Senin, 14 Juli 2014

Novel Rinai Kabut Singgalang, Mendekatkan Sastra Lewat Televisi *

Gola Gong **
http://rinaikabutsinggalang.blogspot.com/

KETIKA saya membaca “Rinai Kabut Singgalang” (Rahima Intermedia, Januari 2011) karya Muhammad Subhan, langsung teringat sinetron. Ini bahan baku yang bagus untuk membuat sinetron, karena sangat cocok dengan selera pemirsa TV di negeri ini, yang senang dengan kisah mengharu biru. Di dalam dunia sinetron, ada istilah “soap opera convention”, yaitu tema popular seperti Cinderella syndrome, cinta terlarang, odyphus complex, petualangan, konflik dua keluarga, persahabatan, dan perselingkuhan. Tema-tema keseharian ini sangat digemari pemirsa sinetron di tanah air, karena merasa sangat dekat dengan kehidupan mereka.

PROBLEM SASTRA

Lewat Rinai Kabut Singgalang (RKS), saya terlempar ke masa lalu, saat Buya Hamka menjadi pelopor cerita romantis jenis ini. Saya tahu, banyak para penulis Minangkabau kini enggan menulis hal ini, karena rata-rata sudah (merasa) melampaui itu. Tidak apa-apa. Tapi, Muhammad Subhan menuliskan hal itu juga tidak apa-apa. Saya setuju dengan apa yang ditulis Damhuri Muhammad di kata pengantar buku ini, bahwa RKS sebagai bentuk “mempertahankan identitas roman berlatar alam Minangkabau”. Harus tetap diingat, penulis menulis karya (sastra) bukan untuk sesama penulis saja, tapi ada tujuan yang lebih besar, yaitu puluhan juta masyarakat yang belum membaca buku (sastra). Dengan cara memilah-milah pembaca buku (sastra), seperti halnya pemirsa di TV yang dipilah berdasarkan peringkat penghasilan, RKS mencoba meraih pembaca di kelas sosial-ekonomi mahasiswi, ibu-ibu, dan pembantu. Dengan cara seperti ini, sastra (apapun genrenya) pada suatu saat kelak, tidak lagi berjarak dengan masyarakatnya.

Persoalannya di negeri ini tidak semua berpendidikan tinggi (pintar) dan gemar membaca buku (sastra). Ini memang harus tetap dipikirkan para penulis (sastra). Perihal sastra berjarak dengan masyarakat (pembaca)nya dibuktikan penelitian Taufiq Ismail sepanjang Juli-Oktober 1997 dengan cara mewawancarai pelajar tamatan SMA di 13 negara. Pertanyaan yang diajukan adalah: berapa judul buku sastra wajib dibaca selama 3 tahun bersekolah? Rata-rata pelajar di luar Indonesia pembaca sastra, seperti di Thailand Selatan 5 judul, Malaysia dan Singapura 6 judul, Brunei 7 judul, Rusia 12 buku, Canada 13 buku, Jepang dan Swiss 15, Jerman Barat 22 judul, Perancis dan Belanda 30 judul, Amerika 32 buku, dan Hindia Belanda 25 buku. Sedangkan pelajar Indonesia “nol” membaca sastra sejak 1950 sampai 2011. Taufiq membandingkan, kewajiban membaca buku siswa tamatan AMS (SMA) Hindia Belanda dulu sebanyak 25 buku dalam 3 tahun. Juga ada bimbingan mengarang seminggu sekali, berarti 36 pertemuan setahun. Itu sama saja setiap pelajar Hindia Belanda selama 3 tahun bersekolah harus menulis 108 karangan. “Hasilnya luar biasa. Generasi Bung Karno, Bung Hatta, Agus Salim, Natsir, Syarifudin Prawiranegara,” cerita Taufiq Ismail. “Sekarang, para siswa mengarang ketika mau kenaikan kelas saja, sekali setahun mirip shalat Iedul Fitri,” tambahnya prihatin.

Itu tampak nyata di negeri ini dengan hanya diterbitkannya 10 ribu judul buku pertahun dan hanya diserap 1.000 judul oleh penduduk Indonesia yang jumlahnya 200 juta lebih itu. Berapa orang di Indonesia yang senang membaca buku? Saya pernah mengalami buku karangan saya (Balada Si Roy) dicetak lebih dari 100 ribu eksemplar (1990), Hilman Hariwijaya dengan “Lupus” lebih dari 1 juta eksemplar (1990), begitu juga di era 2000 dengan “Laskar Pelangi” (Andrea Hirata) dan “Ayat-ayat Cinta” (Habiburrahman el-Shirazy) di atas 1 juta ekemplar (tapi tetap belum menembus 1,5 juta). Bandingkan dengan jumlah penduduk di negeri ini. Jadi, jika sebuah judul buku bisa menembus angka keramat sebesar 2.000 eksemplar, penerbit sudah bernapas lega. Padahal, andai 1% saja yang rajin membeli buku (berarti 2 juta eksemplar), penulis di Indonesia akan kaya dan tentu akan leluasa mengeksplorasi karyanya. Akan lahir karya-karya yang beragam dan antara penulis – pembaca – penerbit terjadi komunikasi harmonis.

HIBURAN

Sastra pada dasarnya menghibur, seperti halnya sinetron. Perbedaannya, sinetron di Indonesia hadir setiap hari tanpa memedulikan logika cerita sehingga bikin perut terasa mual, sedangkan sastra berada di ruang-ruang rahasia dan berjarak dengan masyarakat. Persoalannya itu tadi, masyarakat di negeri ini tidak semuanya senang membaca apalagi membeli bukunya. Masyarakat yang intelektualnya tinggi lebih sedikit dibanding yang berpendidikan rendah, sehingga mereka tidak tertarik pergi ke toko buku atau perpustakaan. Mereka merasa cepat pusing jika dihadapkan pada buku-buku sastra dengan penggarapan serius. Paling-paling mereka hanya membaca sebagai hiburan saja.

Sebagai penulis saya termasuk membaca segala macam jenis sastra untuk menambah wawasan. Dalam proses membaca RKS, saya akan memakai pendekatan dari sisi film (TV). Rasa ketertarikan saya dimulai ketika membaca bab 1 (Duka di Kampung Pesisir, hlm 15). Muhammad Subhan memulai dengan sudut pandang “saya”, yang hendak menceritakan kisah RKS ini. Siapakah “saya”? Kemudian di akhir cerita, pembaca akan tahu bahwa “saya’ adalah tokoh Yusuf, sahabat karib tokoh utama, Fikri. Teknik ini tidak baru. Sudah banyak ditulis. Multatulli dengan “Max Havelaar’, misalnya. Saya juga pernah. Tapi, tetap saja menarik dan alurnya sangat filmis. Jika saya menulis skenarionya untuk sinetron, saya akan menulis dengan pembukaan gambar sebuah adegan tokoh Yusuf yang sedang memandangi tokoh Rahima, calon istri Fikri, yang hingga ajal menjemputnya, tidak bersedia disentuh, karena saking cintanya kepada Fikri yang meninggal akibat kecelakaan pesawat terbang. Teknik flash back yang akan saya pakai dan sudah sangat umum di dunia film (TV atau pun layar lebar).

Kemudian ada beberapa kelemahan intrinsik yang saya temukan. Misalnya, dalam alur cerita Fikri yang hendak dicelakai para pemuda kampung Kajai. Tokoh Yusuf disiksa oleh para pemuda (hlm 93) hingga tak sadarkan diri. Di kuburan Mak Safri (paman Fikri), saat Yusuf menghibur Fikri, tidak disinggung sama sekali persoalan ini (hlm 111). Begitu juga selama sebulan perjalanan waktu, polisi tidak berhasil mengendus ini. Kasus pembunuhan Mak Safri, Subhan selesaikan di bab 12 (Mendapat Orangtua Angkat, hlm 171) lewat surat Yusuf kepada Fikri, bahwa polisi sudah menangkap 2 pembunuh Mak Safri, yang juga menyiksa Fikri. Kalau saya jadi penulis, konflik ini akan saya garap sejak di bab 7 (Tragedi Berdarah, hlm 95). Ah, itu soal selera saya kira dan itu tidak mengganggu alur cerita secara keseluruhan. Tapi tetap saja akan menarik jika disinetronkan, konflik ini akan jadi plot point (suatu pristiwa yang menggerakkan cerita) yang menarik. Seperti halnya film layar lebar “Merantau”, dimana eksplorasi kerarifan lokal pencak silat ranah Minang mencuat di sini. Penonton kita (TV atau layar lebar) masih senang dengan tontonan berbau laga (film action).

Saya juga merasa terhibur ketika membaca RKS sepanjang perjalanan Serang-Palembang-Jambi-Tebo-Bukit Tinggi. Terutama penggambaran setting lokasi ranah Minangnya. Saya merasa sedang dibawa berwisata oleh tokoh Fikri. Saya yakin RKS akan jadi semacam panduan pariwisata bagi para pelancong keluarga. Ini akan sesuai dengan kesepakatan para pengeola TV, bahwa on air look di TV itu harus beauty. RKS tentu akan menyajikan panorama gambar yang sangat indah. Detail-detail alam Minangkabau akan enak di mata penontonnya. Saya yakin, DOP (pengarah gambar) akan tertantang memindahkan setiap kalimat keindahan Minangkabau di RKS ke pita filmnya.

Tentu RKS tidak hanya sekedar menghibur. Tetap saja Subhan dengan cara popular mengemas amanat kepada pembacanya lewat para tokoh rekaannya. Seperti halnya Ahmad Fuadi yang berasal dari Kampung Bayur, Maninjau, lewat novel “Negeri Lima Menara” (Gramedia), yang sudah terjual 170 ribu buku menyampaikan amanat “man jada wa jadaa” (yang bersungguh-sungguh akan berhasil) dan buku keduanya “Ranah Tiga Warna” (sudah 70 ribu buku) dengan “Man shabara zhafira” (yang bersabar akan beruntung). Di RKS, pembaca akan diingatkan, bahwa bersikap sabar seperti tokoh Fikri akan mendapatkan kebahagiaan tidak di dunia, tentu di akherat. Lewat tokoh Fikri, secara verbal, pembaca yang dibidiknya diingatkan untuk terus berbagi kepada sesama. Ini akan jadi ending yang sangat disukai pengelola TV, yaitu menguras air mata penonton.

MEDIA TELEVISI

Untuk bisa bangkit dari keterpurukan memalukan sebagai orang yang tidak membaca sastra, kita harus saling dukung-mendukung. Sesama penulis tidak boleh diskriminatif terhadap karya yang ditulis penulis lainnya, tapi justru harus terus menyediakan bahan bacaan dengan menuliskannya untuk seluruh lapisan masyarakat di negeri ini, yang berlatar belakang beragam. Cara mengenalkan sastranya bisa di mana saja. Di perpustakaan, di komunitas, di toko buku, di sekolah, di kampus, di koran, bahkan di televisi.

Ya, kita harus belajar dari penyelenggara TV. Selama ini kita — para penerbit dan penulis — sudah melupakan televisi (dan production house), yang sebetulnya sangat ampuh sebagai media ruang penyampai sastra kepada para penonton. Kita selalu menyalahkan televisi, yang sudah menyebarkan kebodohan lewat (logika) cerita sinetron. Saya yakin, jika pemirsa TV tahu, bahwa sinetron yang ditontonnya berdasarkan sebuah novel, mereka pasti akan membeli novelnya. Lihat saja yang terjadi pada “Laskar Pelangi” dan “Ayat-ayat Cinta”, setelah dilayarlebarkan, oplahnya terus meningkat. Buku trilogy saya; Pada-Mu Aku Bersimpuh, yang ditayangkan RCTI saat puasa 2001, ketika diterbitkan ulang dengan menggabungkannya menjadi judul “Cinta-Mu Seluas Samudra” memasuki cetakan ke-empat.

Sastra – apapun itu genrenya – memiliki peluang merebut ruang dan waktu emas (prime time) televisi, jika para pelakunya mau melakukan itu dan tidak menganggap tabu televisi. Sastra bisa menjadikan para penonton TV di negeri ini tercerahkan dan lepas dari kungkungan “mimpi di siang bolong”. Sastra bisa menyediakan bahan baku cerita dengan logika cerita yang tertib bagi televise, jika para pelakunya berbondong-bondong melamar jadi penulis scenario di TV dan para penerbitnya melakukan jejaring dengan TV.

Arswendo Atmowiloto dan Dedi Setiadi pernah melakukan itu di TVRI (80-an). Kemudian diteruskan pada era 90-an di beberapa TV swasta, tapi tidak berkelanjutan. Saya menyebutnya ini adalah “sastra TV” untuk menyaingi “sastra koran” di hari Minggu yang begitu dinanti warga Indonesia dari kelompok kecerdasan tinggi atau kaum inelektual.

Saya dan beberapa penulis pernah melakukan itu di Indosiar (1995), ketika pakem rumah produksi adalah “menjual mimpi” di ranah sinetron lewat sinetron ala Indihe dan Hongkong, saya mencoba berpijak ke bumi. Kemudian saya menjadi salah satu team creative di RCTI (1996 – 2008); mencoba menawarkan gagasan baru dalam bercerita di “sastra TV” (untuk menyaingi sastra Koran tadi), agar para penonton dari kelas CDE (menengah bawah = pembantu dan PRT) mendapat suguhan sinetron yang selain menghibur, juga tetap memaksa kaki mereka menapak di bumi. Bahkan novel saya yang berjudul “Pada-Mu Aku Bersimpuh” (Mizan, 2002) diangkat ke sinetron Ramadhan di RCTI dan mendapatkan penghargaan sebagai tayangan sinetron Ramadhan dengan cerita terbaik versi MUI pada waktu itu. Beberapa sinetron pernah beredar di TV dimana ceritanya berdasarkan novel; Lupus karya Hilman (Indosiar, 1997), Ali Topan Anak Jalanan karya Teguh Esha (SCTV, 2000), Al-Bahri karya saya (TV7, 2002), dan Siti Nurbaya karya Marah Roesli (TVRI, 1991).

Usaha ini saya rasakan dengan RSK. Target pembaca yang dibidik Subhan adalah para pelajar dan mahasiswi putri yang senang menonton sinetron dan ibu-ibu serta pembantu yang selalu setia di rumah sampai suami dan majikan pulang dari kantor sambil menonton sinetron. Ini ditegaskan Damhuri Muhammad di kata pengantar, bahwa buku ini “sesekali berpola sinetronik”.

Seperti saya tulis di atas, bahwa RKS sangat sesuai dengan tema-tema yang diusung dalam “soap opera convention”, yaitu bercerita tentang cinta seseorang ala “cinderella syndrome”; si miskin lewat tokoh Fikri kepada putri kaya bernama Rahima, walaupun pada akhirnya Fikri meninggal dunia dengan meminta kepada Rahima, agar mau menikah dengan Yusuf, sahabatnya.

WARNA LOKAL

Bagi saya, RKS adalah sebuah karya yang harus disupport, asalkan kita paham target pembacanya. Penerbit harus mampu mengatur strategi pemasaran dan penjualannya; yaitu untuk pembaca wanita mulai mahasiswi, ibu rumah tangga dan pembantu. Penerbit juga gencar melobi PH/TV. Penulis RKS atau penulis lainnya yang menulis buku dengan genre popular tidak perlu merasa minder di depan penulis yang selalu menulis untuk pembaca yang memiliki intektual tinggi atau dikategorikan sastra serius. Begitu juga penulis jenis karya itu tidak perlu merasa lebih unggul dari yang lainnya, karena ini persoalan pilihan. Yang harus dilakukan para penulis, adalah menulis saja dengan pilihan hatinya tapi memiliki satu tujuan; menghilangkan kebutaaksaraan membaca buku (sastra) di negeri ini seperti yang dikeluhkan Taufik Ismail. Dengan cara itu, saya yakin sastra tidak lagi berjarak dengan masyarakat.

TV adalah ruang yang harus diincar oleh penulis. RKS berpeluang sebagai sastra TV, karena memenuhi kriteria televisi, yaitu penderitaan dari tokoh Fikri yang terus-menerus sehingga akan mengakibatkan pemirsaTV terkuras air matanya, cinta sejati yang tersandung, intrik-intrik dari para tokoh, serta setting lokasi Minangkabau yang indah. Apalagi sekarang pemerintah menghimbau, agar tayangan sinetron harus menampilkan warna lokal. Di beberapa FTV kini mulai rajin diangkat cerita berlatar belakang kebudayaan lokal kita. RKS memiliki warna lokal yang kuat; yaitu kebudayan Minang yang matrilineal (garis ibu) lewat tokoh kakak Rahima, yaitu Ningsih, yang memisahkan Fikri si miskin dengan Rahima. Terutama setting lokal Minangnya yang kuat; pemandangan danau Maninjau, gunung Singgalang, dan lokal genuine lainnya.

Kita doakan saja semoga ada TV atau PH yang berminat mengangkat RKS ke sinetron atau film layar lebar di TV. Insya Allah.

**) Gola Gong adalah pengarang novel dan penulis scenario sinetron. Pernah bekerja sebagai creative di Indosiar (1995), dan RCTI (1996 – 2008). Kini menekuni dunia penerbian di Gong Publishing, Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat Indonesia, Dewan Pembina Forum Lingkar Pena, dan Pendiri Rumah Dunia (www.rumahdunia.net)

*) Makalah ini dipaparkan di acara “Bedah Novel ‘Rinai Kabut Singgalang”, Minggu, 3 April 2011, pukul 08.00 – 16.00 WIB, Graha Serambi Mekah, Padang Panjang.
PESAN SEGERA NOVEL INI: Caranya: Hubungi nomor 0819 9351 6937 atau 0813 7444 2075. Harga buku Rp 48.000/eks (ditambah ongkos kirim). Uang pembelian ditransfer ke rekening: BNI Cabang Bukittinggi No Rek. 0207005426, a.n. Fitri Kumala Sari. Add juga facebook Rinai Kabut Singgalang di rinaikabutsinggalang@yahoo.com atau rahimaintermedia@yahoo.com. Salam.

Dijumput dari: http://rinaikabutsinggalang.blogspot.com/2011/07/gola-gong-novel-rinai-kabut-singgalang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar