Karya: Masataka Takeshita
Penerjemah: M. Harir Muzakki *
Pada bab sebelumnya, kita telah mengkaji perkembangan pemikiran tentang Adam dalam pandangan Islam, dan kita telah menemukan beberapa penafsiran hadis imago Dei, tema mikrokosmos dan makrokosmos berhubungan dengan hadis itu. Pada bab ini, kami memfokuskan tema ini dalam pandangan Islam, khususnya doktrin makrokosmos Ikhwan al-Safa’, dan pengaruhnya terhadap pemikiran al-Ghazali dan Ibn ‘Arabi.
Tema makrokosmos-mikrokosmos memiliki sejarah panjang. Rudolf Allers dalam kajiannya yang menarik mengenai tema ini dalam filsafat Barat membedakan enam hal: bersifat dasar; struktural; holistik; simbolis; psikologis dan metaforis.1 Meskipun enam hal tersebut ditemukan dalam pemikiran Islam, namun kami mengkaitkan dalam bab ini lima hal dari yang pertama. Juga harus diingat pernyataan Aller sebagai berikut, setelah pengelompokannya. “Adalah aneh bahwa beberapa penafsiran ini, dengan pengecualian nama terakhir (metaforis) ditemukan dalam bentuk asli. Sesuatu yang biasa (dalam pembahasan) adalah dengan memadukan berbagai macam tema. Beberapa penafsiran tentang satu tema dipadukan dan saling melengkapi.”2
Asal Usul Teori Mikrokosmos dalam Pemikiran Islam
Sangat mungkin bahwa tema makrokosmos-mikrokosmos diperkenalkan ke dalam Islam melalui Pythagoreanisme.3 Shahrastani dalam karyanya al-Milal wa al Nihal menulis kata-kata Pythagoras sebagai berikut:
Manusia memiliki persesuaian (muqabala) dengan seluruh alam semesta sesuai kebaikan fitrahnya (fitra) dan dia merupakan sebuah mikrokosmos (‘alam saghir), dan alam semesta merupakan manusia besar (insan kabir). Oleh karena itu, kelebihan (hazz) manusia yang berkaitan dengan ruh dan akal menjadi lebih sempurna (awfar). Jadi, siapapun yang meningkatkan ruh dan membersihkan sifat dan memperbaiki keadaannya (ahwal) dapat memperoleh pengetahuan tentang alam semesta dan bagaimana (kayfiya) susunannya.4
Haruslah diperhatikan dalam hubungan ini bahwa Ikhwan al-Safa’, yang mengembangkan teori makrokosmos-mikrokosmos lebih mendalam, secara umum dikenal sebagai representasi muslim Neo-Pythagoreanisme.5
Pertama yang mengembangkan tema ini dalam Islam adalah al-Kindi.6 Dia juga mengakui bahwa tema ini dari orang-orang bijak kuno yang memiliki bahasa asing (orang-orang yang tidak sama dengan bahasa kita, ghayr ahl lisanina) yang menamakan manusia sebagai mikrokosmos. Kemudian, dia meneruskan pernyataan itu sebagai berikut:
Dalam dirinya (manusia), terdapat semua daya (quwa) yang ada di alam semesta (al-kull), misalnya, tumbuh (nama’), kebinatangan (bayawaniya), dan rasionalitas (mantiqiya). Dalam dirinya, terdapat keduniawian (ardiya) seperti tulang-tulang dan benda-benda yang sama; air (ma’iya) seperti embun (rutubat) yang di dalamnya terdapat air misalnya urat darah dan bagian-bagian yang berisi cairan (naqa’) seperti perut, saluran kencing dan bagian-bagian lain yang sama; mineral tertentu (al-ma’adin al-mabniya) dan gusi (samgha) seperti otak dan urat saraf; dan udara di bagian dalam dan bagian yang berlubang-lubang; binatang-binatang seperti cacing-cacing yang bergerak di bagian dalam dan luarnya. Fenomena alam sama dengan benda-benda yang terjadi di dunia rendah, seperti hujan, guntur, angin, gerhana, pelangi, gempa bumi dan sebagainya, semua memiliki persamaan dalam dirinya, … Dan hanya dalam diri manusia ditemukan semua benda-benda ini secara keseluruhan.7
Persesuaian yang disebutkan pada bagian di atas muncul kembali dalam pemikiran Ikhwan al-Safa, al-Ghazali, dan Ibn ‘Arabi.8 Pada bagian di atas dikatakan bahwa tiga daya yang ada di alam semesta juga ditemukan pada manusia. Tumbuh merupakan ciri tanaman, kebinatangan adalah ciri binatang, dan akal menjadi ciri malaikat.9 Jadi, manusia mencakup sifat tanaman, binatang dan malaikat.
Konsep al-Kindi tentang manusia sebagai mikrokosmos berhubungan erat dengan tema pengetahuan diri. Dalam al-Risalah fi Hudud al-Ashya’ wa Rusuhina, dia memberikan enam definisi “filosofi.” Salah satu yang nampak mencerminkan idenya sebagai berikut:
Filsafat adalah pengetahuan manusia (ma’rifa) tentang dirinya. Kata-kata ini sangat tinggi dan mendalam. Misalnya, saya berkata: segala sesuatu (ashya’) merupakan tubuh dan non tubuh, apakah non tubuh juga subtansi (jawhar) atau aksiden; manusia terdiri dari tubuh, dan aksiden, ruh adalah sebuah subtansi dan non tubuh, jika manusia mengetahui dirinya (esensinya, dhatuhu), maka dia mengetahui tubuh beserta aksidennya, aksiden pertama10 dan subtansi yang merupakan non tubuh. Akhirnya, jika dia mengetahui semua ini, maka dia mengetahui segala sesuatu. Karena ini, orang-orang bijak menamakan manusia mikrokosmos.11
Seperti semua pengikut Neo-Platonis, al-Kindi membedakan tubuh dan ruh secara tegas. Ruh merupakan sifat Tuhan. Namun demikian, hubungan antara Tuhan dan ruh tidak dijelaskan melalui hadis Imago Dei, tetapi melalui metafor matahari dan sinarnya.12 Dia bahkan membandingkan ruh dengan Tuhan, Tuhan mengatur alam semesta, dan ruh mengatur tubuh.13 Perbandingan yang sama juga digunakan oleh al-Ghazali dalam karyanya al-Madnun al-Saghir, sebagaimana kita telah membahas pada bab sebelumnya.14
Teori Mikrokosmos Ikhwan Al-Safa
Ikhwan al-Safa’ menjadi pendudung utama pemikiran mikrokosmos al-Kindi.15 Sebagaimana dikatakan oleh Conger, mereka mengembangkan paling luas doktrin makrokosmos-mikrokosmos sebelum Paracelsus dan mereka meletakkan doktrin ini di tengah-tengah seluruh sistem filsafatnya.16 Tidaklah berlebihan mengatakan bahwa seluruh pemikiran kosmologi dan antropologinya didasarkan atas ide ini dan memiliki pengaruh luas dalam pemikiran Islam pada masa berikutnya.17
Teori Jiwa
Menurut Ikhwan, semua wujud dibagi ke dalam wujud yang bersifat universal (al-kulli) dan partikular (al-juz’i).18 Jadi, jiwa juga dibagi ke dalam jiwa universal dan partikular. Jiwa universal yang juga dinamakan “the aina mundi” (nafs al-‘alm) merupakan yang ketiga dari Tuhan dalam urutan rangkaian emanasi.19 Sebagaimana teori masyhur tritunggal Plotinus. Jiwa-jiwa tertentu (nufus atau anfus juz’iya), di antaranya adalah jiwa-jiwa manusia, merupakan bagian jiwa universal. Jiwa universal mengatur seluruh alam semesta dengan cara yang sama sebagaimana jiwa manusia mengatur seluruh tubuhnya,20 meskipun dalam hal jiwa universal, ia berada di luar alam semesta.
Terkadang jiwa-jiwa partikular dikelompokkan lebih rinci dalam susunan yang bertingkat ke dalam jiwa-jiwa sederhana (anfus basita), jiwa-jiwa genera, jiwa-jiwa spesies, dan jiwa-jiwa tertentu, yaitu jiwa-jiwa individu.21 Mereka menjelaskan berbagai jiwa melalui perbandingan sistem angka. Jiwa universal seperti kesatuan, yaitu satu angka, jiwa-jiwa sederhana bagaikan digit, jiwa genera berjumlah sepuluh, jiwa spesies seratus; jiwa partikular seribu.22 Di tempat lain, mereka menjelaskan jiwa-jiwa yang lebih rendah sebagai kekuatan (quwa) bagi jiwa-jiwa yang lebih tinggi dengan cara sebagai berikut:
Ketika kami mengatakan “Jiwa-jiwa sederhana,” yang kami maksudkan adalah bagian dari jiwa universal, yang menggerakkan tubuh-tubuh ini (tubuh-tubuh langit), mengatur dan mencerap mereka. Kami namakan jiwa sederhana ini dalam tulisan kami adalah para malaikat dan makhluk spiritual (ruhaniyun). Ketika kami menyebut “jiwa-jiwa binatang, tumbuh-tumbuhan, dan jiwa-jiwa mineral” (al-anfus al-hayawaniya wa al-nabatiya wa al-ma’daniya), kami maksudkan bagian jiwa-jiwa sederhana ini, yang menggerakkan tubuh-tubuh yang dikeluarkan (al-ajsam al-muwallada, yaitu mineral, tumbuhan dan binatang), menuju dan merembes padanya … Ketika kami mengatakan “jiwa-jiwa tertentu yang bergerak” (al-anfus al-juz’iya al-mutaharrika), kami maksudkan ini bagian dari jiwa-jiwa binatang, tumbuhan, jiwa-jiwa mineral, yang mencerap tubuh-tubuh partikular (individu), bergerak dan mengarah padanya.23
Pada bagian di atas, jiwa-jiwa binatang, tumbuhan dan mineral sama dengan jiwa-jiwa genera, sementara jiwa spesies terlupakan. Juga agaknya jelas dari bagian di atas, jiwa-jiwa sederhana merupakan jiwa tubuh-tubuh samawi, dan mereka sama dengan para malaikat.
Meskipun jiwa asli manusia tidak disebutkan pada bagian di atas, bagaimanapun juga ia lebih tinggi dari semua jiwa genera, dan disebut “jiwa rasio manusia yang bersifat universal” (al-nafs al-natiqa al-insaniya al-kulliya). Istilah tersebut muncul dalam perdebatan sengit antara binatang dan manusia sebelum Raja Jin, yang menempati sebagian besar di tengah Rasa’il. Di sini raja jin mengatakan kepada para malaikat yang memelihara dan mengarahkan binatang.
Tidak ada satu pun jenis binatang atau spesies atau individu. Apakah ia besar atau kecil, yang Tuhan tidak mengirim para malaikat yang mendidik, merawat dan mengawasi mereka dalam seluruh perbuatannya. Dan ini merupakan kasih sayang yang terbesar, kebaikan, perhatian dari sisi orang tua terhadap anak-anak mereka yang masih kecil dan atas urusan-urusan mereka yang masih lemah.24
Para malaikat yang dikirim untuk binatang-binatang dalam kutipan di atas merupakan jiwa-jiwa genera, spesies, dan berbagai jenis binatang. Seluruh jiwa partikular adalah, jika dipandang secara terpisah, para malaikat pada semua makhluk partikular yang bergerak dan menuju. Dengan kata lain, mereka dapat dikatakan sebagai para malaikat penjaga benda-benda partikular, walaupun secara umum Ikhwan memakai istilah “para malaikat” bagi jiwa-jiwa tubuh langit. Kemudian Raja bertanya kepadanya, siapakah pemimpin (ra’is) para malaikat (muqarrabun) yang mememlihara, merawat umat manusia, menjaganya dan mengawasi urusan-urusan mereka. Orang bijak itu menjawab.
Ia adalah jiwa universal, jiwa manusia, jiwa rasional yang menjadi khalifah Tuhan di bumi. Ia dikaitkan dengan tubuh Adam, ketika diciptakan dari tanah, dan kepadanya semua malaikat menundukkan diri mereka secara serempak. Mereka (para malaikat) merupakan jiwa-jiwa binatang yang menundukkan dirinya kepada jiwa rasional (al-nafs al-natiqa) yang keturunan Adam masih ada hingga saat ini, sebagaimana bentuk tubuh fisik (sura al-jasad al-jismaniya) masih terjaga pada keturunan Adam sampai saat ini. Dengannya mereka tumbuh dan berkembang, silih berganti, diberi pahala dan peringatan dan karena mereka akan kembali …. dan dengannya mereka masuk surga, dan dengannya mereka naik ke dunia langit (‘alam al-aflak), saya maksudkan kenaikan jiwa rasional yang menjadi khalifah Tuhan di bumi.25
Jiwa universal, manusia, rasional adalah malaikat yang menjaga umat manusia, dengan pengertian yang sama bahwa jiwa binatang adalah para malaikat yang menjaga binatang. Ia adalah jiwa manusia yang bersifat umum, dan ketika ia dihubungkan dengan tubuh-tubuh individu manusia, ia menjadi jiwa rasional pada manusia.26 Yves Maquet menafsirkan “jiwa universal, manusia dan rasional” ini sebagai Adam yang bersifat langit dalam faham Ismailiyah.27 Meskipun, dia disebut “khalifah Tuhan di bumi,” dan malaikat tunduk kepadanya, tidak ada perbedaan Adam yang bersifat langit dan Adam yang bersifat bumi, begitu juga tidak ada cerita tentang jatuhnya Adam yang bersifat langit, keduanya ada dalam faham Ismailiyah.28 Ikhwan menggunakan Adam dalam al-Qur’an hanya sebagai simbol jiwa manusia yang bersifat general.
Menurut Yves Marquet, masih terdapat istilah lain yang merujuk pada Adam bumi.29 Ini merupakan “bentuk dari berbagai bentuk” (sura al-suwar) yang muncul dalam bab, “Tentang Penjelasan (bayan) yang diketahui melalui prinsip-prinsip (awa’il) dari beberapa Intelek,” pada tulisan pertama Buku ke empat. Dalam bagian ini, Ikhwan mencoba menjelaskan mengapa manusia berbeda dalam kemampuan intelektualnya. Salah satu sebab, mereka menyebutkan sebagai berikut:
Semua karakter (khisal) dan kebaikan (manaqib) tidak dapat terkumpul pada pribadi satu orang. Karena ini, mereka dibedakan (furriqat) dari seluruh pribadi (ashkhas) umat manusia (insan) dengan keragamannya. Namun, mereka (pribadi-pribadi itu) tidak akan pernah keluar dari bentuk (sura) umat manusia, yang salah satu dari beberapa bentuk berada di bawah bola bulan, bentuk dari segala bentuk (sura al-suwar). Karena ini, kamu melihat manusia dalam keseimbangan yang sempurna (i’tidal) keadaan fitrahnya (fitra). Kemudian kebiasaan baik dan buruknya (‘adat) merubahnya dari (keseimbangan murni), dan kebiasaan ini menjadi sifatnya (yang kedua) … Ketahuilah bahwa bentuk (dari segala bentuk) ini adalah khalifah Tuhan di bumi yang mengatur binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan dan mineral … Ini merupakan kesatuan bentuk, bahkan individu-individu ini adalah banyak. Pengendalian (hukm) bentuk ini atas seluruh pribadi manusia bagaikan pengendalian bentuk jiwa (sura nafsihi) atas seluruh anggota tubuh satu orang manusia. Ini (bentuk jiwa) mengatur masing-masing anggota, setiap tulang sendi, setiap indera seluruh tubuhnya sejak hari kelahirannya sampai kematiannya. Dengan cara ini, bentuk (dari segala bentuk) ini mengatur seluruh umat manusia (bashar), nenek moyang (awwalin) dan anak cucu (akharin) sejak Tuhan menciptakan langit dan bumi. Dan Adam terbuat dari tanah (turabi), bapak umat manusia, memiliki kendali dan kekuasaan (rubbubiya) pada setiap sesuatu yang berada di bumi sampai Hari Kebangkitan. “Dan semua malaikat menundukkan dirinya” (15/30).30
“Bentuk dari segala bentuk” dapat ditafsirkan bentuk umum manusia. Ia merupakan bentuk manusia dalam pengertian Aristoteles, yaitu “kemanusiaan,” yang menjadi pribadi pada setiap manusia. Ini juga sama dengan “jiwa universal, manusia dan rasional” sebagaimana pemikiran Y. Marquet.
Perbedaan di atas antara bentuk umum atau jiwa manusia dengan manusia individu dinyatakan oleh Ikhwan dengan seperangkat istilah, “manusia universal, absolut” (insan mutlaq kulli), dan “manusia partikular” (insan juz’i). Beberapa ilmuwan memandang istilah insan kulli sebagai istilah asli Ibn ‘Arabi, yaitu insan kamil.31 Seperangkat istilah muncul pada bagian “Tentang Esensi Karakter” tulisan kesembilan Buku Pertama. Di sini, pertama mereka menjelaskan bahwa terdapat dua bentuk sifat: bakat (markuza) dan perolehan (muktasaba). Setiap pribadi manusia memiliki sifat khusus, namun tak seorangpun dianugerahi dengan semua sifat.
Jika seorang manusia diberi sifat dengan semua sifat, akan menjadi sempurna (kulfa) baginya untuk mewujudkan seluruh tindakan dan semua bakatnya. Semenatara, (manusia universal, absolut) mendapat seluruh karakter dan manifestasi dan bakat, tetapi “manusia partikular” tidak. Ketahuilah bahwa semua manusia merupakan individu-individu dari manusia absolut ini. Manusia absolut ini adalah apa yang kita sebut sebagai makhluk khalifah Tuhan di bumi semenjak hari penciptaan Adam, bapak umat manusia, sampai dengan hari Kebangkitan. Ia adalah jiwa universal, jiwa manusia yang eksis pada setiap individu, sebagaimana firman Allah, “Kami tidak menciptakan dan tidak membangkitkan kamu sekalian kecuali seperti jiwa yang satu.” (31/28)32
Persamaan paragraf di atas dengan pembahasan “bentuk dari segala bentuk” adalah jelas. Di sini, “manusia absolut” dinamakan “jiwa manusia universal” yang sama dengan “jiwa universal, manusia, rasional.” Jadi, identifikasi Nyber dan ‘Abd al-Latif tentang “manusia absolut” dengan jiwa universal, yaitu anima mundi, ditemukan berdasarkan paragarf di atas.33
Namun demikian, sungguh persamaan seperangkat istilah, “manusia universal, utama” (insane kulli fadil) dan “manusia partikular” muncul dalam Risala al-Jami’a, tetapi istilah itu digunakan dalam pengertian yang berbeda. Sebagaimana telah dikatakan S.H. Nasr,34 Di sini istilah pertama merujuk dunia supralunar (yang tinggi), yaitu “dunia spiritual, cahaya, tinggi” (‘alam sharif nurani), yang istilah berikutnya merujuk pada dunia sublunary (rendah).35
Seperti al-Kindi dan para pengikut Neo-Platolian lain, mereka menklaim pembedaan yang tegas antara tubuh dan jiwa. Bersatunya tubuh dan jiwa tidak kekal dan bersifat sementara. Tujuan manusia adalah membebaskan jiwa dari tubuh dan dunia material.36 Namun, sebagaimana manusia merupakan gabungan (majmu’) jiwa dan tubuh: “Manusia merupakan seluruh pengggabungan (jumla murakkaba) dari yang dapat diindera, tubuh luar dan tersembunyi, jiwa spiritual yang terdalam.”37 Mereka menjelaskan antara keduanya dengan berbagai macam metafor, kuda dan penduduk, buah dan pohon, penunggang dan kuda.38 Walaupun antara keduanya, jiwa secara khusus merupakan bagian manusia yang lebih tinggi,39 baik tubuh dan jiwa menempati tingkatan tinggi yang khusus di antara berbagai wujud.
Sedangkan manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan lengkap yang berada di bawah bulan, meskipun tubuhnya hanya bagian dari seluruh alam semesta. Bagian ini merupakan sesuatu yang paling mirip dengan seluruh (alam semesta), jiwa manusia juga paling mirip di antara jiwa-jiwa partikular dengan jiwa alam semesta, yang merupakan anima mundi.40
Jadi, manusia adalah paling sempurna di antara makhluk hidup yang berada di bawah bulan. Dan mereka seringkali mengutip ayat al-Qur’an, “Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik.” (95/4), yakni:
Tuhan menciptakan manusia dalam wujud yang terbaik dan menciptakannya dalam bentuk (sura) yang paling sempurna dan menjadikan bentuknya sebagai cermin bagi diri-Nya, sehingga bentuk dunia yang lebih besar bisa terefleksikan pada manusia.41
Manusia, yang merupakan gabungan dari jiwa dan tubuh, juga menjadi pertengahan antara gabungan dunia yang lebih tinggi dan dunia yang lebih rendah.
Bentuk manusia (sura insaniya), keadaan jasmani manusia (khilqa basyariya) dengan yang jiwa-jiwa intelek (nufus natiqa) dan kekuatan-kekuatan akal (quwa ‘aqila) berada di pertengahan antara dua dunia ini (yaitu supralunar dan sublunar). Ia dihubungkan dengan dunia spiritual melalui jiwa intelek dan kekuatan intelek, dan dunia partikular (‘alam juz’i), pusat yang lebih rendah (markaz safli) melalui materi alam (hayula tabi’ya) dan bentuk tubuh (sura jismaniya). Oleh karena itu, kami mengatakan bahwa ia merupakan gabungan (majmu’) dua dunia.42
Tidak hanya manusia, tetapi juga jiwa manusia sendiri menempati tingkat pertengahan (al-rutba al-wusta) di antara berbagai wujud. Wujud-wujud yang lebih tinggi dari jiwa manusia adalah Pencipta, Intelek, para malaikat yang merupakan bentuk-bentuk murni terbebas dari materi (al-suwar al-mujarrad min al-hayula).43 Di tempat lain, mereka — seperti al-Ghazali44 — menempatkan manusia pada tingkat pertengahan antara malaikat dan binatang,45 meskipun mungkin bagi manusia mencapai tingkat para malaikat dengan membersihkan jiwanya.46
*) M.Harir Muzakki, Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo.
(Bersambung)
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2013/07/mikrokosmos-dan-makrokosmos-dalam-pemikiran-islam-bagian-i/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar