Minggu, 30 September 2012

Lukisan Sejarah dan Sejarah Lukisan

Heru Maryono
Harian Analisa, 15 Apr 2012

Artikel ini, sengaja saya tuliskan sebagai tanggapan atas artikel: "Ketika Pelukis Minta Lukisan Pemandangan Alam, Dilarang" yang tulis oleh YS. Rat.

"Lukisan Sejarah" (History Painting) artinya lukisan ’naturalistik’ yang menghadirkan peristiwa sejarah serta kisah-kisah yang terkandung dalam (kitab) ajaran agama maupun mitologi. Sebagai contoh "Samson dan Delilah". Dua pelukis jaman Barok-Rokoko, Peter Paul Rubens dan François Boucher telah melukiskannya. Sebelumnya, pada zaman Renaissance Awal, Andrea Mantegna juga melukiskan.

Ada perbedaan antara lukisan François Boucher (Rokoko) dan Peter Paul Rubens (Barok) dalam satu kurun waktu serta Andrea Mantegna (Renaissance Awal) pada kurun waktu lainnya. Ciri Barok-Rokoko tampil ’aduhai’ dengan karakter mengeksploitasi sensualitas dan seksualitas. Lukisan Renaissance Awal tampil ’kalem’ tanpa sentuhan itu. Sensualitas ditunjukkan Peter Paul Rubens dengan melukiskan gaun Delilah terbuka, sehingga memperlihatkan dadanya. Lukisan François Boucher tampil vulgar. Menghadirkan ’sepasang sejoli’ telanjang dalam adegan berciuman seronok. Lukisan Andrea Mantegna menukik pada inti kisahnya, yakni adegan memotong rambut untuk menghilangkan kekuatan (kesaktian) Samson.

Ketelanjangan juga muncul di Vatican, Roma. Dijumpai pada lukisan dinding dan langit-langit (karya Michelangelo) Sistine Chapel. Keberadaannya sejalan dengan kehadiran patung figur telanjang (karya Michelangelo) berjudul "David". Walaupun tidak semua, seperti dijumpai pada patung (Michelangelo) berjudul "Moses" yang terlihat berpakaian sepenuhnya menutup tubuh.

Mengapa begitu bebas figur telanjang dilukiskan atau dipatungkan di Eropa? Hal ini tidak terlepas dari latar belakang sejarah. Bermula dari kehadiran patung-patung (naturalistik) Yunani Kuno yang sudah muncul pada abad IV Sebelum Masehi. Berlandaskan prinsip "Anthropomorphic" (Human in Form atau Bentuk Manusia), Dewa dipatungkan sebagai "Godlike Human Beings" (Dewa Menjadi Manusia) dan manusia (yang dipatungkan) sebagai "Manlike Gods" (Manusia Seperti Dewa).

Penghormatan untuk mematungkan figur juga diberikan kepada pemenang Olympic Games (pada zaman itu). Kontestan yang keseluruhannya pria tidak satupun mengenakan pakaian. Demikian pula saat dipatungkan. Sebagai contoh, patung "Discus Thrower", karya Myron. Dewa pun dipatungkan telanjang. Sebagai contoh, "Artemision Zeus", karya Onatas.

Untuk pembanding, penulis masih ingat saat study tour ke Bali tahun 1979. Ketika itu melihat pekerja-pekerja (perempuan semua) memperkuat bantaran sungai dengan cara menumpukkan batu. Semua bertelanjang dada. Tradisi berpakaian seperti ini sudah lenyap karena alasan norma susila. Pada hal, saat perempuan Bali berpakaian seperti itu, tentu dilandasi pertimbangan normatif.

Tanpa terkecuali bila seorang pelukis melukiskan figur telanjang. Apalah daya? Bila massa dari ’ormas’ datang "membredel" pameran. Lukisan figur telanjang diturunkan dengan paksa. Peristiwa ini terjadi beberapa tahun silam saat berlangsung pameran "CP Biennale" di Jakarta, dikuratori Jim Supangkat. Kontan, pameran ditutup. Perbuatan ini petunjuk nyata.

Busana Bali, tidak lagi dapat dirujuk sebagai warisan tradisi. Sanksi pornoaksi dan pornografi siap menjerat bagi pelanggar. Termasuk penertibannya yang dilakukan ’ormas’.

Kembali ke perkembangan sejarah di Eropa. Situasinya berbeda saat lahir Realisme pada abad XIX. Sekalipun memiliki persamaan melukiskan figur manusia, namun konsepnya berbeda antara Lukisan Sejarah dan Realisme. Lukisan Sejarah (History Painting) mengagungkan mitos dan kejadian masa lalu, sedangkan Realisme menolak mitos. Lebih konkrit, menolak otoritas agama.

Pernyataan paling terkenal Gustave Courbet saat menyuarakan "manifesto" (deklarasi) kelahiran Realisme. "Tunjukkan Malaikat, saya akan melukiskan". Sebuah pernyataan yang wajar dikumandangkan, bila mengingat yang bersangkutan Atheist dan Komunis. Prinsip yang dibangun bertumpu pada "kasat mata". Dengan demikian, figur telanjang sama kedudukannya dengan pemandangan alam, bila yang dilihat memang itu untuk dilukis.

Kaitannya dengan "pembredelan" pameran, tanpa ’penggeneralisasian’ prinsip "kasat mata", penurunan paksa lukisan figur telanjang tidak dapat diberikan pembelaan. Bila ada pernyataan "lukisan bugil dilarang, maka lukisan pemandangan juga harus dilarang", persamaan prinsip "kasat mata" justru untuk membela lukisan figur telanjang dari kesemena-menaan pihak lain. Pernyataannya termasuk untuk menyikapi UU Pornografi.

Kurang jelas! Bila lukisan realistik menampilkan orang bugil dilarang, maka sekalian semua lukisan realistik yang lain juga dilarang. Dari still-life, bunga hingga pemandangan alam. Pernyataan ini untuk membangun kebersamaan yang solid, agar lukisan bugil tidak terusik. Sama-sama realistik, bila yang satu dilarang (bugil), sekalian semuanya saja. Penerangan ini harus diberikan. Harapannya, orang berpikir dua kali untuk menjatuhkan larangan pada lukisan bugil, karena persamaannya dengan pemandangan yang sama-sama bercorak realistik.

Bila pernyataan ini ditafsirkan "melarang lukisan pemandangan alam" seperti dikemukakan dalam artikel "Ketika Pelukis Minta Lukisan Pemandangan Alam, Dilarang", di rubrik ’Rebana’, harian Analisa, tanggal 25 Maret 2012, itu artinya juga "kesemena-menaan Pihak Lain" (bukan senirupa) ’mengobok-obok’ wilayah senirupa. Penulis tidak pernah melangkah ke sastra atau hukum dalam menulis artikel.

Status penulis bukan pelukis (profesional), melainkan dosen. Kebetulan, diberi tugas mengajar matakuliah "Sejarah Seni Rupa Barat" dari tahun 1992 hingga sekarang. Artinya, berpolemik dengan Pihak Lain, sama artinya menghambur-hamburkan perbendaharaan pengetahuan sejarah senirupa tetapi salah sasaran. Sekalipun demikian, biarlah dihambur-hamburkan untuk lebih memberi penjelasan.

Judul artikel "Ketika Pelukis Minta Lukisan Pemandangan Alam, Dilarang" dan isi pernyataan "mengategorikan lukisan manusia bugil sebagai sesuatu yang bersifat porno dan dilarang, maka lukisan pemandangan alam pun harus dilarang", ini sepenuhnya benar terjadi dalam perkembangan sejarah senirupa di Eropa.

Bukti Realisme bersinggungan dengan pornografi, terlihat pada lukisan Gustave Courbet, berjudul "the Origin of the World" (1866). Subject matter yang dilukiskan tabu untuk ditulis. Apalagi dimuat reproduksi lukisannya. Lebih dahsyat lagi dari rumpun Art Nouveau yang sezaman abad XIX. Pesta pora tanpa batas bahkan eksploitasi berlebihan dihadirkan. Nama-nama pelukisnya antara lain Robert Auer, Norman Lindsay dan Franz von Bayros.

Reaksi total terhadap lukisan representatif menandai lahirnya lukisan abstrak pada abad XX. (Representasi artinya menghadirkan kembali, baik secara kasat mata maupun imajinatif.) Istilah Nouveau-Roman dikumandangkan Alain Robbe-Grillet untuk memberi "cap" seni abad XIX. Didalamnya termasuk Realisme, Romantikisme, Neo-Klasikisme, Pointilisme, Impresionisme dan Art Nouveau. Supremasi abstrak dibangun dengan cara mereaksi Nouveu-Roman.

Korban utama adalah Art Nouveau. Keberadaannya lenyap dari sejarah dan dianggap kerajinan. Hal ini dilatari spirit Art Nouveau yang bersifat "imperialistic". Menganeksasi (mengambil alih) artefak budaya koloni (jajahan) menjadi unsur visual. Sebagai contoh, karya Alphonse Mucha, berjudul "Salammbo". Karyanya menampilkan "mahkota (dadak merak) Reog Ponorogo" pada kepala seorang perempuan. Sikap superior menunjukkan kepemilikan (aneksasi) koloni, pada akhirnya dinilai sebagai sikap inferior mengagungkan budaya Timur. Aneksasi ini dipandang tempelan dan sifatnya menghias (kerajinan).

Thomas S. Eliot dan Joyce, mendeklarasikan "Dimulai dari Abad XX" dan "Pembunuhan Abad XIX". Viktor Shklovsky menyebut sebagai model "Knight Move" atau ’Tindakan Ksatria’. Pola tindakannya "making strange" atau ’menjadikan musuh’ keberadaan seni sebelumnya. Pelopornya, justru Realisme saat mereaksi lukisan sebelumnya, yakni lukisan keagamaan yang masuk rumpun History Painting.

Pemaksaan penghapusan mitos dalam spirit Realisme digantikan dengan "kasat mata", sejalan dengan pernyataan Clement Greenberg. Referensi diri dalam spirit modern bertujuan untuk menghilangkan efek karya seni sebelumnya. Clive Bell menggunakan istilah significant form. Artinya bentuk yang berbeda dari karya sebelumnya. Tampil beda berlandaskan significant form dan menggali referensinya sendiri akan melahirkan rangkaian perubahan bentuk dari waktu ke waktu. Perbedaannya menunjukkan kemajuan. Masa lalu menjadi transisi yang mengantarkan ke masa kini dan masa kini menjadi jembatan yang menyeberangkan untuk menuju masa depan. Bila akhirnya Realisme terlarang bagi pelukis Eropa untuk perkembangan senilukis selanjutnya, tidak lain demi kemajuan yang mengatasnamakan Modernisme. Terbukti, setiap lahir aliran lukisan abstrak, pasti berbeda dengan aliran sebelumnya.

Di Medan, semua aliran menjadi rujukan. Terbukti dari munculnya pertanyaan. Alirannya apa? Dalam perkembangan sejarah harus ditegaskan. Aliran bukan untuk dirujuk, justru untuk diingkari atau direaksi. Setidaknya-tidaknya dimodifikasi.

Benar kategori ahli sejarah membedakan sejarah, proto-sejarah dan pra-sejarah. Dikatakan Sejarah, bila tulisan yang memberikan penjelasan lengkap. Dikatakan proto-sejarah, bila ada tulisan yang menyertai tetapi tidak lengkap. Dikatakan pra-sejarah, bila sama sekali tidak ada tulisan. Dengan sendirinya, dalam kemiskinan tulisan (kalau tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali), maka yang dapat hidup berinteraksi dengan khalayak tidak lain adalah lukisan realistik. Tidak perlu penjelasan berupa tulisan dan hanya satu syaratnya, mirip dengan yang pernah dilihat sebelumnya, cukup! Sekaligus ini jawabab dari pertanyaan. Mengapa lukisan realistik tumbuh subur dan diagungkan di kota Medan? Utamanya Pemandangan Alam. Sebagai akibatnya, diusik sedikit saja, membuat pihak lain tersinggung dan menafsirkan menjadi larangan. Faktor penyebabnya, tidak lain karena miskinnya tulisan yang memberi penjelasan. Efek samping lainnya, keserumpunan lukisan figur telanjang dan pemandanganan sebagai lukisan realistik disamaartikan keserumpunan lukisan pemandangan dan figur telanjang sebagai pornografi. Celakanya, penafsirannya salah bukannya bertanya, tetapi dimanipulasi menjadi pernyataan penulis biar dikatakan cerdas dan dianggap superior ilmunya dibanding dengan dosen senirupa. Hebat! Kalau sudah hebat, beralih profesi saja menjadi kurator pameran seni lukis. Tidak tanggung-tanggung.

Pernah penulis mengusulkan penulisan katalog pameran yang bersungguh-sungguh kepada pemilik galeri di Medan yang sekarang sudah tutup. Jawaban yang didapat, mau berapa puluh juta hanya untuk katalog saja? Demikian pula dalam pembukaan Pameran Tunggal Lukisan Panji Sutrisno, tahun 2007. Penulis diminta memberi sambutan, gratis! Bila ditambahkan lagi, mendadak. Penulis katalog pameran selaku kurator pameran, menghilang. Kedua contoh ini dapat dijadikan indikator. Tulisan atau ulasan seni yang mendampingi penyelenggaraan pameran di kota Medan hanya main-main. Bahkan, mungkin dianggap "omong kosong". Ada hanya untuk pemanis dan pelengkap pameran. Bila ada gugatan, statusnya memperoleh kesempurnaan menjadi pelengkap penderita. Pelukisnya tenang-tenang saja. Laku atau tidak lukisannya, pemberi kata sambutan tidak pernah tahu. Pertanyaan terakhir. Apakah uraian ini bisa untuk menelaah sastra? Sebuah pertanyaan dari sedungu-dungunya orang yang pastilah telah terganggu jiwanya seperti sangkaan pihak lain.

*) Dosen senirupa Unimed.
Dijumput dari: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/04/15/45732/lukisan_sejarah_dan_sejarah_lukisan/#.UGgNVq7mUdg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar