Minggu, 06 Juli 2014

Lesbumi dalam Pembentukan Budaya Bangsa

Muhammad Alimudin
http://alieserenisme.blogspot.com

Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia) merupakan lembaga seniman budayawan yang di usung oleh NU pada tahun 1950-1960-an. Lebih tepatnya, lesbumi diresmikan pada 28 Maret 1962, oleh almarhum Kiai Saifudin Zuhri, Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia, sekaligus melantik almarhum Djamaludin Malik sebagai ketuanya. Usmar Ismail dan Asrul Sani mendampingi Djamaludin, sebagai Ketua I dan Ketua II. Di lembaga itu para seniman dan budayawan muslim NU berkumpul.

Berdirinya lesbumi bersamaan dengan munculnya lembaga-lembaga kesenian dan kebudayaan yang berafiliasai dengan partai politik yang tentunya bila diamati keadaan seperti ini menjadikan seni dan budaya dimanfaatkan sebagai alat politik. Awal sejarahnya, Lesbumi yang berafiliasi pada partai NU, memposisikan dirinya berada di”tengah-tengah” (moderat) dari dua titik ekstrim antara kubu Lekra dan Manifes Kebudayaan. Antara paham realisme sosialis dengan humanism universal. Lesbumi menolak jargon “politik adalah panglima,” yang menjadi gerak aktivitas lekra dan “seni untuk seni” yang menjadi pandangan manifes kebudayaan.

Sikap Lesbumi tersebut dikeluarkanya Surat Kepercayaan Gelanggang. Berikut kutipan dari Surat Kepercayaan Gelanggang.

SURAT KEPERCAYAAN
…..
Dengan ini jelaslah bahwa dalam penilaian kita, kita akan memberikan tempat yang sentral pada permasalahan masyarakat dan kehidupan. Kita tidak berpegang pada semboyan “kata untuk kata, puisi untuk puisi”. Kita tidak mau melepaskan sajak dari fungsi sosial dan komunikatifnya. Adalah hal yang wajar jika seniman mencipta berdasarkan masalah-masalah konkret yang diakibatkan oleh ketegangan-ketegangan masyarakat di mana ia hidup. Kita tidak menolak “isme” apapun dalam kesenian – artinya “isme” dalam kesenian bagi kita tidak penting sama sekali. Yang penting adalah gaya pribadi seniman yang ia pergunakan untuk mengungkap sesuatu yang hendak ia sampaikan pada masyarakat.

Tidak usah dikatakan lagi bahwa kita adalah penentang yang keras pendirian “politik adalah panglima”. Pendirian ini telah menghambat kebebasan seniman dan telah menjadikan seluruh kehidupan kreatif menjadi korup. Pendirian ini telah mengingkari hak tanggung jawab dan kebebasan memilih pertanggungan jawab kaum seniman dan inteligensia (budayawan), dengan memaksa mereka menyerahkan pertanggungan jawab itu pada suatu ideologi, pada suatu sistem pemikiran yang bersifat memaksa.
……
Pernyataan tersebut jelas menandakan eksisnya para seniman dan budayawan muslim Indonesia. Sikap yang memberikan warna lain yang membedakan Lesbumi dari Lekra dan Manifes Kebudayaan.

Lembaga ini sempat stagnan hingga pasca pemerintahan Soeharto, namun kembali dihadirkan melalui Muktamar NU ke-30 (1999) dan ke-31 (2004) . Apa yang dilakukan NU merupakan bagian dari semangat kembali ke Khittah 1926 yang menggelindingkan trilogi transformasi: sosio-politik, sosio-kultural dan sosio-ekonomi. Fakta historis ini membedakan kehadiran Lesbumi selama hampir satu dasawarsa terakhir dengan kelahiran awalnya pada dekade 1960-an.

Eksistensi Lesbumi: Polemik Kebudayaan, Surat kepercayaan Gelanggang, Politik Aliran Kepercayaan

Tiga peristiwa kebudayaan Indonesia di abad 20, yaitu: polemik kebudayaan, surat kepercayaan gelanggang dan politik aliran kepercayaan merupakan perdebatan kebudayaan dimana dalam ketiga peristiwa itu memunculkan pembeda antara kebudayaan “baru” dan “lama” sebagai upaya dalam pembentukan Negara-bangsa Indonesia.

1) Polemik Kebudayaan
Manurut kamus istilah sastra, Polemik kebudayaan adalah perbantahan pikiran antara dua pihak yang berbeda paham tentang suatu amasalah konkret ataupun pendirian yang mendasar atau sering disebut juga dengan perang pena.[1]

Polemik kebudayaan yang berawal dari esai-esai yang dikumpulkan menjdai buku oleh Achdiat Karta Miharja, mengandung tiga bagian inti, yaitu polemik menuju masyarakat dan kebudayaan baru Indonesia, pendidikan dan perguruan nasional, serta pembangunan bangsa.

Bagian pertama yang merupakan pencarian kebudayaan baru Indonesia, Sutan Takdir Ali Syahbana (STA) dan Sanusi Pane memperdebatkan identitas antara timur dan barat. Sanusi Pane yang mengajukan semangat ketimuran, sedangkan STA mengajukan kebudayaan barat sebagai kiblat yang harus ditempuh oleh bangsa Indonesia. STA mengemukakan bahwa Indonesia sedang mengarah ke “barat’ yang lebih dinamis dengan indikasi fenomena semangat ke-indonesiaan dan rasa kebangsaan, keinginan untuk maju dan munculnya perkumpulan Budi Utomo tahun 1908 sebagai organisasi modern yang dipimpin oleh mereka yang berpendidikan barat, demikian juga nama Indonesia yang sebenarnya di impor dari bangsa barat.

Pendidikan dan perguruan nasional sebagai bagian kedua dari polemik kebudayaan menjadi perdebatan antara Dr. Soetomo, Tjindarbumi, Adi Negoro, Ki Hajar Dewantara di satu pihak dan STA di pihak lain. Bermula dari hasil Kongres I Permusyawaratan Perguruan Indonesia pada 8-10 Juni 1935 di Solo, polemik ini menghadirkan sistem pendidikan ala Pesantren dan ala Barat. Pesantren yang merepresentasikan budaya timur diajukan oleh sebagian pembicara (Dr. Soetomo, Ki Hajar Dewantara dan Sutopo Adiseputro) dalam kongres sebagai model perguruan ‘yang asli’, yang sesuai dengan masyarakat Indonesia. Model pesantren ini dihadapkan dengan model perguruan yang ada di barat, yaitu H.I.S. (Hollandsch Inlandsche School) dan E.L.S. (Europesche lagere School) yang diajukan oleh STA. Perdebatan ini dapat dikatakan sebagai bentuk refleksi dari situasi peralihan yang dihadapi masyarakat Kolonial, terutama pada masa-masa akhir pemerintahan Hindia-Belanda.

Pada bagian ketiga, tentang polemik pembangunan bangsa. Sebenarnya semua yang bertentangan telah mendapatkan pendidikan dari barat dan hasil dari perdebatan itu hanyalah hal-hal yang sifatnya imajiner.

2) Surat Kepercayaan Gelanggang (SKG)
Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan pernyataan resmi yang menyatakan sikap dan pendirian kelompok gelanggang mengenai kebudayaan yang tertanggal 18 Februari 1950 dan diumumkan melalui majalak Siasat edisi tanggal 22 Oktober 1950.[2]

SKG yang sebenarnya dirumuskan oleh Asrul Sani pada 18 Februari 1950 tetapi baru dipublikasikan Sembilan bulan berikutnya, pada 22 Oktober 1950, mengindikasikan bentuk reaksi terhadap Mukadimah Lekra yang dicetuskan pada 17 Agustus 1950. Indikasi itu terlihat dari masuknya beberapa pencetus SKG ke Lekra, perbedaan ideologis antara Lekra dan Generasi Gelanggang, dan Kemajuan Lekra.[3]

Pada saat desakan Lekra begitu kuat, Asrul Sani dan Usmar Ismail dan beberapa teman lainya mendirikan Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) yang berinduk pada NU.

Sebagaimana yang tercantum dalam SKG, Asrul Sani selalu memegang teguh idealismenya untuk membangun kebudayaan Indonesia, “…ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri.” Asrul Sani juga menolak tegas gagasan politik adalah panglima, “kita tidak menolak ‘isme’ apapun dalam kesenian…kita adalah penentang keras ‘politik adalah panglima,” yang dianut oleh Lekra. Dalam pembangunan budaya Indonesia Asrul Sani menyebut kalimat, “Agama sebagai kesatuan yang merupakan pengikat dan pemberi bentuk batin kesatuan kebudayaan.”
Dengan SKG ini menandakan Asrul Sani sebagai bagian dari Lesbumi yang selalu mengawal pembangunan kebudayaan Indonesia dari pengaruh kekuatan penguasa dan pemurnian budaya dengan berpegang pada agama.

3) Politik-Aliran Kebudayaan
Politik-aliran kebudayaan yang berkembang pada tahun 1950-an dibagi menjadi dua aliran utama di kalangan seniman-pengarang saat itu: aliran universalisme (seniman-pengarang gelanggang) dan aliran realisme sosialis (seniman–pengarang Lekra).

Dalam perkembanganya, aliran-aliran kebudayaan hanya mempertentangkan soal jalan atau metode, belum mencapai soal hasil dalam berkebudayaan dan berkesenian. Keadaan itu brejalan sampai memasuki tahun 1960 dan pada saat itulah politik Indonesai dihadapkan pada bapak baru, yaitu diterapkanya ‘Demokrasi Terpimpin’. Sistem Demokrasi Terpimpin ini dilakukan oleh Soekarno sebagai ganti dari liberalisme yang gagal. Selanjutnya konsep Demokrasi Terpimpin yang digagas Soekarno melalui pidato 17 Agustus 1959 ini disebut Manifesto Politik (Manipol). Di mana tidak hanya persoalan yang ekonomi dan politik saja yang menjadi konsen, tetapi juga mengenai kebudayaan.

Pidato tersebut mendapat tanggapan, antara lain dari Asrul Sani yang mengemukakan tentang ketidakmajuan seni budaya nasional disebabkan oleh jatuhnya seni budaya ke tangan kaum birokrat tanpa mengikutsertakan kaum seniman. Lebih jauh, Asrul Sani menyebut bahwa kaum birokrat sibuk dengan soal infiltrasi kebudayaan.

Manipol ini memberikan ruang untuk saling dukung antara pemerintah dan kaum seni. Di satu sisi mengikutsertakan kaum seni dalam revolusi pembangunan bangsa. Namun di sisi lain, terjadi arus politisasi kebudayaan yang sebenarnya bertentangan dengan naluri kaum seni yang beraliran seni otonom.

Konsep Manipol ini juga menjadi momen persinggungan antara kaum seni dan dunia politik. Peringgungan ini yang memunculkan kaum seni yang berafiliasi dengan pemerintah, yaitu Lekra dengan slogan utama ‘Politik adalah Panglima’ dan kaum seniman-pengarang ‘angkatan baru’ (angkatan 45) yang melahirkan Manifes Kebudayaan dengan falsafah kebudayaan Pancasila.

Berbeda dengan kedua kelompok di atas, Lesbumi melalui para pelopornya—meskipun lembaga ini dibawah partai NU—monolak ‘Politik adalah Panglima’. Lesbumi menempuh jalan tengah sesuai dengan karakteristik NU, partai induknya. Alasan ini dikemukakan karena kaum Lesbumi ‘tidak berpegang pada kata untuk kata, puisi untuk puisi’ dan ‘tidak ingin melepaskan sajak dari fungsi sosial dan komunikatifnya’. Selain itu, Lesbumi juga menegaskan ‘isme’ dalam kesenian tidaklah penting dan yang penting adalah ‘gaya pribadi seniman yang dipergunakan untuk mengungkap sesuatu yang hendak disampaikan kepada masyarakat’.

Meskipun demikian, tantangan kaum terdidik (seperti usmar Ismail dan Asrul Sani) dalam mengembangkan seni budaya Lesbumi di lingkungan nahdhiyyin adalah bagaimana memadukan seni budaya yang ‘modern’ sekaligus ‘religius’ sebagai kepaduan yang baru.

Persoalan lain juga adalah mengenai membumikan pandangan ‘keagamaan Islam tentang seni budaya’ dalam komunitas nahdhiyyin. Tentunya ini menjadi pekerjaan bersama oleh kaum seni Lesbumi dengan para Ulama.

Tantangan Lesbumi di dalam berkesenian dan Berkebudayaan
Hadirnya modernitas yang mendasari sifat kebudayaan pragmatis kini menjadi tantangan nyata bagi Lesbumi untuk berkesenian dan berkebudayaan yang lebih berkualitas dan manusiawi khususnya dengan mengajak seluruh warga NU agar mengembalikan ruh kebudayaan sebagai medium baragama dan bersosialisasi.

Menghadirkan kembali lesbumi sebagai upaya untuk menjadikan berkesenian dan berkebudayaan sebagai pilar dari sikap kemanusiaan. Hal ini dilandasi oleh keadaan akan fenomena kering dan sepinya agama dari sentuhan kebudayaan sehingga yang nampak adalah penampilan agama yang sangar dan beku, tidak memiliki kelenturan-kelenturan. Agama tidak lagi menjadi sesuatu yang hidup dan bahkan tidak lagi memberi kenyamanan bagi pemeluknya. Agama berjalan mengisi kemanusiaan tanpa ada sentuhan-sentuhan budaya akan terkesan kering, keras dan kaku.

Lesbumi yang terdiri dari para budayawan, seniman, pemikir, intelektual yang memiliki perhatian terhadap masalah kebudayaan Indonesia, memberikan peran atau memfasilitasi kesenian yang sifatnya menumbuhkan kretifitas masyarakat. Proses alienasi kesenian dari komunitasnya disebabkan oleh komersialisasi dan komodifikasi kesenian yang menciptakan pasar mengakibatkan kesenian rakyat selalu dapat dikalahkan oleh kebudayaan dan kesenian kapitalis.

Sudah saatnya NU memberikan perhatian khusus pada dunia seni dan budaya serta menjawab persoalan- persoalan yang dihadapi oleh seniman dan budayawan meski konsekuensinya adalah NU harus memperkaya Bahtsul masail kebudayaan dan kesenian yang dapat memberikan jawaban atas persoalan-persoalan itu.

Untuk meneguhkan komitmenya di bidang kesenian dan kebudayaan, NU melalui Lesbumi sudah saatnya mengembangkan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran islam dalam rangka untuk membina manusia nuslim yang bertaqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama, bangsa dan Negara.

Sumber:
Chisaan, Choirotun, Lesbumi: Strategi Politik Kebudayaan, 2008, Yogyakarta: LKIS
Zaidan, Abdul Razak dkk., Kamus Istilah Sastra, 2007, Jakarta: Balai Pustaka, h.156
Mahayana, S. Maman, 9 Jawaban Sastra Indonesia: sebuah oriantasi kritik, 2005, Jakarta: Bening Publishing, h. 452-455

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar