Muhammad Alimudin
http://alieserenisme.blogspot.com
Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia) merupakan lembaga seniman budayawan yang di usung oleh NU pada tahun 1950-1960-an. Lebih tepatnya, lesbumi diresmikan pada 28 Maret 1962, oleh almarhum Kiai Saifudin Zuhri, Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia, sekaligus melantik almarhum Djamaludin Malik sebagai ketuanya. Usmar Ismail dan Asrul Sani mendampingi Djamaludin, sebagai Ketua I dan Ketua II. Di lembaga itu para seniman dan budayawan muslim NU berkumpul.
Berdirinya lesbumi bersamaan dengan munculnya lembaga-lembaga kesenian dan kebudayaan yang berafiliasai dengan partai politik yang tentunya bila diamati keadaan seperti ini menjadikan seni dan budaya dimanfaatkan sebagai alat politik. Awal sejarahnya, Lesbumi yang berafiliasi pada partai NU, memposisikan dirinya berada di”tengah-tengah” (moderat) dari dua titik ekstrim antara kubu Lekra dan Manifes Kebudayaan. Antara paham realisme sosialis dengan humanism universal. Lesbumi menolak jargon “politik adalah panglima,” yang menjadi gerak aktivitas lekra dan “seni untuk seni” yang menjadi pandangan manifes kebudayaan.
Sikap Lesbumi tersebut dikeluarkanya Surat Kepercayaan Gelanggang. Berikut kutipan dari Surat Kepercayaan Gelanggang.
SURAT KEPERCAYAAN
…..
Dengan ini jelaslah bahwa dalam penilaian kita, kita akan memberikan tempat yang sentral pada permasalahan masyarakat dan kehidupan. Kita tidak berpegang pada semboyan “kata untuk kata, puisi untuk puisi”. Kita tidak mau melepaskan sajak dari fungsi sosial dan komunikatifnya. Adalah hal yang wajar jika seniman mencipta berdasarkan masalah-masalah konkret yang diakibatkan oleh ketegangan-ketegangan masyarakat di mana ia hidup. Kita tidak menolak “isme” apapun dalam kesenian – artinya “isme” dalam kesenian bagi kita tidak penting sama sekali. Yang penting adalah gaya pribadi seniman yang ia pergunakan untuk mengungkap sesuatu yang hendak ia sampaikan pada masyarakat.
Tidak usah dikatakan lagi bahwa kita adalah penentang yang keras pendirian “politik adalah panglima”. Pendirian ini telah menghambat kebebasan seniman dan telah menjadikan seluruh kehidupan kreatif menjadi korup. Pendirian ini telah mengingkari hak tanggung jawab dan kebebasan memilih pertanggungan jawab kaum seniman dan inteligensia (budayawan), dengan memaksa mereka menyerahkan pertanggungan jawab itu pada suatu ideologi, pada suatu sistem pemikiran yang bersifat memaksa.
……
Pernyataan tersebut jelas menandakan eksisnya para seniman dan budayawan muslim Indonesia. Sikap yang memberikan warna lain yang membedakan Lesbumi dari Lekra dan Manifes Kebudayaan.
Lembaga ini sempat stagnan hingga pasca pemerintahan Soeharto, namun kembali dihadirkan melalui Muktamar NU ke-30 (1999) dan ke-31 (2004) . Apa yang dilakukan NU merupakan bagian dari semangat kembali ke Khittah 1926 yang menggelindingkan trilogi transformasi: sosio-politik, sosio-kultural dan sosio-ekonomi. Fakta historis ini membedakan kehadiran Lesbumi selama hampir satu dasawarsa terakhir dengan kelahiran awalnya pada dekade 1960-an.
Eksistensi Lesbumi: Polemik Kebudayaan, Surat kepercayaan Gelanggang, Politik Aliran Kepercayaan
Tiga peristiwa kebudayaan Indonesia di abad 20, yaitu: polemik kebudayaan, surat kepercayaan gelanggang dan politik aliran kepercayaan merupakan perdebatan kebudayaan dimana dalam ketiga peristiwa itu memunculkan pembeda antara kebudayaan “baru” dan “lama” sebagai upaya dalam pembentukan Negara-bangsa Indonesia.
1) Polemik Kebudayaan
Manurut kamus istilah sastra, Polemik kebudayaan adalah perbantahan pikiran antara dua pihak yang berbeda paham tentang suatu amasalah konkret ataupun pendirian yang mendasar atau sering disebut juga dengan perang pena.[1]
Polemik kebudayaan yang berawal dari esai-esai yang dikumpulkan menjdai buku oleh Achdiat Karta Miharja, mengandung tiga bagian inti, yaitu polemik menuju masyarakat dan kebudayaan baru Indonesia, pendidikan dan perguruan nasional, serta pembangunan bangsa.
Bagian pertama yang merupakan pencarian kebudayaan baru Indonesia, Sutan Takdir Ali Syahbana (STA) dan Sanusi Pane memperdebatkan identitas antara timur dan barat. Sanusi Pane yang mengajukan semangat ketimuran, sedangkan STA mengajukan kebudayaan barat sebagai kiblat yang harus ditempuh oleh bangsa Indonesia. STA mengemukakan bahwa Indonesia sedang mengarah ke “barat’ yang lebih dinamis dengan indikasi fenomena semangat ke-indonesiaan dan rasa kebangsaan, keinginan untuk maju dan munculnya perkumpulan Budi Utomo tahun 1908 sebagai organisasi modern yang dipimpin oleh mereka yang berpendidikan barat, demikian juga nama Indonesia yang sebenarnya di impor dari bangsa barat.
Pendidikan dan perguruan nasional sebagai bagian kedua dari polemik kebudayaan menjadi perdebatan antara Dr. Soetomo, Tjindarbumi, Adi Negoro, Ki Hajar Dewantara di satu pihak dan STA di pihak lain. Bermula dari hasil Kongres I Permusyawaratan Perguruan Indonesia pada 8-10 Juni 1935 di Solo, polemik ini menghadirkan sistem pendidikan ala Pesantren dan ala Barat. Pesantren yang merepresentasikan budaya timur diajukan oleh sebagian pembicara (Dr. Soetomo, Ki Hajar Dewantara dan Sutopo Adiseputro) dalam kongres sebagai model perguruan ‘yang asli’, yang sesuai dengan masyarakat Indonesia. Model pesantren ini dihadapkan dengan model perguruan yang ada di barat, yaitu H.I.S. (Hollandsch Inlandsche School) dan E.L.S. (Europesche lagere School) yang diajukan oleh STA. Perdebatan ini dapat dikatakan sebagai bentuk refleksi dari situasi peralihan yang dihadapi masyarakat Kolonial, terutama pada masa-masa akhir pemerintahan Hindia-Belanda.
Pada bagian ketiga, tentang polemik pembangunan bangsa. Sebenarnya semua yang bertentangan telah mendapatkan pendidikan dari barat dan hasil dari perdebatan itu hanyalah hal-hal yang sifatnya imajiner.
2) Surat Kepercayaan Gelanggang (SKG)
Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan pernyataan resmi yang menyatakan sikap dan pendirian kelompok gelanggang mengenai kebudayaan yang tertanggal 18 Februari 1950 dan diumumkan melalui majalak Siasat edisi tanggal 22 Oktober 1950.[2]
SKG yang sebenarnya dirumuskan oleh Asrul Sani pada 18 Februari 1950 tetapi baru dipublikasikan Sembilan bulan berikutnya, pada 22 Oktober 1950, mengindikasikan bentuk reaksi terhadap Mukadimah Lekra yang dicetuskan pada 17 Agustus 1950. Indikasi itu terlihat dari masuknya beberapa pencetus SKG ke Lekra, perbedaan ideologis antara Lekra dan Generasi Gelanggang, dan Kemajuan Lekra.[3]
Pada saat desakan Lekra begitu kuat, Asrul Sani dan Usmar Ismail dan beberapa teman lainya mendirikan Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) yang berinduk pada NU.
Sebagaimana yang tercantum dalam SKG, Asrul Sani selalu memegang teguh idealismenya untuk membangun kebudayaan Indonesia, “…ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri.” Asrul Sani juga menolak tegas gagasan politik adalah panglima, “kita tidak menolak ‘isme’ apapun dalam kesenian…kita adalah penentang keras ‘politik adalah panglima,” yang dianut oleh Lekra. Dalam pembangunan budaya Indonesia Asrul Sani menyebut kalimat, “Agama sebagai kesatuan yang merupakan pengikat dan pemberi bentuk batin kesatuan kebudayaan.”
Dengan SKG ini menandakan Asrul Sani sebagai bagian dari Lesbumi yang selalu mengawal pembangunan kebudayaan Indonesia dari pengaruh kekuatan penguasa dan pemurnian budaya dengan berpegang pada agama.
3) Politik-Aliran Kebudayaan
Politik-aliran kebudayaan yang berkembang pada tahun 1950-an dibagi menjadi dua aliran utama di kalangan seniman-pengarang saat itu: aliran universalisme (seniman-pengarang gelanggang) dan aliran realisme sosialis (seniman–pengarang Lekra).
Dalam perkembanganya, aliran-aliran kebudayaan hanya mempertentangkan soal jalan atau metode, belum mencapai soal hasil dalam berkebudayaan dan berkesenian. Keadaan itu brejalan sampai memasuki tahun 1960 dan pada saat itulah politik Indonesai dihadapkan pada bapak baru, yaitu diterapkanya ‘Demokrasi Terpimpin’. Sistem Demokrasi Terpimpin ini dilakukan oleh Soekarno sebagai ganti dari liberalisme yang gagal. Selanjutnya konsep Demokrasi Terpimpin yang digagas Soekarno melalui pidato 17 Agustus 1959 ini disebut Manifesto Politik (Manipol). Di mana tidak hanya persoalan yang ekonomi dan politik saja yang menjadi konsen, tetapi juga mengenai kebudayaan.
Pidato tersebut mendapat tanggapan, antara lain dari Asrul Sani yang mengemukakan tentang ketidakmajuan seni budaya nasional disebabkan oleh jatuhnya seni budaya ke tangan kaum birokrat tanpa mengikutsertakan kaum seniman. Lebih jauh, Asrul Sani menyebut bahwa kaum birokrat sibuk dengan soal infiltrasi kebudayaan.
Manipol ini memberikan ruang untuk saling dukung antara pemerintah dan kaum seni. Di satu sisi mengikutsertakan kaum seni dalam revolusi pembangunan bangsa. Namun di sisi lain, terjadi arus politisasi kebudayaan yang sebenarnya bertentangan dengan naluri kaum seni yang beraliran seni otonom.
Konsep Manipol ini juga menjadi momen persinggungan antara kaum seni dan dunia politik. Peringgungan ini yang memunculkan kaum seni yang berafiliasi dengan pemerintah, yaitu Lekra dengan slogan utama ‘Politik adalah Panglima’ dan kaum seniman-pengarang ‘angkatan baru’ (angkatan 45) yang melahirkan Manifes Kebudayaan dengan falsafah kebudayaan Pancasila.
Berbeda dengan kedua kelompok di atas, Lesbumi melalui para pelopornya—meskipun lembaga ini dibawah partai NU—monolak ‘Politik adalah Panglima’. Lesbumi menempuh jalan tengah sesuai dengan karakteristik NU, partai induknya. Alasan ini dikemukakan karena kaum Lesbumi ‘tidak berpegang pada kata untuk kata, puisi untuk puisi’ dan ‘tidak ingin melepaskan sajak dari fungsi sosial dan komunikatifnya’. Selain itu, Lesbumi juga menegaskan ‘isme’ dalam kesenian tidaklah penting dan yang penting adalah ‘gaya pribadi seniman yang dipergunakan untuk mengungkap sesuatu yang hendak disampaikan kepada masyarakat’.
Meskipun demikian, tantangan kaum terdidik (seperti usmar Ismail dan Asrul Sani) dalam mengembangkan seni budaya Lesbumi di lingkungan nahdhiyyin adalah bagaimana memadukan seni budaya yang ‘modern’ sekaligus ‘religius’ sebagai kepaduan yang baru.
Persoalan lain juga adalah mengenai membumikan pandangan ‘keagamaan Islam tentang seni budaya’ dalam komunitas nahdhiyyin. Tentunya ini menjadi pekerjaan bersama oleh kaum seni Lesbumi dengan para Ulama.
Tantangan Lesbumi di dalam berkesenian dan Berkebudayaan
Hadirnya modernitas yang mendasari sifat kebudayaan pragmatis kini menjadi tantangan nyata bagi Lesbumi untuk berkesenian dan berkebudayaan yang lebih berkualitas dan manusiawi khususnya dengan mengajak seluruh warga NU agar mengembalikan ruh kebudayaan sebagai medium baragama dan bersosialisasi.
Menghadirkan kembali lesbumi sebagai upaya untuk menjadikan berkesenian dan berkebudayaan sebagai pilar dari sikap kemanusiaan. Hal ini dilandasi oleh keadaan akan fenomena kering dan sepinya agama dari sentuhan kebudayaan sehingga yang nampak adalah penampilan agama yang sangar dan beku, tidak memiliki kelenturan-kelenturan. Agama tidak lagi menjadi sesuatu yang hidup dan bahkan tidak lagi memberi kenyamanan bagi pemeluknya. Agama berjalan mengisi kemanusiaan tanpa ada sentuhan-sentuhan budaya akan terkesan kering, keras dan kaku.
Lesbumi yang terdiri dari para budayawan, seniman, pemikir, intelektual yang memiliki perhatian terhadap masalah kebudayaan Indonesia, memberikan peran atau memfasilitasi kesenian yang sifatnya menumbuhkan kretifitas masyarakat. Proses alienasi kesenian dari komunitasnya disebabkan oleh komersialisasi dan komodifikasi kesenian yang menciptakan pasar mengakibatkan kesenian rakyat selalu dapat dikalahkan oleh kebudayaan dan kesenian kapitalis.
Sudah saatnya NU memberikan perhatian khusus pada dunia seni dan budaya serta menjawab persoalan- persoalan yang dihadapi oleh seniman dan budayawan meski konsekuensinya adalah NU harus memperkaya Bahtsul masail kebudayaan dan kesenian yang dapat memberikan jawaban atas persoalan-persoalan itu.
Untuk meneguhkan komitmenya di bidang kesenian dan kebudayaan, NU melalui Lesbumi sudah saatnya mengembangkan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran islam dalam rangka untuk membina manusia nuslim yang bertaqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama, bangsa dan Negara.
Sumber:
Chisaan, Choirotun, Lesbumi: Strategi Politik Kebudayaan, 2008, Yogyakarta: LKIS
Zaidan, Abdul Razak dkk., Kamus Istilah Sastra, 2007, Jakarta: Balai Pustaka, h.156
Mahayana, S. Maman, 9 Jawaban Sastra Indonesia: sebuah oriantasi kritik, 2005, Jakarta: Bening Publishing, h. 452-455
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar