Hawe Setiawan
http://pengajiansastra.wordpress.com
MAJELIS Sastra Bandung (MSB) mulai dibuka pada 25 Januari 2009. Forum ini diprakarsai oleh penyair dan wartawan Matdon, penyair Dedy Koral, penulis dan fotografer Aendra H. Medita, penulis Hermana HMT, aktivis Hanief, aktor Ayi Kurnia, dan dramawan Yusef Muldiana. Forum tersebut berbasis di Bandung, dan menyelenggarakan pertemuan bulanan di Gedung Indonesia Menggugat (GIM)—bekas gedung landraad (pengadilan pribumi) zaman kolonial.
Sejak MSB mengawali kegiatannya, setiap bulan Matdon dan kawan-kawan mengundang dua hingga empat penyair untuk menghadirkan karya masing-masing dalam forum, yang kemudian dibahas oleh hadirin. Selain biasa bertemu muka dalam forum diskusi di GIM, para peserta forum ini biasa berbagi karya dan komentar seputar sajak melalui jejaring sosial facebook. Lebih kurang setahun sejak forum ini mulai dibuka, terbit antologi puisi Ziarah Kata (Majelis Sastra Bandung, 2010).
Ziarah Kata menghimpun 99 judul sajak dari 44 orang penyair. Para penyair yang karyanya dimuat dalam buku 110 halaman ini pada umumnya pernah diundang oleh MSB ke Bandung untuk membaca puisi dan berdiskusi. Sebagian besar di antaranya lahir pada dasawarsa 1970-an hingga 1980-an. Penyair “sulung” adalah Iwan Soekri Munaf yang lahir pada 1957, sedangkan penyair “bungsu” adalah Zulkifli Songyanan yang lahir pada 1990. Sebagian besar di antaranya kini tinggal di Bandung atau wilayah di dekatnya. Beberapa di antaranya sering mengumumkan sajak melalui forum atau media lain, seperti Bode Riswandi, Dian Hartati, Ratna Ayu Budhiarti, Toni Lesmana, dan Ujianto Sadewa. Nama baru cukup banyak.
Buku ini diterbitkan oleh MSB sendiri, dan merupakan buku pertama yang dihasilkan dari forum tersebut. Menurut Matdon, “Rois ‘Am” MSB, terbitnya antologi ini dapat “mempertegas bahwa MSB serius menjadi semacam ruang tadarusan puisi”.
***
UNGKAPAN “ziarah kata” bisa mendua makna. Pertama, upaya menghikmati atau menghormati kata sedemikian rupa, seakan kata adalah hal keramat. Kedua, laku kata yang menyerupai kegiatan berziarah, dalam arti bahwa kata-kata yang muncul dalam puisi dapat menghikmati kehidupan (atau kematian) dunia manusia. Mungkin, ungkapan itu sedikit banyak menyiratkan harapan tersendiri terhadap kreativitas yang selama ini diwadahi oleh MSB. Mudah-mudahan saja, ungkapan itu tidak berarti bahwa para penyair sedang menziarahi kematian kata, atau kata-kata sedang menziarahi kematian kreativitas penyair.
Sebagaimana komentar penyair Acep Zamzam Noor dalam jilid belakang antologi ini, pokok soal (subject matter) dan gaya pengucapan yang diperlihatkan oleh para penyair dalam buku ini, sudah pasti, beragam. Keragaman membentang, mulai dari puisi yang anteng memainkan bunyi, dengan sedikit kecenderungan ke arah puisi konkret, seperti karya Dave Sky (Davit Arianto), hingga puisi yang tidak membiarkan aku liriknya dibebani kemurungan atau permenungan, seperti karya Ratna Ayu Budhiarti. Ada puisi yang memuat perasaan keagamaan, misalnya karya Willy Sastra Basoilny, ada pula puisi yang mewadahi kritik sosial, misalnya karya Arry Syakir Gifari. Beberapa penyair lainnya tampak berkecenderungan melukiskan suasana atau mencatat peristiwa. Tak ketinggalan pula puisi-puisi yang mengandung alusi terhadap tokoh dalam sejarah, misalnya karya Asep Samboja dan B.F. Syarifudin. Dengan kata lain, Ziarah Kata tak ubahnya dengan bianglala.
Tentu saja, keragaman seperti itu tidak perlu dijadikan penghalang untuk membicarakan cara kata diperlakukan dalam puisi, dengan menjadikan Ziarah Kata sebagai referensinya.
Untuk membicarakan hal itu, dapat dikemukakan dua ilustrasi sederhana. Misalkan, pertama, kita kumpulkan sejumlah besar guntingan judul berita suratkabar atau majalah. Kemudian, kita gabungkan guntingan yang satu dengan guntingan yang lain, kita deretkan, dan kita bariskan sedemikian rupa, dengan tidak memperdulikan kemungkinan atau ketidakmungkinan arti kata atau kalimat yang ditimbulkannya. Hasilnya kita muat dalam rubrik atau antologi puisi. Pastilah yang terbaca kemudian adalah sebentuk puisi abstrak yang cukup gelap.
Misalkan lagi, sebagai ilustrasi kedua, kita gunting sebuah berita suratkabar atau majalah, misalnya tentang jatuhnya sebuah pesawat terbang yang mengangkut seorang presiden beserta ibu negara dan rombongannya. Kemudian kalimat-kalimat prosais dari berita itu kita penggal-penggal ke dalam sejumlah baris layaknya penggalan larik-larik puisi, misalnya dengan menekankan tegangan antarlarik yang hendak kita timbulkan. Hasilnya kita muat dalam rubrik atau antologi puisi. Pastilah yang terbaca kemudian adalah sebentuk puisi prosais yang cukup terang.
Dengan mengajukan kedua ilustrasi itu sama sekali tidak ada maksud untuk mengatakan betapa mudahnya menulis puisi. Kedua ilustrasi itu dikemukakan semata untuk mengatakan bahwa komposisi verbal, segelap atau seterang apapun isinya, dapat atau tidak dapat disebut puisi bergantung pada cara komposisi itu dibaca atau diperlakukan. Taruh kata, komposisi verbal baik yang dibuat dari guntingan kepala berita (headlines) maupun yang dibuat dari guntingan kisah berita (news story) tadi dimuat dalam rubrik puisi koran minggu. Pastilah pembaca akan memperlakukan komposisi-komposisi itu berdasarkan konvensi pembacaan puisi: misalnya bahwa suara si aku lirik mengacu pada situasi ujaran yang dibayangkan dan tidak perlu si aku lirik diidentikkan dengan penyair yang membuat komposisi itu; bahwa setiap kata, mulai dari judul hingga larik terakhir, membentuk suatu keseluruhan; bahwa dalam komposisi itu terdapat suatu pokok soal yang ditekankan; dan seterusnya.
Dari sudut kepentingan penyair sendiri, sudah tentu, ada upaya untuk menjadikan komposisi yang dibuatnya dapat diperlakukan sebagaimana layaknya puisi diperlakukan. Karena itu, pada dasarnya, ia pun membuat puisi dengan memperhatikan konvensi pembacaan puisi pula. Betapapun, saya sendiri berpendirian bahwa hal terpenting bukanlah apakah komposisi yang dibuat oleh penulis dapat atau tidak dapat disebut puisi, dan apakah penulis itu dapat atau tidak dapat disebut penyair. Hal terpenting, pada hemat saya, adalah sejauh mana penulis memperlakukan kata dalam komposisinya. Dengan kata lain, menghadirkan puisi dalam antologi bukanlah segalanya.
***
DENGAN segala hormat, sekadar untuk melangsungkan diskusi, perkenankan saya memetik salah satu puisi dari antologi ini:
Tubuh Yang Menjadi Gelombang
Kau akan menggulung lengan baju ketika hitam gelombang
merayap dari ujung-ujung jari. Sejenis selamat datang dengan
pecahan yang saling mencari. Apakah kau keping dari
ketidakberlangsungan keberadaan?
Seorang membasuh tangan
tapi sesuatu tidak terhapus dan riak air mengaduh oleh pekat
yang bergerak di permukaan. Suara-suara. Gelombang
menghantarkan pesan dari seorang yang terbenam ketika
tubuhnya terbungkus oleh manis keterhapusan. Memuai pada
hijau dasar laut. Lalu terhampar sisa percakapan yang tidak
pernah selesai. Mematung pada keabadian
Suara yang terdengar dalam puisi ini berasal dari seseorang yang berbicara kepada pembaca secara langsung, seperti dalam keadaan bersitatap. Pembaca dikondisikan untuk menjadi “kau”, dan membayangkan situasi diri ketika ujaran terhadapnya disampaikan. Hal yang dapat dibayangkan antara lain berupa permukaan laut dan dasarnya yang hijau, dan sesosok diri yang menggulung lengan baju dan mencelupkan jari-jarinya ke dalam air, hingga timbul riak-riak gelombang. Penggalan larik-larik puisi ini pun dibuat mengalun, memanjang, dan memang seperti gelombang. Terasa nikmat, sebetulnya, jika kita membaca baris-baris seperti itu, seperti yang dapat kita rasakan manakala kita terapung di atas sampan. Akan tetapi, lebih dari sekali alunan citraan itu seakan terbentur frase-frase abstrak dari kecenderungan berfilsafat: “apakah kau keping dari ketidakberlangsungan keberadaan?”; tubuh yang “terbungkus oleh manis keterhapusan”; juga tindak “mematung pada keabadian”. Selain itu, sudut pandang orang kedua yang menghasilkan lukisan situasi diri pada larik-larik awal, seakan tiba-tiba meloncat ke sudut pandang orang ketiga ketika aku lirik menggambarkan “seorang membasuh tangan…” Tidak mustahil pembaca sukar membayangkan “seorang yang membasuh tangan” (di permukaan gelombang?) sekaligus “seseorang yang terbenam”. (Ataukah ada dua orang yang sedang dibayangkan?). Siapa pula yang “mematung pada keabadian”? Kesukaran membaca juga timbul dari imaji-imaji yang seakan bertumpuk seperti “riak air mengaduh” atau “sisa percakapan” yang “terhampar”. Akhirnya, tidak mustahil, pembaca luput dari signifikansi pokok soal yang diangkat dalam puisi ini.
Kiranya, seperti itulah keadaannya apabila poetic persona cenderung dibebani oleh permenungan. Kata-kata yang dibuat memberat, dalam bentuk pasangan kata yang cenderung abstrak, bukan tidak mungkin malah mengganggu baris-baris sarat majas yang mendahului dan mengikutinya.
Permenungan itu sendiri, tentu saja, penting, tak terkecuali untuk diwadahi dalam puisi. Namun, ada kalanya permenungan itu justru tak tersampaikan sepenuhnya manakala kata-kata yang diandalkan untuk menghantarkan atau mewadahinya tampak seperti menjauh dari pengalaman konkret, dalam arti pengalaman yang dapat dibayangkan oleh manusia dalam hidup sehari-hari. Bukankah para sufi sendiri pada gilirannya mengandalkan idiom-idiom seperti “bulbul” dan “mawar” atau “cawan” dan “anggur”?
Pada titik ekstrem lainnya, permenungan penyair dibuat sedemikian gamblang, seperti dalam puisi berikut ini:
Di Angkutan Umum
Begitu angkuhnya kita
Bahkan mengalahkan keangkuhan
Para raja dan pujangga
Tak ada sapa tegur
Hanya mata yang berbicara
Yang diam-diam curi mencuri pandang
Mungkin juga saling curiga
Atau banding membandingkan
Seperti benda-benda di museum
Atau pameran
Di dalam angkutan umum
Kita seperti bukan manusia
Kita seperti bukan saudara
Sajak di atas jelas mempersoalkan ironi kebersamaan di lingkungan urban tempat interaksi justru tidak menimbulkan komunikasi. Dengan menggambarkan perilaku kolektif dalam angkutan umum, aku lirik menyesali, bahkan menggugat, kenyataan yang menunjukkan betapa orang hadir bersama tapi tidak bertegur sapa, seakan-akan mereka tidak mengenal persaudaraan di antara sesama manusia. Dalam hal menangkap gejala yang hendak diangkat sebagai pokok soal dalam sajak, kiranya sang penyair amat peka. Suasana sosial dalam angkutan umum memang representatif untuk dijadikan jendela amatan terhadap mendangkalnya kebersamaan. Hanya, barangkali, efek puitiknya yang terasa tak sempat terpikirkan sepenuhnya. Padahal, kiranya, efek itu mungkin tercapai sekiranya deskripsi tentang “keangkuhan”, “saling curiga”, atau “banding membandingkan” dicarikan gambaran konkretnya. Mungkin juga efek itu akan lebih kuat jika sedikit rasa humor dibubuhkan ke dalam ironi yang hendak digambarkan. Upaya-upaya seperti itu, kiranya, juga dapat mengatasi kemungkinan bertambahnya beban permenungan oleh kemurungan—meski, tentu saja, tidak ada yang salah dengan kemurungan.
Jangan-jangan, beban-beban seperti itu amat terpaut pada cara penyair berbicara, yang tentu saja menyiratkan caranya menyikapi persoalan yang hendak diangkat ke dalam sajak. Dalam puisi lain yang akan dikutip di bawah ini, kita dapatkan contoh yang kiranya cukup baik sehubungan dengan puisi yang dibuat supaya tidak jadi berat tapi tidak sampai luput dari potensinya untuk mewadahi kompleksitas pengalaman manusiawi. Baik kita kutip:
Pamit
Permisi…numpang tanya,
Dimana ya rasa yang kausimpan untukku dulu?
Aku lupa,
Barangkali kau ingat kapan terakhir kali
Kau hidangkan senyum termanismu
Di meja makan kita?
Hmmm…maaf ya,
Aku tidak bisa lama-lama bersama kamu
Mudah-mudahan tak keberatan jika esok lusa
Kau temukan secuil rasa yang tersisa,
Aku memintanya kembali
Untuk dihanyutkan ke sungai
Biarlah air yang menemani kenangan itu menuju laut
Sudah ya, aku pergi!
Calon suamiku sudah menunggu.
Sampai jumpa lain waktu.
***
Demikianlah sekelumit bahan perbincangan sehubungan dengan terbitnya Ziarah Kata. Di balik komentar ini terkandung harapan akan tercapainya puisi-puisi yang jauh lebih baik setelah Ziarah Kata kelak. Mohon maaf atas segala kekurangan komentar ini. Tiada sedikitpun maksud menggurui atau sok tahu. Selamat berkarya.
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar