Suci Ayu Latifah *
Membicang soal godaan saat puasa, tentunya tak ada habisnya. Dulu, semasa saya duduk di bangku SD, salah seorang guru mengatakan, jika makan dan minum di siang hari dapat membatalkan puasa. Kentut di dalam air pun membatalkan puasa. Berpijak dari masalah tersebut, ada godaan terberat yang sulit dikontrol, yaitu hawa nafsu. Hakikatnya, hawa nafsu muncul adanya stimulus (rangsangan), baik dari lingkungan maupun diri manusia.
Sebagaimana tradisi di kampung saya, menjelang waktu berbuka kebanyakan orang melakukan aktifitas jalan-jalan alias ngabuburit. Entah bersama saudara, orang tua, maupun teman. Tradisi ngabuburit dipercaya untuk merilekskan pikiran sembari menunggu berbuka. Ada yang pergi keliling desa, atau sekadar menikmati udara sore hari. Sayangnya, tradisi semacam itu sering kali disalahgunakan bagi remaja. Bermula izin keluar untuk membeli menu berbuka, ternyata mereka mencari kesempatan untuk kencan atau bertemu dengan kekasih.
Itulah salah satu godaan kekinian. Bagi saya, kegiatan positif yang sekadar menyenangkan hati, dapat dilakukan dengan cara lain. Seperti yang saya lakukan tahun lalu, dengan membaca dan menulis buku. Sebagian orang tidak tahu, kalau membaca adalah berwisata, yaitu wisata rohani. Halnya ungkapan Buya Hamka, “Membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik.”
Dari kedua kegiatan tersebut, wawasan kita akan bertambah, begitu konsumsi di otak lebih bergizi. Misal membaca keaneragaman hayati di Indonesia. Di situ kita akan mengetahui keaneragaman hayati apa saja, mulai dari Sabang hingga Merauke. Nah, dari situlah seakan-akan kita diajak wisata. Jadi, membaca dan menulis pun dapat membuat hati senang, tanpa harus mengeluarkan tenaga, seperti jalan-jalan alias ngabuburit.
*) Mahasiswa STKIP PGRI PONOROGO, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Membicang soal godaan saat puasa, tentunya tak ada habisnya. Dulu, semasa saya duduk di bangku SD, salah seorang guru mengatakan, jika makan dan minum di siang hari dapat membatalkan puasa. Kentut di dalam air pun membatalkan puasa. Berpijak dari masalah tersebut, ada godaan terberat yang sulit dikontrol, yaitu hawa nafsu. Hakikatnya, hawa nafsu muncul adanya stimulus (rangsangan), baik dari lingkungan maupun diri manusia.
Sebagaimana tradisi di kampung saya, menjelang waktu berbuka kebanyakan orang melakukan aktifitas jalan-jalan alias ngabuburit. Entah bersama saudara, orang tua, maupun teman. Tradisi ngabuburit dipercaya untuk merilekskan pikiran sembari menunggu berbuka. Ada yang pergi keliling desa, atau sekadar menikmati udara sore hari. Sayangnya, tradisi semacam itu sering kali disalahgunakan bagi remaja. Bermula izin keluar untuk membeli menu berbuka, ternyata mereka mencari kesempatan untuk kencan atau bertemu dengan kekasih.
Itulah salah satu godaan kekinian. Bagi saya, kegiatan positif yang sekadar menyenangkan hati, dapat dilakukan dengan cara lain. Seperti yang saya lakukan tahun lalu, dengan membaca dan menulis buku. Sebagian orang tidak tahu, kalau membaca adalah berwisata, yaitu wisata rohani. Halnya ungkapan Buya Hamka, “Membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik.”
Dari kedua kegiatan tersebut, wawasan kita akan bertambah, begitu konsumsi di otak lebih bergizi. Misal membaca keaneragaman hayati di Indonesia. Di situ kita akan mengetahui keaneragaman hayati apa saja, mulai dari Sabang hingga Merauke. Nah, dari situlah seakan-akan kita diajak wisata. Jadi, membaca dan menulis pun dapat membuat hati senang, tanpa harus mengeluarkan tenaga, seperti jalan-jalan alias ngabuburit.
*) Mahasiswa STKIP PGRI PONOROGO, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar