Tjahjono Widarmanto
_Majalah Bende No: 87 Jan 2011
Sastra bisa dibayangkan sebagai sebuah organisme yang lahir, tumbuh, berkembang, mencapai puncak pertumbuhan hingga (bisa) mencapai kepunahan. Oleh karena itu, mustahil sebuah tradisi sastra tiba-tiba muncul begitu saja sebagai causa prima, namun sastra tumbuh dan dimulai dari sebuah tradisi yang sudah ada dan terbentuk bertahun-tahun lamanya. Teeuw pernah berucap bahwa sastra tidak lahir dari kekosongan. Pendapat tersebut mengacu pada kaitan antara sastra dengan realitas dan fakta kemanusiaan. Namun, pernyataan Teeuw tersebut bisa ditafsirkan dalam konteks lain yaitu dalam konteks pertumbuhan karya sastra. Bisa ditafsirkan bahwa sebuah tradisi penciptaan sastra lahir dari tradisi penciptaan sastra sebelumnya.
Sastra yang baik adalah sastra yang mampu menciptakan tradisi penulisan sastra. Dengan demikian sebuah tradisi sastra merupakan sebuah mata rantai yang panjang yang mengaitkan tradisi-tradisi sastra sebelumnya. Tradisi sastra yang baik hanya bisa dibangun dari gagasan-gagasan sastra yang cemerlang dan kepribadian sastrawan yang tangguh. Dengan kata lain teks dan pengarang menjadi pertaruhan penting dalam terciptanya tradisi sastra.
Tradisi sastra (dalam pengertian ini sastra tulis) kita diawali sejak abad ke-5 masehi setelah bersinggungan dengan tradisi tulis India (Hindu-Budha) yang dibuktikan dengan dipakainya huruf Palawa dalam berbagai yupa, di antaranya Yupai Kutai dan Tarumanegara. Tradisi sastra kita diawali dengan kesadaran untuk mencatatkan berbagai peristiwa, mewariskan berbagai macam nilai, kepercayaan dan budayanya ke dalam bentuk sarana tulis berupa yupa, keropak, daun lontar, dan kitab.
Tradisi sastra kita di awali dengan kerangka kehidupan politik. Yaitu kepentingan kerajaan/kekuasaan untuk mengumumkan silsilah keluarga kerajaan, meneguhkan citra penguasa, menuliskan peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan politik dan acuan-acuan hukum. Misalnya Yupa Kutai yang berisikan silsilah keluarga maharaja Kudungga yang mempunyai anak Aswawarman yang mempunyai putera gagah perkasa bernama Mulawarman yang melakukan upacara persembahan 20.000 ekor sapi di alun-alun suci waprakecwara. Demikian juga pada prasasti Kedukan Bukit yang meriwayatkan penaklukan beberapa daerah oleh Dapunta Hyang (Sriwijaya), Prasasti Telaga Batu yang menuliskan kutukan dan hukum kepada siapa saja yang tidak setia pada Sriwijaya. Demikian juga pada prasasti-prasasti yang meriwayatkan kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat seperti prasati Pasir Awi, prasasti Ciaruteun, prasasti Tugu, dan prasasti Jambu. Prasasti dan isinya semacam itu juga dijumpai di Jawa misalnya pada kerajaan Mataram Kuno yang meninggalkan prasasti Canggal, prasasti Matyasih, prasasti Ritihang dan pada kerajaan Syailendra yang meninggalkan prasasti Kalasan dan prasasti Klurak.
Karena pada awalnya lahirnya tradisi sastra kita dilatarbelakangi dengan kerangka kehidupan dan kepentingan politik, maka pusat pertumbuhan sastra kita bermula dari pusat kekuasaan. Di Jawa, baik di Jawa belahan timur, tengah dan barat, pertumbuhan sastranya di awali dari pusat kerajaan atau keraton. Pada zaman itu, yang sering disebut sebagai zaman kapujanggan atau zaman sastra klasik, lahir, tumbuh, pemekaran dan penyebaran teks sastra bermula dari pusat kekuasaan yaitu keraton. Lahirnya pengarang/pujangga sangat dipengaruhi oleh pusat kekuasaan dengan tendesi politik yang kuat.
Di Jawa Timur, tumbuhnya tradisi sastra berawal dari pusat kerajaan mulai dari era Sri kameswara, Airlangga, Jayabaya, hingga Hayam Wuruk yang pada selanjutnya mengalami perubahan besar akibat pengaruh Islam. Berbeda dengan Jawa Tengah yang teks-teks sastranya di zaman kapujanggan tersebut berbentuk puisi, teks-teks sastra Jawa Timur di era kapujanggan kebanyakan berbentuk kitab yang ditulis dalam bentuk gancaran atau berbentuk prosa.
Di zaman keemasan Kediri bertebaran teks-teks sastra yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa tradisi keberaksaraan telah terbentuk dengan baik. Misalnya saja Kitab Arjunawiwaha yang ditulis Mpu Kanwa yang dilaunching pada tahun 1030 pada zaman raja Airlangga yang meriwayatkan Arjuna yang bertapa untuk mendapatkan senjata untuk melawan kurawa, kitab Kresnayana karya Mpu Triguna yang ditulis pada rezim kekuasaan Jayabaya yang menceritakan kisah Kresna di masa kecil, kitab Hariawangsa karya Mpu Panuluh di era yang sama yang tampaknya kelanjutan kitab Kresnayana yaitu episode kisah Kresna pada bagian pernikahan Kresna dengan Dewi Rukhmini.
Kitab sastra yang lain adalah kitab Smaradhana karya Mpu Dharmaja yang ditulis di zaman pemerintahan Sri Kameswara yang berkisah tentang hilangnya Dewa Kama dan Dewi Ratih karena api yang keluar dari mata ketiga Dewa Syiwa, kitab Baratayudha ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang mengadopsi ‘pethilan’ Mahabarata India yang menceritakan pertempuran besar keluarga Pandawa dan Kurawa di padang Kurusetra selama 18 hari, kitab Gatot kacasraya karya Mpu Panuluh yang juga ditulis di masa pemerintahan Jayabaya yang meriwayatkan perkawinan Abimanyu dengan Siti Sundhari dengan bantuan Gatotkaca. Selain berakar dari kisah-kisah Mahabarata, teks-teks sastra di era itu juga meriwayatkan cerita-cerita asli dari tanah Jawa, misalnya, berbagai kitab Panji, yang isinya merupakan roman percintaan Panji Asmara Bangun dengan Candra Kirana (Panji Asmaradhana, Panji Semirang Asmarataka) yang mengagungkan ketampanan raja Kediri. Yang paling legendaris adalah kitab Jangka Jayabaya yang konon ditulis oleh Raja Jayabaya sendiri yang isinya berupa jangka atau ramalan-ramalan sosial politik nusantara di masa depan.
Tradisi sastra di zaman keemasan kediri tersebut berlanjut pada zaman keemasan Singasari dan Majapahit. Sebagai sebuah negara besar, Majapahit memiliki tradisi kesastraan yang kuat yang dibuktikan dengan diproduksinya teks-teks sastra yang berbobot. Teks-teks sastra itu di antaranya kitab Pararaton atau juga dikenal sebagai Katuturanira Ken Arok yang kalau dilihat berdasar isinya yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama meriwayatkan Ken Arok dan raja-raja Singasari dan bagian kedua mengisahkan kerajaan Majapahit mulai dari Raden Wijaya, Jayanegara, pemberontakan Ranggalawe dan Sora, perang Bubat hingga daftar raja sesudah Hayam Wuruk, dapat diterka bahwa penulisan Pararaton dilakukan di dua masa rezim yaitu rezim Singasari dan Majapahit. Yang menarik dari kitab Pararaton ini adalah dengan disisipkannya dongeng-dongeng lama seperti Tantu Panggelaran, Bubuksah Gagang Aking, Sundayana, dan carita parahiyangan.
Teks sastra lainnya misalnya kitab Negarakertagama yang sering disebut kitab Desawarnana. Kitab ini merupakan kitab yang paling masyhur dan paling banyak diteliti bahkan diakui oleh UNESCO sebagai memori dunia. Kitab ini ditulis di tahun 1365 M (1287 Saka) oleh Mpu Prapanca di zaman kekuasaan Hayam Wuruk. Negarakertagama berarti “Sebuah negara dengan tradisi (agama)” disebut pula Desawarnana yang artinya “Penulisan tentang daerah-daerah”. Kitab ini menceritakan masa pemerintahan Hayam Wuruk dan puncak kejayaan Majapahit. Sebagian besar teks meriwayatkan Hayam Wuruk sebagai penguasa yang sangat adil dalam memerintah dengan perdana mentrinya yang perkasa bernama Gajah Mada yang berhasil menaklukan kerajaan-kerajaan nusantara lainnya hingga ujung sumatra, Brunai sampai Papua. Kematian Gajah Mada pun diceritakan dalam kitab ini. Kitab ini pun secara detil mendeskripsikan perjalanan raja Hayam Wuruk ke beberapa daerah taklukannya. Yang menarik dalam kitab ini disebutkan bahwa Majapahit di era itu sudah mengenal kitab hukum (KUHP) yang disebut sebagai Kutara Manawadarmasastra (beberapa ahli menyebutkan Kutara Sastra atau Munawasastra) dengan salah satu pasalnya yang disebut dengan Astadusta.
Tak kalah pentingnya adalah Kitab Kuntaramanawa yang konon ditulis sendiri oleh Gajah Mada. Kitab ini merupakan kitab hukum yang disusun berdasarkan kitab hukum yang sudah ada (Munawasastra) yang disesuaikan dengan hukum adat. Kitab sastra lainnya yang ditulis pada masa Majapahit adalah Kitab Sutasoma karya besar Mpu Tantular. Menceritakan Sutasoma sang putra raja Majapahit yang mendalami agama Budha. Dalam kitab ini digambarkan pula adanya toleransi yang kuat yang menyikapi keberagaman beragama dalam kerajaan Majapahit yang dirumuskan dalam kalimat Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Mpu Tantular juga menulis sebuah kitab yang diadopsi dari ramayana yaitu Arjunawijaya yang mengisahkan peperangan raja Arjuna Sasrabahu dan patihnya Sumantri melawan raksasa Rahwana.
Setelah kejayaan Majapahit surut bahkan runtuh, masuklah kebudayaan Islam ke Jawa. Ketika tradisi sastra yang sudah ada bersentuhan dengan Islam dan dipengaruhi pula dengan berakhirnya masa kerajaan di Jawa Timur (yang ditandai dengan pindahnya pusat kerajaan ke Jawa Tengah tepatnya di Demak), maka tradisi sastra yang ada diwarnai dengan bentuk-bentuk sastra yang bercorak magis religius, yaitu kitab-kitab suluk seperti Suluk Sukrasa yang menceritakan perjalanan rohani Ki Sukrasa dalam mencapai ilmu kesempurnaan hidup, Suluk Wujil yang berisikan wejangan-wejangan Sunan Bonang kepada siswanya bernama Wujil yang bekas abdi raja majapahit, ada juga kitab suluk Malang Sumirang yang beisikan pujian, keinginan mencapai kesempurnaan dan keinginan bersatu dengan Tuhan.
Berakhirnya masa kejayaan kerajaan di Jawa Timur mengakibatkan pula tradisi penulisan sastra pertumbuhan dan penyebarannya bergeser ke pesisir-pesisir. Peran Mpu dan pujangga digantikan oleh para sunan yang mengembangkan Islam sekaligus mengembangkan dan melanjutkan tradisi sastra yang sudah ada dengan memberi warna yang lebih beragam.
Tradisi sastra di Jawa Timur sekarang bukanlah hadir sebagai sebuah “ketiba-tibaan” namun merupakan buah dari pohon tradisi besar yang telah tumbuh sebelumnya. Tradisi sastra Jawa Timur merupakan mata rantai yang tersambung dari tradisi sastra sebelumnya. Tradisi sastra yang sudah ada sejak zaman klasik menjadikan Jawa Timur merupakan lahan yang subur bagi tumbuh dan pemekaran karya sastra. Tradisi sastra yang sudah berakar menjadikan Jawa Timur menjadi sebuah provinsinya para sastrawan yang sangat diperhitungkan dalam konstelasi sastra Indonesia. Saya tidak pernah menyoal apakah Jawa Timur merupakan negeri prosa atau negeri penyair. Namun saya berkeyakinan bahwa Jawa Timur adalah tanah sastra, kebun sastra yang jauh lebih subur dari tanah sastra atau kebun sastra provinsi lain. Dengan kata lain, baik prosa dan puisi tumbuh sangat subur di Jawa Timur karena tradisi penulisan sastranya telah terbangun dengan kokoh.
Yang perlu menjadi titik perhatian adalah bagaimana tradisi dan bentuk-bentuk sastra klasik Jawa Timur dapat menjadi spirit dan inspirasi pada penulisan satra Jatim modern. Ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh para sastrawan Jatim terkini. Yang pertama, naskah-naskah klasik tersebut ditulis kembali dengan pengucapan dan orientasi baru. Yang kedua, ruh dari sastra-sastra klasik tersebut ditangkap dan dijadikan inspirasi penciptaan baru. Yang ketiga, naskah-naskah klasik tersebut ditulis ulang dengan tak hanya dengan sikap mereknstruksi, namun juga mendekonstruksikannya.
Ada sesuatu yang menarik dalam perbincangan sastra Jatim saat ini yaitu adanya sinyalemen yang ditengarai oleh beberapa kawan bahwa genre puisi tampak lebih mendominasi dibanding genre prosa, menurut hemat saya, hal tersebut tak lain hanyalah sekedar persoalan ‘mode’ saja. Ibaratnya, kalau sastra itu merupaka mode pakaian, maka puisi sedang menjadi mode yang trend sehingga berbondong-bondonglah puisi ditulis dan dibicarakan, namun bukan berarti prosa sebagai mode sastra yang lain menjadi mati.
Di paruh tahun 2000-an di Jatim (hingga sekarang (?)), puisi memang mencapai boomnya dan hingar bingar dibicarakan, namun bukan berarti prosa ditinggalkan. Masih banyak prosais Jatim yang tetap menulis, bahkan tercatat Jatim melahirkan nama-nama prosais yang mengejutkan dunia sastra Indonesia, tarulah beberapa nama sebagai contoh, seperti, Sony karsono, Lan Fang, Mashuri, Wina Bojonegoro, di samping nama-nama prosais yang lebih awal seperti Suparto Brata, Budi Darma, M. Shoim Anwar, Bonari, Wawan Setiawan, Zoya Herawati, Ratna Indraswari Ibrahim, Beni Setia, R.Giryadi, dsb.
Kalau kita tengok jauh ke belakang, prosa pernah menjadi trend dan menjadi booming. Misalnya, saat sastra koran menjadi panglima dalam pertumbuhan sastra Indonesia yang menjadikan cerita pendek primadona, maka Jawa Timurlah gudangnya cerpenis, mulai dari Alwan Tafsiri, Muhamad Ali, Suripan Sadi Hutomo, Suparta Brata, Budi Darma, hingga generasi Ratna Indraswari Ibrahim, Shoim Anwar, Tan Sin Tjiong dan berlanjut di era sekarang. Dengan kata lain tradisi penulisan cerpen Jawa Timur tidak pernah stagnasi. Bahkan kalau kita memelototi media massa Jatim selalu tampil wajah-wajah cerpenis baru. Kalau saat ini kita merasa puisi dan penyair mendominasi kancah sastra Jawa Timur itu hanya karena cerpen dan genre prosa sedang tidak ada yang membicarakannya (mungkin karena para pengulas sastra Jatim sedang malas berpanjang-panjang membaca, mungkin para pengulas sastra Jatim sebagian besar penyair sehingga lebih birahi pada puisi, atau jangan-jangan kita memang tidak punya kritikus prosa). Semua sedang asyik memperguncingkan penyair dan puisi, namun di sekelilingnya cerpen bertebaran, novel masih di tulis, prosais baru terus dilahirkan.
Yang paling utama saat ini bagaimana mempertahankan bahkan mengembangkan tradisi sastra kita. Yang penting bagaimana tradisi menulis sastra kita terus tumbuh subur. Yang penting kita memikirkan bagaimanakah membangun tradisi tradisi membaca sastra yang baik. Yang penting bagaimanakah kita membangun tradisi kritik sastra yang baik. Dan itu semua tugas kita bersama.***
*) Penulis adalah sastrawan tinggal di Ngawi
Dijumput dari: http://www.dikbangkes-jatim.com/?p=40
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar