Jumat, 26 Juli 2013

Mikrokosmos dan Makrokosmos dalam Pemikiran Islam (Bagian I)

Karya: Masataka Takeshita
Penerjemah: M. Harir Muzakki *

Pada bab sebelumnya, kita telah mengkaji perkembangan pemikiran tentang Adam dalam pandangan Islam, dan kita telah menemukan beberapa penafsiran hadis imago Dei, tema mikrokosmos dan makrokosmos berhubungan dengan hadis itu. Pada bab ini, kami memfokuskan tema ini dalam pandangan Islam, khususnya doktrin makrokosmos Ikhwan al-Safa’, dan pengaruhnya terhadap pemikiran al-Ghazali dan Ibn ‘Arabi.

Tema makrokosmos-mikrokosmos memiliki sejarah panjang. Rudolf Allers dalam kajiannya yang menarik mengenai tema ini dalam filsafat Barat membedakan enam hal: bersifat dasar; struktural; holistik; simbolis; psikologis dan metaforis.1 Meskipun enam hal tersebut ditemukan dalam pemikiran Islam, namun kami mengkaitkan dalam bab ini lima hal dari yang pertama. Juga harus diingat pernyataan Aller sebagai berikut, setelah pengelompokannya. “Adalah aneh bahwa beberapa penafsiran ini, dengan pengecualian nama terakhir (metaforis) ditemukan dalam bentuk asli. Sesuatu yang biasa (dalam pembahasan) adalah dengan memadukan berbagai macam tema. Beberapa penafsiran tentang satu tema dipadukan dan saling melengkapi.”2

Asal Usul Teori Mikrokosmos dalam Pemikiran Islam

Sangat mungkin bahwa tema makrokosmos-mikrokosmos diperkenalkan ke dalam Islam melalui Pythagoreanisme.3 Shahrastani dalam karyanya al-Milal wa al Nihal menulis kata-kata Pythagoras sebagai berikut:

Manusia memiliki persesuaian (muqabala) dengan seluruh alam semesta sesuai kebaikan fitrahnya (fitra) dan dia merupakan sebuah mikrokosmos (‘alam saghir), dan alam semesta merupakan manusia besar (insan kabir). Oleh karena itu, kelebihan (hazz) manusia yang berkaitan dengan ruh dan akal menjadi lebih sempurna (awfar). Jadi, siapapun yang meningkatkan ruh dan membersihkan sifat dan memperbaiki keadaannya (ahwal) dapat memperoleh pengetahuan tentang alam semesta dan bagaimana (kayfiya) susunannya.4

Haruslah diperhatikan dalam hubungan ini bahwa Ikhwan al-Safa’, yang mengembangkan teori makrokosmos-mikrokosmos lebih mendalam, secara umum dikenal sebagai representasi muslim Neo-Pythagoreanisme.5

Pertama yang mengembangkan tema ini dalam Islam adalah al-Kindi.6 Dia juga mengakui bahwa tema ini dari orang-orang bijak kuno yang memiliki bahasa asing (orang-orang yang tidak sama dengan bahasa kita, ghayr ahl lisanina) yang menamakan manusia sebagai mikrokosmos. Kemudian, dia meneruskan pernyataan itu sebagai berikut:

Dalam dirinya (manusia), terdapat semua daya (quwa) yang ada di alam semesta (al-kull), misalnya, tumbuh (nama’), kebinatangan (bayawaniya), dan rasionalitas (mantiqiya). Dalam dirinya, terdapat keduniawian (ardiya) seperti tulang-tulang dan benda-benda yang sama; air (ma’iya) seperti embun (rutubat) yang di dalamnya terdapat air misalnya urat darah dan bagian-bagian yang berisi cairan (naqa’) seperti perut, saluran kencing dan bagian-bagian lain yang sama; mineral tertentu (al-ma’adin al-mabniya) dan gusi (samgha) seperti otak dan urat saraf; dan udara di bagian dalam dan bagian yang berlubang-lubang; binatang-binatang seperti cacing-cacing yang bergerak di bagian dalam dan luarnya. Fenomena alam sama dengan benda-benda yang terjadi di dunia rendah, seperti hujan, guntur, angin, gerhana, pelangi, gempa bumi dan sebagainya, semua memiliki persamaan dalam dirinya, … Dan hanya dalam diri manusia ditemukan semua benda-benda ini secara keseluruhan.7

Persesuaian yang disebutkan pada bagian di atas muncul kembali dalam pemikiran Ikhwan al-Safa, al-Ghazali, dan Ibn ‘Arabi.8 Pada bagian di atas dikatakan bahwa tiga daya yang ada di alam semesta juga ditemukan pada manusia. Tumbuh merupakan ciri tanaman, kebinatangan adalah ciri binatang, dan akal menjadi ciri malaikat.9 Jadi, manusia mencakup sifat tanaman, binatang dan malaikat.

Konsep al-Kindi tentang manusia sebagai mikrokosmos berhubungan erat dengan tema pengetahuan diri. Dalam al-Risalah fi Hudud al-Ashya’ wa Rusuhina, dia memberikan enam definisi “filosofi.” Salah satu yang nampak mencerminkan idenya sebagai berikut:

Filsafat adalah pengetahuan manusia (ma’rifa) tentang dirinya. Kata-kata ini sangat tinggi dan mendalam. Misalnya, saya berkata: segala sesuatu (ashya’) merupakan tubuh dan non tubuh, apakah non tubuh juga subtansi (jawhar) atau aksiden; manusia terdiri dari tubuh, dan aksiden, ruh adalah sebuah subtansi dan non tubuh, jika manusia mengetahui dirinya (esensinya, dhatuhu), maka dia mengetahui tubuh beserta aksidennya, aksiden pertama10 dan subtansi yang merupakan non tubuh. Akhirnya, jika dia mengetahui semua ini, maka dia mengetahui segala sesuatu. Karena ini, orang-orang bijak menamakan manusia mikrokosmos.11

Seperti semua pengikut Neo-Platonis, al-Kindi membedakan tubuh dan ruh secara tegas. Ruh merupakan sifat Tuhan. Namun demikian, hubungan antara Tuhan dan ruh tidak dijelaskan melalui hadis Imago Dei, tetapi melalui metafor matahari dan sinarnya.12 Dia bahkan membandingkan ruh dengan Tuhan, Tuhan mengatur alam semesta, dan ruh mengatur tubuh.13 Perbandingan yang sama juga digunakan oleh al-Ghazali dalam karyanya al-Madnun al-Saghir, sebagaimana kita telah membahas pada bab sebelumnya.14

Teori Mikrokosmos Ikhwan Al-Safa

Ikhwan al-Safa’ menjadi pendudung utama pemikiran mikrokosmos al-Kindi.15 Sebagaimana dikatakan oleh Conger, mereka mengembangkan paling luas doktrin makrokosmos-mikrokosmos sebelum Paracelsus dan mereka meletakkan doktrin ini di tengah-tengah seluruh sistem filsafatnya.16 Tidaklah berlebihan mengatakan bahwa seluruh pemikiran kosmologi dan antropologinya didasarkan atas ide ini dan memiliki pengaruh luas dalam pemikiran Islam pada masa berikutnya.17

Teori Jiwa

Menurut Ikhwan, semua wujud dibagi ke dalam wujud yang bersifat universal (al-kulli) dan partikular (al-juz’i).18 Jadi, jiwa juga dibagi ke dalam jiwa universal dan partikular. Jiwa universal yang juga dinamakan “the aina mundi” (nafs al-‘alm) merupakan yang ketiga dari Tuhan dalam urutan rangkaian emanasi.19 Sebagaimana teori masyhur tritunggal Plotinus. Jiwa-jiwa tertentu (nufus atau anfus juz’iya), di antaranya adalah jiwa-jiwa manusia, merupakan bagian jiwa universal. Jiwa universal mengatur seluruh alam semesta dengan cara yang sama sebagaimana jiwa manusia mengatur seluruh tubuhnya,20 meskipun dalam hal jiwa universal, ia berada di luar alam semesta.

Terkadang jiwa-jiwa partikular dikelompokkan lebih rinci dalam susunan yang bertingkat ke dalam jiwa-jiwa sederhana (anfus basita), jiwa-jiwa genera, jiwa-jiwa spesies, dan jiwa-jiwa tertentu, yaitu jiwa-jiwa individu.21 Mereka menjelaskan berbagai jiwa melalui perbandingan sistem angka. Jiwa universal seperti kesatuan, yaitu satu angka, jiwa-jiwa sederhana bagaikan digit, jiwa genera berjumlah sepuluh, jiwa spesies seratus; jiwa partikular seribu.22 Di tempat lain, mereka menjelaskan jiwa-jiwa yang lebih rendah sebagai kekuatan (quwa) bagi jiwa-jiwa yang lebih tinggi dengan cara sebagai berikut:

Ketika kami mengatakan “Jiwa-jiwa sederhana,” yang kami maksudkan adalah bagian dari jiwa universal, yang menggerakkan tubuh-tubuh ini (tubuh-tubuh langit), mengatur dan mencerap mereka. Kami namakan jiwa sederhana ini dalam tulisan kami adalah para malaikat dan makhluk spiritual (ruhaniyun). Ketika kami menyebut “jiwa-jiwa binatang, tumbuh-tumbuhan, dan jiwa-jiwa mineral” (al-anfus al-hayawaniya wa al-nabatiya wa al-ma’daniya), kami maksudkan bagian jiwa-jiwa sederhana ini, yang menggerakkan tubuh-tubuh yang dikeluarkan (al-ajsam al-muwallada, yaitu mineral, tumbuhan dan binatang), menuju dan merembes padanya … Ketika kami mengatakan “jiwa-jiwa tertentu yang bergerak” (al-anfus al-juz’iya al-mutaharrika), kami maksudkan ini bagian dari jiwa-jiwa binatang, tumbuhan, jiwa-jiwa mineral, yang mencerap tubuh-tubuh partikular (individu), bergerak dan mengarah padanya.23
Pada bagian di atas, jiwa-jiwa binatang, tumbuhan dan mineral sama dengan jiwa-jiwa genera, sementara jiwa spesies terlupakan. Juga agaknya jelas dari bagian di atas, jiwa-jiwa sederhana merupakan jiwa tubuh-tubuh samawi, dan mereka sama dengan para malaikat.

Meskipun jiwa asli manusia tidak disebutkan pada bagian di atas, bagaimanapun juga ia lebih tinggi dari semua jiwa genera, dan disebut “jiwa rasio manusia yang bersifat universal” (al-nafs al-natiqa al-insaniya al-kulliya). Istilah tersebut muncul dalam perdebatan sengit antara binatang dan manusia sebelum Raja Jin, yang menempati sebagian besar di tengah Rasa’il. Di sini raja jin mengatakan kepada para malaikat yang memelihara dan mengarahkan binatang.

Tidak ada satu pun jenis binatang atau spesies atau individu. Apakah ia besar atau kecil, yang Tuhan tidak mengirim para malaikat yang mendidik, merawat dan mengawasi mereka dalam seluruh perbuatannya. Dan ini merupakan kasih sayang yang terbesar, kebaikan, perhatian dari sisi orang tua terhadap anak-anak mereka yang masih kecil dan atas urusan-urusan mereka yang masih lemah.24

Para malaikat yang dikirim untuk binatang-binatang dalam kutipan di atas merupakan jiwa-jiwa genera, spesies, dan berbagai jenis binatang. Seluruh jiwa partikular adalah, jika dipandang secara terpisah, para malaikat pada semua makhluk partikular yang bergerak dan menuju. Dengan kata lain, mereka dapat dikatakan sebagai para malaikat penjaga benda-benda partikular, walaupun secara umum Ikhwan memakai istilah “para malaikat” bagi jiwa-jiwa tubuh langit. Kemudian Raja bertanya kepadanya, siapakah pemimpin (ra’is) para malaikat (muqarrabun) yang mememlihara, merawat umat manusia, menjaganya dan mengawasi urusan-urusan mereka. Orang bijak itu menjawab.

Ia adalah jiwa universal, jiwa manusia, jiwa rasional yang menjadi khalifah Tuhan di bumi. Ia dikaitkan dengan tubuh Adam, ketika diciptakan dari tanah, dan kepadanya semua malaikat menundukkan diri mereka secara serempak. Mereka (para malaikat) merupakan jiwa-jiwa binatang yang menundukkan dirinya kepada jiwa rasional (al-nafs al-natiqa) yang keturunan Adam masih ada hingga saat ini, sebagaimana bentuk tubuh fisik (sura al-jasad al-jismaniya) masih terjaga pada keturunan Adam sampai saat ini. Dengannya mereka tumbuh dan berkembang, silih berganti, diberi pahala dan peringatan dan karena mereka akan kembali …. dan dengannya mereka masuk surga, dan dengannya mereka naik ke dunia langit (‘alam al-aflak), saya maksudkan kenaikan jiwa rasional yang menjadi khalifah Tuhan di bumi.25

Jiwa universal, manusia, rasional adalah malaikat yang menjaga umat manusia, dengan pengertian yang sama bahwa jiwa binatang adalah para malaikat yang menjaga binatang. Ia adalah jiwa manusia yang bersifat umum, dan ketika ia dihubungkan dengan tubuh-tubuh individu manusia, ia menjadi jiwa rasional pada manusia.26 Yves Maquet menafsirkan “jiwa universal, manusia dan rasional” ini sebagai Adam yang bersifat langit dalam faham Ismailiyah.27 Meskipun, dia disebut “khalifah Tuhan di bumi,” dan malaikat tunduk kepadanya, tidak ada perbedaan Adam yang bersifat langit dan Adam yang bersifat bumi, begitu juga tidak ada cerita tentang jatuhnya Adam yang bersifat langit, keduanya ada dalam faham Ismailiyah.28 Ikhwan menggunakan Adam dalam al-Qur’an hanya sebagai simbol jiwa manusia yang bersifat general.

Menurut Yves Marquet, masih terdapat istilah lain yang merujuk pada Adam bumi.29 Ini merupakan “bentuk dari berbagai bentuk” (sura al-suwar) yang muncul dalam bab, “Tentang Penjelasan (bayan) yang diketahui melalui prinsip-prinsip (awa’il) dari beberapa Intelek,” pada tulisan pertama Buku ke empat. Dalam bagian ini, Ikhwan mencoba menjelaskan mengapa manusia berbeda dalam kemampuan intelektualnya. Salah satu sebab, mereka menyebutkan sebagai berikut:

Semua karakter (khisal) dan kebaikan (manaqib) tidak dapat terkumpul pada pribadi satu orang. Karena ini, mereka dibedakan (furriqat) dari seluruh pribadi (ashkhas) umat manusia (insan) dengan keragamannya. Namun, mereka (pribadi-pribadi itu) tidak akan pernah keluar dari bentuk (sura) umat manusia, yang salah satu dari beberapa bentuk berada di bawah bola bulan, bentuk dari segala bentuk (sura al-suwar). Karena ini, kamu melihat manusia dalam keseimbangan yang sempurna (i’tidal) keadaan fitrahnya (fitra). Kemudian kebiasaan baik dan buruknya (‘adat) merubahnya dari (keseimbangan murni), dan kebiasaan ini menjadi sifatnya (yang kedua) … Ketahuilah bahwa bentuk (dari segala bentuk) ini adalah khalifah Tuhan di bumi yang mengatur binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan dan mineral … Ini merupakan kesatuan bentuk, bahkan individu-individu ini adalah banyak. Pengendalian (hukm) bentuk ini atas seluruh pribadi manusia bagaikan pengendalian bentuk jiwa (sura nafsihi) atas seluruh anggota tubuh satu orang manusia. Ini (bentuk jiwa) mengatur masing-masing anggota, setiap tulang sendi, setiap indera seluruh tubuhnya sejak hari kelahirannya sampai kematiannya. Dengan cara ini, bentuk (dari segala bentuk) ini mengatur seluruh umat manusia (bashar), nenek moyang (awwalin) dan anak cucu (akharin) sejak Tuhan menciptakan langit dan bumi. Dan Adam terbuat dari tanah (turabi), bapak umat manusia, memiliki kendali dan kekuasaan (rubbubiya) pada setiap sesuatu yang berada di bumi sampai Hari Kebangkitan. “Dan semua malaikat menundukkan dirinya” (15/30).30

“Bentuk dari segala bentuk” dapat ditafsirkan bentuk umum manusia. Ia merupakan bentuk manusia dalam pengertian Aristoteles, yaitu “kemanusiaan,” yang menjadi pribadi pada setiap manusia. Ini juga sama dengan “jiwa universal, manusia dan rasional” sebagaimana pemikiran Y. Marquet.

Perbedaan di atas antara bentuk umum atau jiwa manusia dengan manusia individu dinyatakan oleh Ikhwan dengan seperangkat istilah, “manusia universal, absolut” (insan mutlaq kulli), dan “manusia partikular” (insan juz’i). Beberapa ilmuwan memandang istilah insan kulli sebagai istilah asli Ibn ‘Arabi, yaitu insan kamil.31 Seperangkat istilah muncul pada bagian “Tentang Esensi Karakter” tulisan kesembilan Buku Pertama. Di sini, pertama mereka menjelaskan bahwa terdapat dua bentuk sifat: bakat (markuza) dan perolehan (muktasaba). Setiap pribadi manusia memiliki sifat khusus, namun tak seorangpun dianugerahi dengan semua sifat.

Jika seorang manusia diberi sifat dengan semua sifat, akan menjadi sempurna (kulfa) baginya untuk mewujudkan seluruh tindakan dan semua bakatnya. Semenatara, (manusia universal, absolut) mendapat seluruh karakter dan manifestasi dan bakat, tetapi “manusia partikular” tidak. Ketahuilah bahwa semua manusia merupakan individu-individu dari manusia absolut ini. Manusia absolut ini adalah apa yang kita sebut sebagai makhluk khalifah Tuhan di bumi semenjak hari penciptaan Adam, bapak umat manusia, sampai dengan hari Kebangkitan. Ia adalah jiwa universal, jiwa manusia yang eksis pada setiap individu, sebagaimana firman Allah, “Kami tidak menciptakan dan tidak membangkitkan kamu sekalian kecuali seperti jiwa yang satu.” (31/28)32

Persamaan paragraf di atas dengan pembahasan “bentuk dari segala bentuk” adalah jelas. Di sini, “manusia absolut” dinamakan “jiwa manusia universal” yang sama dengan “jiwa universal, manusia, rasional.” Jadi, identifikasi Nyber dan ‘Abd al-Latif tentang “manusia absolut” dengan jiwa universal, yaitu anima mundi, ditemukan berdasarkan paragarf di atas.33

Namun demikian, sungguh persamaan seperangkat istilah, “manusia universal, utama” (insane kulli fadil) dan “manusia partikular” muncul dalam Risala al-Jami’a, tetapi istilah itu digunakan dalam pengertian yang berbeda. Sebagaimana telah dikatakan S.H. Nasr,34 Di sini istilah pertama merujuk dunia supralunar (yang tinggi), yaitu “dunia spiritual, cahaya, tinggi” (‘alam sharif nurani), yang istilah berikutnya merujuk pada dunia sublunary (rendah).35

Seperti al-Kindi dan para pengikut Neo-Platolian lain, mereka menklaim pembedaan yang tegas antara tubuh dan jiwa. Bersatunya tubuh dan jiwa tidak kekal dan bersifat sementara. Tujuan manusia adalah membebaskan jiwa dari tubuh dan dunia material.36 Namun, sebagaimana manusia merupakan gabungan (majmu’) jiwa dan tubuh: “Manusia merupakan seluruh pengggabungan (jumla murakkaba) dari yang dapat diindera, tubuh luar dan tersembunyi, jiwa spiritual yang terdalam.”37 Mereka menjelaskan antara keduanya dengan berbagai macam metafor, kuda dan penduduk, buah dan pohon, penunggang dan kuda.38 Walaupun antara keduanya, jiwa secara khusus merupakan bagian manusia yang lebih tinggi,39 baik tubuh dan jiwa menempati tingkatan tinggi yang khusus di antara berbagai wujud.

Sedangkan manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan lengkap yang berada di bawah bulan, meskipun tubuhnya hanya bagian dari seluruh alam semesta. Bagian ini merupakan sesuatu yang paling mirip dengan seluruh (alam semesta), jiwa manusia juga paling mirip di antara jiwa-jiwa partikular dengan jiwa alam semesta, yang merupakan anima mundi.40

Jadi, manusia adalah paling sempurna di antara makhluk hidup yang berada di bawah bulan. Dan mereka seringkali mengutip ayat al-Qur’an, “Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik.” (95/4), yakni:

Tuhan menciptakan manusia dalam wujud yang terbaik dan menciptakannya dalam bentuk (sura) yang paling sempurna dan menjadikan bentuknya sebagai cermin bagi diri-Nya, sehingga bentuk dunia yang lebih besar bisa terefleksikan pada manusia.41

Manusia, yang merupakan gabungan dari jiwa dan tubuh, juga menjadi pertengahan antara gabungan dunia yang lebih tinggi dan dunia yang lebih rendah.

Bentuk manusia (sura insaniya), keadaan jasmani manusia (khilqa basyariya) dengan yang jiwa-jiwa intelek (nufus natiqa) dan kekuatan-kekuatan akal (quwa ‘aqila) berada di pertengahan antara dua dunia ini (yaitu supralunar dan sublunar). Ia dihubungkan dengan dunia spiritual melalui jiwa intelek dan kekuatan intelek, dan dunia partikular (‘alam juz’i), pusat yang lebih rendah (markaz safli) melalui materi alam (hayula tabi’ya) dan bentuk tubuh (sura jismaniya). Oleh karena itu, kami mengatakan bahwa ia merupakan gabungan (majmu’) dua dunia.42

Tidak hanya manusia, tetapi juga jiwa manusia sendiri menempati tingkat pertengahan (al-rutba al-wusta) di antara berbagai wujud. Wujud-wujud yang lebih tinggi dari jiwa manusia adalah Pencipta, Intelek, para malaikat yang merupakan bentuk-bentuk murni terbebas dari materi (al-suwar al-mujarrad min al-hayula).43 Di tempat lain, mereka — seperti al-Ghazali44 — menempatkan manusia pada tingkat pertengahan antara malaikat dan binatang,45 meskipun mungkin bagi manusia mencapai tingkat para malaikat dengan membersihkan jiwanya.46

*) M.Harir Muzakki, Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo.
(Bersambung)
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2013/07/mikrokosmos-dan-makrokosmos-dalam-pemikiran-islam-bagian-i/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar