Selasa, 09 Oktober 2012

Mimpi-mimpi Syifa

Eko Hendri Saiful *
_Ponorogo Pos

Ketika senja mulai menampakkan wajah redupnya, diikuti dengan kepulangan matahari ketempat peraduannya, bulanpun datang memanjakan manusia dengan cahaya kelembutannya. Tidak seperti biasanya, hari ini selang waktu kehadiran bulan dan kepulangan matahari agak sedikit lama. Sebenarnya sudah sejak sore bulan sibuk berdandan, namun ia baru keluar setelah adzan maghrib.

Mungkin ia sungkan untuk mengusir matahari. Dan nampaknya hari ini matahari sedang berbaik hati dengan menghambur-hamburkan cahayanya untuk semua makhluk. Dan ketika hati matahari mulai luluh, ia segera berpulang dan memberikan kesempatan pada si bulan. Kehadiran bulan membuat orang-orang yang favorit dengan penanggalan Jawa bersemangat kembali.

Kini mata sang senja sudah benar-benar terlelap dalam kesepian. Telinga kirinya mulai menutup setelah seharian mendengar suara orang mencangkul. Yang tersisa hanyalah telinga kanannya yang mendengar teriakan orang memanggil asma Tuhan.

Diantaranya tampak burung gereja yang lebih memilih menidurkan anaknya dari pada membuat kicauan berirama yang menggelisahkan warga. Si burung geraja sudah bosan menghibur warga. Warga tak pernah peduli. Warga tak pernah mengerti. Tentang pita suaranya yang rusak demi senyum lipur yang ia beri pada warga. Kini ia hanya tertawa ketika banyak manusia-manusia yang merindukannya. Sebagai makhluk tentu ia masih punya harga diri.

Terdengar bunyi suara adzan magrib yang bersautan di beberapa musola di Dusun Crabak, Kecamatan Slahung, Ponorogo. Suara adzan pembuka hati dan akal yang sudah dipenuhi oleh ketandusan. Sebagian besar orang berlari menuju musolla untuk menunaikan sholat maghrib. Dengan menenteng mukena dan sajadah ia menggendong anaknya sembari berlari menuju musolla. Sebagian lagi tampak sibuk menata sajadah di rumah dan kamar mereka masing-masing.

Namun, ada pula yang merasa malu karena masih memikul cangkul ketika berpapasan dengan saudaranya di jalan menuju musolla. Suara pedal sepedapun makin keras bunyinya, karena kekuatan anak-anak yang berlomba untuk segera sampai di musolla. Begitulah aktifitas orang-orang Dusun Crabak ketika magrib tiba. Mereka menyambut hari pergantian dengan untaian dzikir sesudah sholat dan aneka kegiatan.

Syifa duduk di kursi ruang tamu rumahnya. Wajahnya berseri setelah terbasuh air wudlu seperempat jam yang lalu. Ia merasakan sedikit ketenangan usai berdoa. Bibir tipisnya mengumbar senyum.

Seakan-akan melambai ke hati para pemuda yang melihatnya. Kaki kananya bersilang di depan kaki kirinya, yang diikuti dengan tangannya yang memegang amping kursi. Sementara itu, pandangan matanya tertuju pada sebuah buku yang tergeletak di meja. Sebuah buku berwarna kuning karangan M.S Rohman yang berjudul ’’Berani Bermimpi’’.

Sementara di sampingnya, tepatnya di sudut kanan meja ada satu piring kacang dan sebuah gelas yang berisi bekas es degan. Ia tersenyum memandangai buku itu, lalu mengambilnya. Tak terbayangkan betapa bahagianya ia mampu memberikan buku itu pada sahabat karibnya yang bernama Jumini. Ia sudah tak sabar ingin segera memberikannya. Jumini adalah sahabat akrabnya. Bersamanya ia sering berkeluh kesah dan berbagi pengalaman. Maklumlah, mereka masih sama-sama muda dan enerjic. Kebetulan mereka juga memiliki pandangan yang sama perihal agama. Dan mereka sering berdialog tentang itu.

Syifa merenung dan meletakkan kembali buku itu ke atas meja. Pikirannya melayang mengingat masa lalunya. Ketika ia tertarik untuk membeli buku itu saat melihat bazar buku yang diadakan oleh Pondok Modern Darussalam Gontor. Ia tersenyum mengingatnya, apalagi ia sempat ditertawakan ketika ia bertanya di hadapan pengunjung bazar.

’’Sangat memalukan,’’ celetuknya polos.

Hentakan kaki yang bergerak pelan namun mendatar mendatangi telinganya dari arah belakang. Semakin lama kaki-kaki itu, semakin mendekat.

’’Kamu ndak makan Fa?’’ tanya ibunya yang tiba-tiba nyelonong dari kamar tidurnya.

’’Nanti aja bu. Syifa belum lapar.’’ Jawab Syifa.

‘’Sudah Sholat?’’

‘’Sudah Bu’’

‘’Gimana kuliahmu ?’’

‘’Alhamdulilah lancar Bu’’

Syifa mendekati ibunya yang duduk di kursi di depannya. Lalu ia duduk dekat ibunya dan membisikkan sesuatu di telinga ibunya. Namun, ia sedikit merasakan keragu-raguan dalam hatinya. Matanya kosong memandangi ibunya. Sementara bibirnya seakan berhenti berujar. Ia paksakan untuk berbicara mengenai keinginannya yang ia pendam sudah lama.

’’Bu, Syifa ingin berbicara sesuatu’’, Syifa mengawali dengan kelembutan. Ia takut menyinggung perasasan ibunya dengan ucapannya.

’’Iya Fa, ada apa?’’ ibunya mengerti keraguan hati Syifa.
’’Bolehkah jika Syifa belajar Bahasa Inggris di Kediri?’’
’’Boleh saja, nanti kita bicara sama ayahmu’’

’’Tapi Syifa takut bila akan merepotkan ayah. Biaya kuliah Syifa saja sudah mahal’’

’’Insya Alloh tidak. Ayahmu pasti mengerti’’

Hati Syifa tampak terguncang mendengar jawaban ibunya. Ia tahu apapun yang dia minta pasti diuasahakan oleh orang tuanya.

Kebimbangan terus menyelimuti hatinya. Ia tidak tega bila harus menyusahkan ayahnya lagi. Sekarang ayahnya sudah cukup kesulitan menanggung biaya kuliahnya. Padahal Syifa sudah berhenti satu tahun untuk bekerja dan mengumpukan uang untuk kuliah. Namun itu belum tercukupi, ia masih merasa iba dengan kondisi keluarganya.

Sebagai seorang anak dia sadar akan kewajiban dan haknya terhadap orang tuanya. Hati Syifa menciut. Keinginanya untuk menjadi Debater mulai sirna Namun ia mencoba menguatkan hatinya. Ia memutuskan untuk menemui ayahnya dan berbicara pelan-pelan.

Cahaya bulan sedikit meredup karena tertutup oleh awan hitam yang menyelimuti Dusun Crabak. Bukan karena pratanda akan turunnya hujan, melainkan karena awan ingin berganti baju dengan baju yang berwarna kehitaman. Awan ingin terlihat cantik di depan bulan. Bukan baju berwarna kuning, putih atau pink yang ia pakai, melainkan baju berwarna hitam. Mungkin saja awan sedang berduka.

Terdengar bunyi suara ayam yang berkokok tepat di belakang dapur rumah Syifa. Ayam-ayam itu adalah ayam peliharaan ayah Syifa. Jika dihitung mungkin sekitar sepuluh ekor jumlahnya. Diantaranya ada beberapa yang tampak sudah menjadi babon. Sementara lainnya masih memiliki ingus di hidungnya. Mungkin usianya sekitar 50 hari.

Dari pintu belakang dapur tampak, Pak Tubari, ayah Syifa sedang memandangi ayam-ayamnya yang berada di kandang. Hal inilah kebiasaanya usai melakukan shalat maghrib. Kegemarannya ngingu ayam sudah dilakoni sejak muda. Hingga usianya yang menginjak kepala lima ia masih bisa meluangkan waktu untuk beternak ayam. Terlihat beberpa kali bibirnya tersenyum melihat tingkah laku anak ayam yang sehat dan gemuk-gemuk.

Rata-rata setiap petani di Dusun Crabak memiliki usaha peternakan ayam. Tak terkecuali ayah Syifa. Memang lumayan hasilnya jika di bandingkan dengan memelihara itik atau unggas lainnya. Untuk telur saja sekarang sudah di hargai 1.500 belum jika ayam itu dijual di pasar. Cukuplah untuk menopang kehidupan seharinya. Selain itu lebih mudah mencari makanan ayam daripada makanan unggas lainnya.

Ayah Syifa adalah seorang petani yang rajin. Saat musim panen dia sering membantu petani lain untuk memanen padi. Ia sangat disegani di dusunnya. Selain itu dia terkenal sebagai seorang petani yang sukses memelihara ayam. Ketika ada orang asing yang mncari bibit ayam unggul maka warga dusun langsung menunjuk rumak Pak Tubari.

Hentakan ringan kaki Syifa terdengar dari dalam kandang. Hentakan kaki itu mengaburkan ayam-ayam sehingga mereka berlari ke pojok-pojok kandang. Kakinya terhenti ketika melihat kegembiraan ayahnya. Matanya melihat ayahnya sedang menimang-nimang anak ayam. Ia takut melukai perasaan ayahnya jika ia mengatakan keinginannya. Namun ia harus mencobanya. Karena bagaimanapun restu dan doa orang tua sangat penting baginya. Ia memberanikan diri untuk mendekat.

’’Maaf yah, Syifa ingin berbicara sesuatu’’ Syifa berkata lirih
’’Ada apa Fa?’’ ayah Syfa menyahut dengan sedikit sinis.

’’Boleh gak, seandainya Syifa belajar Bahasa Inggris di Kediri?’’

’’Kenapa harus jauh-jauh ke Kediri?’’Ayah Syifa berkata, bernada keras.

’’ Disana ada kampung bahasa Inggris yang menyediakan kursus, yah.’’

’’ Kalau memang itu keinginan kamu. Ayah menyetujuinya. Besok ayah akan cari uang agar kamu bisa belajar di sana”

Syifa tersenyum ketika mendengar jawaban ayahnya. Ia tak menyangka jika ayahnya merestui begitu saja niatnya. Maklumlah, kondisi keluarga Syifa masih dalam kategori pas-pasan. Secara perlahan ketakutannya mulai hilang. Kini yang ada di hatinya adalah kegundahan. Ia berpikir tentang dua hal. Meneruskan niatnya atau membatalkannya? Jika ia membatalkannya tentu hal itu akan sia-sia.

Ia sudah memendam keinginannya sejak ia masuk kuliah, satu tahun yang lalu. Dan kini dia sudah menginjak semester 3. Disisi lain, ia tak mau membebani ayahnya dengan keinginanannya. Sesaat ia ingin menangis. Ayahnya sudah berkorban banyak untuk membiayai sekolah dan kuliahnya. Ia bahkan rela menyekolahkan Syifa ke Man 1 Ponorogo. Padahal, sekolah itu sangat jauh jaraknya dengan rumahnya.

’’Yah, nggak jadi aja yah’’.

’’Kenapa?’’

’’Syifa nggak ingin merepotkan ayah’’

’’Sudahlah. Masalah uang bisa dicari. Terpenting kamu belajar sungguh-sungguh. Itu cukup membuat ayah bahagia’’

Cahaya bulan mulai meredup. Tampaknya awan telah menutupinya. Sementara angin yang sempat berhembus kencang mulai mengeluh kelelahan. Seakan-akan menunjukkan bahwa ia ingin beristirahat. Malam yang dingin mulai mendekap. Menghantarkan jarum jam menunjuk arah 20.30. Keheningan mulai menghinggapi kehidupan warga Dusun Crabak. Keheningan itu memasuki rumah warga dusun satu persatu. Hingga mereka terlelap dalam keheningan.

Tak terkecuali rumah Pak Tubari. Malam yang sepi telah datang menemani Syifa. Seakan mengetuk hati Syfa untuk berpasrah diri. Ia sadar bahwa ia harus segera mengingat sang kuasa. Dia berlari ke kamar mandi dan menuju tempat pancuran air. Tetesan air menyejukkan hati Syifa, kini ia ingin bersujud seraya menghadapkan wajahnya kapada yang kuasa. Entahlah, mungkin tak terpikir di hatinya. Satu demi satu keinginanya tercapai. Kini ia lega.

Sebentar lagi ia akan berangkat ke Kediri untuk belajar. Tubuh Syifa gemetar memandangi sajadah yang tergelar di bawah kakinya. Bagaimana pun ia akan selalu ingat kebesaran Tuhan. Tuhan telah memberikan banyak keajaiban dalam hidupnya.

Syifa berdiri dan merapikan mukenahnya. Ia mendengar samar-samar bunyi sepeda motor memasuki halaman rumahnya. Segera ia merapikan mukenah dan sajadah, berlari keluar kamar kemudian membuka pintu depan.

’’Ya Alloh, Mbak Nisa”sapa Syifa pada perempuan yang bernama Nisa itu.

’’kamu ndak kuliah, Fa?’’ Nisa membalasnya

’’Libur Mbak’’

’’Bapak dan ibuk sudah tidur?’’

’’Belum mbak. Mereka masih di belakang.’’

Seorang perempuan yang bernama Nisa itu datang berboncengan dengan seorang laki-laki. Ia meninggalkan suaminya yang masih memarkir kendaraanya, lalu mendekati Syifa dan memeluknya. Syifa pun menerima pelukkannya dan menjabat tangannya. Sementara laki-laki yang membonceng perempuan itu masuk dengan menggendong anak kecil. kira-kira umurnya sekitar lima tahun. Nisa meninggalkan Syifa dan suaminya. Lalu memasuki rumah dan menemui ayahnya yang saat itu berada di ruang keluarga.

Syifa mengambil anak itu dari gendongan laki-laki itu. Ia mengayun-ayunkannya. Tampak dengan penuh kegirangan hati. Anak kecil itu dengan malu-malu mencium pipi Syifa. Mereka kelihatan sangat akrab.
Di antara kegelapan malam, sekitar pukul.21.00 masih terdengar suara burung perkutut kesayangan ayah Syifa. Burung itu berada di dalam sangkar yang digantung tepat depan rumah. Burung itulah yang menemani ayah dan ibu Syifa disaat Nisa sedang tidak berkunjungdan Syifa menginap di kos.

Nisa adalah kakak kandung Syifa. Usianya sekitar 25 tahun. Lima tahun jaraknya dengan Syifa, yang bulan Mei lalu genap berusia 20 tahun. Kini Nisa sudah di karunai dua orang anak. Dua anak laki-laki yang lucu-lucu. Dalam kesehariannya kakak perempuan Syifa ini tinggal di rumah mertuanya bersama dengan suami dan anaknya. Namun, walaupun begitu ia sering mengunjungi rumah ibunya. Yang paling sering ketika malam Minggu di saat Syifa pulang ke desa. Dan tidak menginap di kos.

Nisa mendakati Pak Tubari dan isterinya. Kemudian menjabat tangan keduanya dan diikuti oleh Yudha suaminya.

’’Gimana kabarnya Nis?’’ tanya Bu Tubari

’’Baik Bu’’ jawab Nisa

’’Ayah dan ibu mertua kamu ?’’

’’Keduanya baik bu’’ Yudha menambahi.

Pandangan mereka tertuju pada Syifa yang menggendong Arga, putra Nisa. Timbulah rona keibuan yang ditunjukkan oleh Syifa. Wajah ayunya begitu menawan hati, membanggakan orang tuanya. Begitu pula dengan Nisa yang sangat menyayangi adiknya. Pak Tubari mencoba melambaikan tangannya pada Arga. Namun bocah kecil itu dengan malu-malu lebih memilih Syifa.

Bulan semakin berwajah muram di malam itu, mungin ia cemburu dengan kebahagiaan keluarga Pak Tubari. Seorang anak yang berbakti seperti Syifa telah merekatkan hubungan cinta kasih keluarga yang tentu dibangun atas balutan mimpi. Dan kini mimpi itu hadir di kehidupan Syifa. Ia adalah permata yang paling berharga di keluarga itu. Kepolosannya simbol gadis desa yang banyak dipuja oleh para pemuda. Sementara kemanjaannya adalah bentuk gerak enerjiknya yang menebar pesona di rumah Pak Tubari. Syifalah yang kelak akan meneruskan jejak kakaknya untuk merawat orang tuanya.
Nisa duduk di kursi ruang keluarga bersma suaminya. Sementara Syifa masih bermain-main dengan keponakannya.

’’G mana kuliahmu, Fa’’ Nisa mengawali obrolan.

Suara Nisa mengganggu keasyikan Syifa.

’’ Alhamduliah Mbak. Ini baru saja ujian semester 2. Ya walaupun IP ku ndak begitu bagus. Tapi aku akan terus berusaha.’’

’’semangat terus Fa’’ Suara Nisa disertai kepalan tangannya.

’’Kalau cari jodoh jangan jauh-jauh’’ Kakak ipar Syifa, Yudha mencoba meledek.

Hati Syifa tergerak ketika Yudha berkata tentang jodoh.
Bagaimanapun ia harus berpikir tentang itu. Sekalipun banyak angan-angan dan mimpi-mimpinya yang belum tercapai, namun ia sadar bahwa hal itu adalah fitrah manusia. Syifa teringat dengan banyaknya laki-laki yang mencoba merayu hatinya. Namun hingga saat ini belum ada satupun yang ia terima. Ia masih ingin membahagiakan orang tuanya dengan meraih mimpi dan cita -citanya. Saat ini yang paling berat dalam hidupnya adalah menjaga hatinya. Dari para pemburu yang terus mengasah peluruh. Sebebas mungkin ia ingin lari dari para pemburu itu sebelum waktunya.

Kini keheningan menghampiri rumah Syifa. Dimana kaki-kaki kedua orang tuanya sudah memasuki kamar tidurnya. Semakin sepi ketika Nisa dan Yudha memasuki kamarnya pula. Terakhir sebelum mereka masuk ke kamar masing-masing, Syifa mencium pipi Arga yang tertidur pulas di gendongannya dengan penuh kasih sayang.

Syifa mengambil air wudhu dan segera memasuki kamar tidurnya. Dia berbaring menghadap ke sebelah kiri. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, malam ini dia begitu gelisah. Entah apa yang sedang mengusik hatinya. Pikirannya melayang membayangkan banyak hal. Namun ia mencoba sesegera mungkin memejamkan mata. Besok ia harus bekerja. Ia tak mau di marahi Bu Hida lagi gara -gara telat masuk kerja.

Syifa terbayang dengan teman-teman kerjanya di CV Gajah Mada. Ia ingat teman-temanya ketika membantunya mengatasi kesulitan yang ia alami. Ia juga masih ingat ketika pertama kali dia bekerja di kantor yang berada di dekat Samsat Ponorogo itu. Syifa mengerti tentang arti kehadiranya di CV Gajah Mada. Tidak hanya menjadi seorang karyawan namun, ia juga juga harus menjadi pelayan masyarakat yang bekerja dengan pikiran dan hati.

Syifa berdiri dan mengambil air minum. Lalu ia tidur kembali. Pikirannya melayang kembali. Satu tahun yang lalu ia masih duduk di kelas 3 MA. Lebih tepatnya MAN 1 Ponorogo. Ia rindu dengan teman-teman dan gurunya semasa SMA. Ia berharap suatu ketika ada reuni yang mempertemukan mereka kembali. Dan ia berdoa saat itu ia sudah mendapatkan cita-citanya.

Kampus tempatnya belajar juga mengusik hatinya. Kini ia sadar bahwa ia adalah seorang mahasiswa yang masih harus belajar. Ia ingat dengan teman-temanya yang selalu hadir di saat dia berbahagia maupun berduka. Tawa centil Martina, kedewasaan Mbak Febri, kecerdasan Ria, kekusukan Jumini, kebaikan Mas Ervan, dan yang paling menjengkelkan kakak kelasnya yang bernama Eko yang selalu mengejar-kejar dia. Semua itu membuat Syifa begitu berbahagia dan seakan kompleks kehidupannya. Satu lagi, kini ia mulai rindu akan teman-teman se-organisasi. KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) menjadi tempat belajar baginya. Ia banyak menemukan makna kehidupan di sana. Salah satunya belajar mengenai tata cara beribadah. Ia juga ingat dengan teman-teman kosnya. Syifa ingin menyambangi mereka sebelum masuk kerja.

Sementara malam telah larut. Dia ingin bermimpi tentang satu hal. Keinginannya untuk menjadi debater yang akan selalu ia bawa. Hingga waktu datang menemuinya saat itu ia ingin bersama kedua orang tuanya berfoto merayakan keberhasilannya. Dan kini ia hanya butuh waktu untuk mewujudkannya. Butuh usaha dan doa yang menyertainya. Selalu.

Untuk yang pernah tersakiti… dan mungkin ini akhir dari penantianku…
***

Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2012/09/mimpi-mimpi-syifa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar