Senin, 29 Juli 2013

Eksotisme dan Geliat Dakwah di Papua

Penulisan sejarah Papua oleh kalangan orientalis, sering mengecilkan peran Islam
Mohammad Ali Athwa *
hidayatullah.com 15 Juni 2012

KETIKA ditanya tentang pengalaman melakukan tugas-tugas jurnalistik, dua wartawati dari sebuah stasiun TV swasta menjawab, Papua adalah tempat yang menarik. Daerah mana yang ngangeni (sangat dirindu) dan Anda dan ingin datang kembali ke sana? Dua-duanya kompak menjawab: Papua!

Selain penuh dinamika dengan persoalan-persoalan yang mengemuka, Papua bagai kawasan yang terus diperebutkan. Ujung-uungnya masyarakat Papua jua yang dirugikan.

Dalam kontek yang berbeda, dari sisi ‘ketertarikan’—kendati mungkin ada aspek kesamaan-kesamaan, misalnya tentang kemolekan alamnya, keramahan dan ke’orisinilan’ penduduknya, tentang kesederhanaan, tentang kekayaan hayati/alamnya, tentang kejujuran (saya berharap semoga penyakit korupsi tidak epidemic/endemi pula di Papua)-- saya sepakat dan meng'amini’ tanah Papua memang eksotik dan menarik.

Belum lagi kisah tentang keragaman suku, bahasa dan budaya yang semuanya memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Bayangkan, ada lebih dari 300 suku di sana! Dan itu paling banyak di antara propinsi-propinsi di Tanah Air.

Tapi ada satu hal yang— dalam perspektif saya—tidak hanya sekadar menarik, tapi teramat penting untuk ditelusuri dan didalami. Dalam perjalanan jurnalistik ke Tanah Papua tahun 1998, saya mendapati fakta-fakta dan data yang seolah ‘telah ditelantarkan' oleh sejarah. Muslim seolah langka di Tanah Papua. Sebab Papua selalu saja diidentikkan dengan Kristen atau missionaris, suku terasing, koteka dll

Sebenarnya itu hal yang mafhum. Sebagaimana jujur diakui, bahwa penulisan sejarah khususnya di Indonesia diawali oleh kalangan orientalis, yang sering di dalamnya mengandung muatan yang meminimalkan peran Islam.

Bersyukur oleh Allah SWT saya dipertemukan dengan Drs Kasibi Suwiryadi, seorang pemerhati sejarah Islam Papua di Jayapura, serta H.Ismail A.Bauw, SH(alm) tokoh asli Papua, anak H. Ibrahim Bauw, salah seorang Raja Rumbati Fak-fak, yang memberikan catatan berkas-berkas silsilah kerajaan Islam di Papua (namun saya masih punya ‘hutang’ belum silaturrahmi ke kepala burung kawasan tersebut khususnya Fak-fak), serta tokoh-tokoh Muslim lain baik kalangan pegawai, dosen, mahasiswa, politisi, serta jujur dakwah Muslim setempat.

Saya ‘berselancar’ menelusuri ke aneka sumber: Ada The Preaching of Islamnya Thomas Arnold, ada buku “Nieuw Guenea”-nya W.C. Klein, yang menceritakan, ”de Heer Pieterz maakte on 1664 eenwreks naar Onin. Indie raiswaren ook een aantal mensen uit Soematera, Waarin de Heer Abdul Ghafur betroken is” (Tuan Pieters pada tahun 1664 melakukan perjalanan ke Onin di mana ikut beberapa orang dari Sumatera, termasuk Abdul Ghafur) serta sejumlah buku lain versi Gereja dan aktifitas mereka di Tanah Papua(selengkapnya sejarah dan dakwah Islam di Papua, insya Allah dalam buku Papua saya yang kedua: Membongkar Fakta yang Tersembunyi yang merupakan kelengkapan dari buku yang pertama).

Saya semakin penasaran, mengapa ‘sekilas’ Papua begitu tertutup dan tak ada tempat bagi komunitas Muslim, padahal eksistensi mereka telah ada dan terlibat aktif dalam pembangunan kawasan Bumi Cenderawasih tersebut.

Bukti masjid-masjid, artefak, makam Muslim (dalam satu acara seminar tentang sejarah Islam di Papua, saya diberi sejumlah foto makam ulama Islam dan piring besar bertuliskan Allah dan Muhammad oleh Ketua Majelis Ulama kabupaten Sarmi, yang konon diperoleh dari kawasan itu), naskah kuno berbahasa Arab, dan perkampungan suku Muslim di Babo, Bintuni, Kaimana, Fak-fak, hingga suku-suku di kawasan Lembah Baliem, Jayawijaya.

Semakin ditelusuri semakin terbukalah bahwa, Penjajah Belanda telah membuat program satu paket jajahan dan ajaran —artinya ketika kaki mereka menginjakkan daerah jajahannya, seriring dengan itu hegemoni ‘kuasanya’ mencengkeram ke segenap aspek termasuk sosial religius. Lalu diikuti oleh pendeta-pendeta lain dari Australia, Amerika dll. Kita mengenalnya dengan semboyan 3 G: Gold, Glory dan Gospel—Emas, Kemenangan dan Injil). Dan di Tanah Papua program itu nyata dan berjalan simultan, sampai hari ini.

Bahwa kehadiran Islam lebih awal dari missionaries Missionaris, adalah hal yang tak terbantahkan. Bahkan kehadiran mereka difasilitasi oleh aparatur kesultanan yang notabene beragama Islam. (wawancara penulis dengan Ibrahim Mayalibit, salah seorang yang disebut memiliki garis keturunan dengan tokoh Muslim yang mengantar Ottow dan Geisler, dosen Sospol Uncen di Jayapura).

Dalam buku putih yang dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi Papua yang dikutip oleh Dr. Mohammad Abud Musaad dalam bukunya ‘Di Balik Bayang-Bayang Ancaman Disintegrasi’ sangat jelas disebutkan Islam adalah agama yang pertama hadir di kawasan tersebut.

Lambat tapi Terus Menggeliat

Secara faktual, meski kehadiran Islam di Tanah Papua lebih dulu dibandingkan dengan agama Missionaris, akan tetapi dari segi pertumbuhan, jumlah penganut Missionaris lebih cepat. Sebenarnya kalau dicermati secara baik, hal itu tidaklah mengherankan, dengan beberapa alasan:

Pertama, missi Missionaris ditopang oleh kekuatan penjajah (Belanda, Spanyol, Portugis) baik langsung maupun tidak langsung.

Kedua, secara organisasi Missionaris telah memiliki pengalaman pengelolaan jemaat yang tertib, dari luar .

Ketiga, semangat Perang Salib (Cruside) nampaknya memengaruhi misi Missionaris—hingga nampak mereka begitu agressif, khususnya di Papua, hal ini terlihat misalnya saat Ibrahim Bau, Raja Rumbati, bermaksud mendirikan Muhammadiyah di Fak-fak yang diusir dan dipenjarakan oleh Belanda. Demikian juga ketika Daeng Umar datang ke Fak-fak tahun 1930 diusir keluar dari Papua.

Keempat, dukungan dana dan fasilitas yang maksimal. Keluar masuknya dana terkait dengan mengembangan misi Missionaris ini nyaris tidak terkontrol. Secara sepintas, dengan banyaknya yayasan Missionaris baik dalam dan luar negeri, serta sarana dan prasarana missionaries di Papua, nyaris dapat dikatakan PAPUA MILIK MISSIONARIS/Asing. Bahkan untuk berbagai penyuluhan pihak pemerintah daerah kerap menggunakan jasa pesawat mereka.

Kelima, mereka kerap melakukan pengMissionarisan secara massal sekaligus dilanjutkan dengan pembinaan dan santunan bagi warga pedalaman-pedalaman.

Keenam, tunjangan yang sangat memadai bagi para missionaries menyangkut tunjangan rumah dinas, gaji, transportasi, keluarga, dan tunjangan-tunjangan lain.

Ketujuh, mereka memiliki mentalitas tempur di medan keras dan berat seperti Papua, sehingga tetap bertahan melakukan pembinaan terhadap masyarakat Papua. Mereka juga menghadapi malaria ganas.Ottow meninggal karena malaria pada tahun 1862, sedang Geissler disebutkan menderita borok bernanah pada kakinya yang tak kunjung sembuh dan penyakit tuberculosis, sebelum akhirnya meninggal dunia pada saat mengambil cuti dari aktivitas missi, di Jerman tahun 1870.

Bila dihitung dari pergerakkan awal agama ini (Missionaris) masuk ke Tanah Papua 5 Februari 1855, dengan minimal ditopang 7 poin di atas, maka sesungguhnya pergerakkan ‘syiarnya’ relative kurang signifikan. Peta pertumbuhannya barangkali tidak terlalu terpaut jauh dengan dakwah Islam yang dikelola secara alamiyah, katakanlah rentang tahun 1518M- 1900-an.

Sebaliknya dakwah Islam yang dalam pengelolaan juga masih cenderung lamban, tradisional, dan alamiah , serta diselimuti semacam beban kekhawatiran, ketakutan, ‘rasa minder’ yang tidak bisa dikatakan kecil(sampai saat ini)—walau di sana banyak pahlawan mujahid-mujahid dakwah yang pantang menyerah, pertumbuhan Islam, kini semakin signifikan hingga mencapai 600 ribu jiwa (warga pribumi dan pendatang).

Bahkan data yang terbaru ada yang menyebutkan mencapai angka di atas 900 ribu jiwa dari 2,5 juta penduduk. Memang, peningkatan populasi Muslim tidak 100% masyarakat pribumi, akan tetapi sulit disangkal kehadiran Muslim dan dai-dai yang berkiprah di bumi Cencerawasih ini, semakin mencerahkan dan meningkatkan jumlah masyarakat Muslim setempat/pribumi di sana.

Tokoh agama kadang ‘mengerem diri’ untuk menerima keislaman mereka karena ada rasa khawatir disalahartikan sebagai merebut keyakinan ke Islam. Padahal proses itu alami setelah interaksi dengan penduduk setempat yang lalu mereka memandang lebih pas dengan memeluk Islam(wawancara penulis dengan mantan anggota DPRD dan ketua MUI Jayawijaya KH Abu Yamin, alm)

Di bawah ini komposisi pupulasi penduduk di Papua berdasarkan agama yang dikeluarkan oleh kantor statistik propinsi di Jayapura dan Biro Pusat Statistik di Jakarta:

TAHUN Total Jmlh Penduduk Missionaris Protestan % Katolik % Islam % Lain-Lain %

1964 808,336 400,360 49.5 209,875 26.0 51,700 6.5 146,000 18.0
1975 991,537 619,067 62.4 289,614 29.2 65,435 6.6 17,421 1.8
1985 1,452,919 763,547 52.5 306,076 21.0 215,198 14.8 2,951 0.2
1991 1,744,946 998,406 57.2 401,405 23.0 340,632 19.5 4,458 0.3
1998 2,111,500 1,171,297 55.5 478,609 22.7 452,214 21.4 9,380 0.4
2002 2,288,410 1,235,670 54.0 543,030 23.7 498,329 21.4 11,672 0.5
2004* 2,516,284 1,503,124 59.7 422,126 16.7 583,628 23.1 7,406 0.3

* Data 2004 adalah data terakhir yang tersedia sebelum Papua dibagi menjadi dua propinsi: Propinsi Papua dan Propinsi Irian Jaya Barat. Katolik mengalami penurunan sebanyak 7%.

Di sinilah saya melihat peran penting dakwah yang dikembangkan oleh Al-Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) yang dipimpin oleh Ustadz Fadzlan Garamatan. Tidak dapat disangkal sejumlah organisasi massa Islam dan lembaga dakwah di Tanah Air seperti Nahdlatul Ulama(NU), Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia(DDII), Hidayatullah, Al-Khairat, Jamaah Tabligh, Hizbutahrir, hingga Salafi dsb belakangan ini, telah menanamkan peran pentingnya masing-masing di Papua, akan tetapi AFKN dengan program-programnya yang ‘sangat Papua’, keistiqamahan dan ketekunan serta dikomandani oleh putra daerah setempat,menjadikan pencerapan terhadap kebutuhan dan ‘nafas’ masyarakat dapat ditangkap secara baik.

Saya melihat Ustadz Fadzlan dengan AFKN-nya memiliki ‘semangat tempur’ yang luar biasa potensial. Tidak mudah melawan ‘dominasi serba missionaris’ di Tanah Papua atau yang sering Ustadz Fadzlan dorong dengan nama Jazirah Nuu Waar, bila hanya dengan mental standar(saya ucapkan selamat atas menyematan gelar Tokoh Perubahan 2010 oleh Harian Republika di antara sejumlah orang kepada Ustadz Fadzlan Garamatan). Walhasil ribuan penduduk berhasil dikembalikan kepangkuan Islam, dan bukan hanya itu, tapi terus disantuni aspek social, material, dan spriritualnya.

Ustadz Fadzlan nampak telah membangun jembatan komunikasi yang sangat efektif antara Jakarta-Papua hingga terbangun program dua arah: membuka kran dukungan/partisipasi dakwah dari para aghniya, sekaligus memberikan penyantunan kepada para muallaf dan mustadzafin di Tanah Papua.

Saya pun sepakat bahwa misi dakwah Islam itu elegan dan damai. Ini sangat pas dengan semangat menjadikan Papua Sebagai Kawasan Damai untuk berbagai macam kelompok/kalangan. Dan begitulah sesungguhnya wajah dan jatidiri warga Papua yang cinta damai dan cinta persatuan, NKRI khususnya.

Maka ke depan persatuan, kekompakkan dari seluruh kaum Muslimin menjadi penting. Kesatuan ini bisa antar institusi, antar suku, antar organisasi, antar lembaga dakwah dsb yang berkiprah di Tanah Harapan Papua. Ada Yapis yang meramu ‘dua hati’ antara NU-Muhammadiyah sehingga dapat melahirkan sekolah-sekolah yang diperhitungkan ke 2 setelah sekolah Kristus Raja di Papua.
Ada Majelis Muslim Papua(MMP) yang barangkali bisa disandingkan program-programnya dengan AFKN, misalnya, sehingga menjadi kekuatan yang saling sinergis satu sama lain dan tidak dipecah oleh pihak luar. Demikian pula kekompakkan antar lembaga dakwah yang ada di sana.

Bila itu terjadi, maka sangat tidak mustahil kita akan menyaksikan pertumbuhan dan perkembangan dakwah yang ‘lebih dinamis’, serta munculnya daya dukung yang lebih optial ke sana. Tidak mustahil pula akan lebih ‘berbondong-bondong’ lagi kembalinya saudara kita ke pangkuan Islam dari kalangan warga setempat, sekaligus mengembalikan kegemilangan sejarah Islam di bumi Jabbal An Nuu Waar, Papua. Allahumma Amin.*

*) Penulis adalah wartawan dan penulis buku “Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua)”, kini tinggal Sidoarjo Jawa Timur
Dijumput dari: http://www.hidayatullah.com/read/23148/15/06/2012/eksotisme-dan-geliat-dakwah-di-papua-.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar