak yang sebenarnya. Esensi tersebut adalah harapan Ragil agar bisa seperti ibu pertiwi yang selalu sabar dan senantiasa memberikan kasih sayang kepada semua orang meski tubuhnya tersakiti dan tertindas. Selain itu, filosofi padi juga tersentuh, yaitu daun padi (bisi) semakin tua semakin berisi dan merunduk dan memberikan kebahagiaan bagi setiap orang.

BUNDAKU PERTIWI

Dalam atmosfermu, janinku
Di bawah langitmu, lahirku
Bersama pelukan hutanmu hidupku
Bundaku pertiwi

Kini tubuhmu menggigil
Terkena kibaran angin warna warni
Warna keserakahan
Dan beribu warna kebingungan

Awanmu adalah asap hitam uap angkara
Tanahmu memerah dengan sepoi angin yang
Membawa segar anyir darah anak anakmu

Dari semua kumohon, bundaku
Jangan kau beraling
Beri lambaian lembut daun padi
Agar ku mengerti akan kasih sayang

Ajarilah aku tentang tumbuh,
Berkembang, berbungah, dan buah
Hingga ku mengerti kesabaran
Pada mu tumpah aku seluruh
Bundaku pertiwi

Berbeda dengan dua sajak di atas. Dua sajak berikut benar-benar berangkat dari potret realitas alam yang utuh. Sajak ini merupakan sajak yang mengandung suasana realitas denotatif; menyingkap gambaran realitas yang tidak perlu diejawantahkan lagi. Tengok saja sajak yang berjudul Di Lembah dan Di Puncak. Kita akan menemukan gambaran realitas alam yang nyata. Dalam sajak Di Lembah, Ragil berusaha memvisualisasikan pengalamannya saat berada di lembah. Potret suasana petualangannya di lembah disajikan secara apik. Saat itu ia berada di lembah pinus. Suasana lembah dipenuhi kabut yang tak kunjung hilang. Apalagi hari semakin bertambah petang dan gelap. Ada rasa cemas yang bersarang di hati Ragil. Ia tersesat di hutan. Ditambah pula dengan kondisi jalanan licin, mungkin terkena hujan atau akibat embun. Jalanan juga bisa jadi terjal pula. Suasana semacam itulah yang kemudian menjadikan Ragi meneteskan air mata. Ia teringat tentang suatu hal sehingga menumbuhkan bunga-bunga rindu di taman hatinya. Mungkin ia rindu dengan kampung halamannya, orang tuanya, keluarganya, teman-temannya, atau bahkan kekasihnya.

DI LEMBAH

kabut yang turun tak pergi-pergi
rintik embun mendera dera di pelipis

petang sepanjang waktu
petengan di lembah pinus

tersesat di hutan, melesat di kota
sama licinnya cari tempat berpijak

air mata (sedikit perlu) bukan bersedu
sekedar melepas rindu

Suasana lahir dan suasana batin disajikan Ragil dengan apik pula dalam sajaknya yang berjudul Di Puncak. Ia memotret alam sekitar dari sebuah ketinggian. Ia menangkap bahwa saat berada di puncak, bintang-bintang terlihat bergemerlap di angkasa. Begitu pula dengan di lembah, kerlap-kerlip lampu yang bersumber dari pemukiman warga terkesan tampak menyerupai bintang.

Saat itu tak ada lagi satu hal yang menghantui angan kecuali kematian, yaitu terbakar cahaya atau terjatuh dan berdarah-darah. Dengan perasaan semacam itu, di puncak kesadarannya, Ragil berusaha mengheningkan cipta, menenangkan diri dengan melantunkan puja-puji untuk mendekatkan diri kepada Tuhan biar ia berolehkan keselamatan dari-Nya.

DI PUNCAK

bintang bintang gemerlapan
di angkasa dan di lembah
langit di atas, langit di bawah
begitu terang, begitu jauh

seperti tak ada lagi lain jalan
selain terus mendaki cahaya dan terbakar
atau terjatuh bergelinding ke dataran
demi luka nan berdarah darah

di puncak sendiri
kumemejam harap
dan tak ingin apa apa lagi
selain mendatangimu lebih dekat.

Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2012/07/avontur-kesan-dalam-jejak-sang-petualang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar