Sabtu, 21 September 2019

Pergulatan PKI dalam Tiga Generasi

Peresensi : Dwi Pranoto *

Mencari Kiri: Kaum Revolusioner Indonesia dan Revolusi Mereka
Jacques Leclerc
Marjin Kiri, 2011

Di Indonesia namalah yang telah mencari organisasi dan pertarungannya; ketika nama ditemukan ia telah kalah dalam pertempuran. (hal. 178).

Saya masih ingat betul, ketika pelajaran sejarah di bangku SMP dan SMA mempelajari peristiwa kemelut politik 65 atau yang dikenal sebagai pemberontakan G30S PKI, guru sejarah menyatakan bahwa PKI harus ditumpas sampai ke akarnya, sampai anak, cucu, cicitnya. Alangkah pelajaran sejarah tersebut ikut andil membentuk persepsi para remaja mengenai komunisme dan membentuk sikap mereka terhadap keturunan PKI. Bukan hanya membentuk persepsi dan sikap remaja dari keluarga “bersih” pun mereka yang berasal dari keluarga “ET”. Bagaimana seorang remaja membenci bapaknya yang terlibat atau seorang remaja dari keluarga PKI yang patah arang akan masa depannya memilih mabuk-mabukan sepanjang masa bujangnya. Atau bagaimana seorang bapak yang harus “membuang” anak laki-lakinya dengan mengubah identitas orang tua pada akta kelahiran demi membersih-lapangkan masa depan si anak.

Sejarah resmi mengenai komunisme selama lebih dari 30 tahun rezim Orde Baru adalah reka-sejarah komunisme (PKI) yang bukan saja berfungsi sebagai pembenar dari apa yang disebut sebagai kudeta merangkak dan menentukan posisi politik dalam pergaulan intenasional. Lebih dari itu, indoktrinasi anti-komunis melalui sejarah resmi dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dikenal sebagai “bersih diri” dan “bersih lingkungan” telah mengakibatkan masyarakat menjadi terpecah-pecah, penuh wasangka dan curiga. Menjadi komunis atau menjadi keturunan dari orang tua komunis adalah aib atau bahkan dosa besar yang tak terampuni. Gerakan komunisme yang sesungguhnya punya andil besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dihapus dalam sejarah resmi dan digantikan sejarah komunisme yang dipenuhi pengkhianatan.

Mencari Kiri, buku kumpulan artikel-artikel terpilih dari Jacques Leclerc mengenai lahir, tumbuh, kembang dan lumpuhnya faham komunis di Indonesia ibarat membongkar timbunan tanah sejarah resmi yang mengubur komunisme hidup-hidup. Empat artikel yang dikumpulkan dalam Mencari Kiri menyuarakan suara lain yang selama puluhan tahun dibungkam. Suara lain yang mengkritisi, menyangkal, mengguyahkan, dan menggugat sejarah resmi dengan membeberkan peran hebat gerakan kiri dalam perjuangan menggulingkan kekuasaan kolonial; intrik, pertikaian politik dan pengaruh luar negeri semasa awal kemerdekaan yang menggencet gerakan kiri dan menumbalkan tokoh-tokohnya; dan perselisihan tokoh-tokoh komunis mengenai teori dan menentukan strategi dan taktik perjuangan kaum kiri.     

Dalam Aliran Komunis: Sejarah dan Penjara Leclerc melacak jejak cikal bakal gerakan komunisme semulai berdirinya sindikat buruh kereta api Vereeniging Van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP) dan Budi Utomo tahun 1908 yang menurutnya PKI adalah hasil radikalisasi progresif dari dua organisasi yang lahir akibat penindasan intensif dari dominasi kolonial awal abad 20. Partai Komunis Indonesia yang sebelum kongres 1924 bernama Perserikatan Komunis di India sedikit banyak lahir dari pertentangan di tubuh Sarekat Islam antara militan prokomunis dan penentangnya. Perubahan nama dari “Perserikatan” menjadi “Partai” membawa konsekwensi-kensekwensi yang mungkin secara singkat dapat diringkas mesti dapat berperan sebagai penyemai dan pelaksana ide-ide yang membuahkan tekad untuk mengupayakan perubahan politik. Untuk itu PKI mesti menjadi partai pelopor yang besar dan kuat dengan disiplin baja agar mampu mengatasi tekanan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Jacques Leclerc tak hanya memaparkan sepak terjang PKI seperti aksi pemogokan di jawatan kereta api pada tahun 1923 yang gagal dan perlawanan umum bersenjata untuk menggulingkan kekuasaan kolonial  akhir 1926 – awal 1927 yang berakhir dengan porak-porandanya partai. Leclerc juga mengungkap manuver Semaun di pembuangan yang menyerahkan peran partai polopor PKI kepada Hatta di Belanda. Begitu pula dengan Tan Malaka, tokoh komunis yang dianggap trotskys, yang mendirikan Partai Republik Indonesia di Bangkok karena menganggap PKI sudah tidak ada. Pasca perlawanan 1926 – 1927 yang meremukan PKI sebagai organisasi tulang punggung perjuangan politik, kaum kiri terpecah, bukan hanya terbagi dalam gerakan bawah tanah dan gerakan legal, memperebutkan pewaris sah dari PKI. Pada masa inilah, Soekarno yang mendirikan PNI pada tahun 1933 menemukan sosialisme ala  Indonesia, Marhaenisme, untuk mengatasi dualisme buruh/petani atau kelas/massa yang tak terpecahkan semenjak Sarekat Islam.

Pergulatan menghimpun kembali gerakan sayap kiri menjadi satu kesatuan menghadapi rintangan tak kepalang. Pelarangan pemerintah kolonial, datanganya ancaman dan bercokolnya kekuasan fasis Jepang, serta krisis teori dalam komunisme internasional mengakibatkan situasi tak menguntungkan untuk menyatukan perjuangan kaum kiri. Percobaan pembentukan front bersama semacam Gerindo terbukti rapuh dan tidak tahan lama. Upaya terakhir, sebelum 1950, kristalisasi gerakan sayap kiri, penyatuan partai-partai yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat menjadi satu partai tunggal, PKI, tahun 1948 hancur sebelum PKI sempat melaksanakan programnya. Tuduhan kudeta terhadap prakarsa “Jalan Baru untuk Republik Indonesia” Musso berakhir dengan perang sudara yang menumbalkan 9 pemimpin PKI termasuk Musso dan Amir Sjarifuddin. Sejarah resmi versi Orde Baru, seperti diajarkan di sekolah-sekolah, peristiwa Madiun diibaratkan “menusuk dari belakang". Walaupun, seperti ditulis oleh Leclerc, proklamasi Republik Soviet di Madiun tidak seorang pun pernah mendengarnya, begitu juga tidak seorang pun berminat membuktikan kebenaran kabar yang diucapkannya itu (hal.65). Leclerc membandingkan peristiwa Madiun dengan apa yang terjadi di China 20 tahun sebelumnya. Pembangkitan kembali PKI tahun 1948 dianggap terinspirasi dengan kebangkitan PKC tahun 1937, serbuan balatentara Jepang disamakan dengan kedatangan Belanda kembali dan pemerintahan Indonesia yang dikuasai golongan kanan disamakan dengan kekuasaan Kuomintang di Cina.

Sosok Amir Sjarifuddin diungkapkan Leclerc dalam Amir Sjarifuddin: Antara Negara dan Revolusi sebagai tokoh revolusioner yang kontroversial. Tokoh yang nyaris terlupakan dalam sejarah Indonesia, jika disebut selalu saja dengan nanda sumbang, digambarkan Leclerc semirip Faust; tidak saja karena menukar agamanya pun sebab “kerjasamanya” dengan Van Mook. Amir yang dilukiskan sebagai orator ulung dan dekat dengan gerakan revolusioner bawah tanah itu pada kenyataannya hampir selalu berada di pinggiran dalam gerakan perlawanan dan pusat kekuasaan di masa awal kemerdekaan. Sebagai tokoh revolusioner ia memainkan dua kaki antara bawah tanah dan legal, sebagai Perdana Menteri atau Menteri Pertahanan ia tak dapat mengatasi hantaman kaum kanan dan militer yang menggerogoti kewenangan jabatannya. Diantara empat tokoh di jantung kekuasaan, Soekarno, Hatta, Sjahrir, yang menjadi “kartu mati” adalah Amir.

Tak dapat disangkal, Amir adalah “orang merah”, sepak terjang politiknya sepanjang tahun 1928 – 1948 mengonfirmasi hal itu. Namun, apa yang disebut Leclerc sebagai tahun-tahun Amir berlangsung pada 1936 – 1940, setahun setelah Amir bebas dari penjara pada Juni 1935. Masa empat tahun dimana perdebatan antara perjuangan koperasi dan nonkoperasi memanas yang mana kaum kiri baru yang nonkoperasi diidentifikasi pada Amir. Pada sekitar tahun-tahun itu pula ia diduga menjalin kontak rahasia dengan dedengkot komunis, Musso, yang menurut dokumen resmi pada tahun 1935 telah membangun kembali PKI setelah kehancurannya pada 1926 – 1927. Dengan Musso inilah Amir dipasangkan sebagai lawan dari Soekarno-Hatta ketika peristiwa Madiun meletus. Peristiwa yang merenggut nyawa Musso dan Amir yang mati ditembak oleh letnan Polisi Militer di dekat desa Ngalihan pada 19 Desember 1948. Leclerc mencatat bahwa peristiwa Madiun ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Komisi Jasa Baik PBB untuk menengahi konflik Indonesia – Belanda yang diisi oleh negara-negara Barat.

Setelah kehancuran pada Oktober 1965, barangkali tidak ada pribadi yang begitu lekat diidentikkan dengan PKI seperti Aidit. Memulai dengan kembali menghidupkan Bintang Merah pada 1950 sekembalinya dari pelarian setelah peristiwa Madiun, bersama Lukman, Aidit yang pada 1947 telah menjadi sekretaris Central Comite, pada tahun 1956 menjadi orang pertama dalam partai dengan menduduki Sekretaris Jenderal. Setelah itu pengaruh Aidit tak tertahankan lagi dalam tubuh PKI.

Dalam Aidit dan Soal Partai Pada Tahun 1950, Leclerc menyatakan bahwa dengan tampilnya pasangan Aidit – Lukman sebagai pimpinan partai memperlihatkan bahwa PKI hendak mengidentifikasikan diri dengan proklamasi 17 Agustus. Bagaimanapun Aidit dan Lukman serta Wikana termasuk para pemuda Menteng 31 yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan ketika Jepang menyerah dan sebelum Belanda kembali masuk. Walaupun upaya untuk mengaitkan PKI dengan semangat proklamasi ini mesti menyingkirkan tokoh-tokoh tua yang berpengalaman dalam perjuangan seperti Alimin dan Tan Ling Djie.

Mengenai pembangunan partai tahun 1950 – 1953 Aidit, pada pidato di Cina 1963, menyatakan bahwa dalam kondisi yang masih kacau dan ruwet partai harus dibangun dari atas ke bawah untuk menjamin terpilihnya orang-orang terpercaya untuk mengendalikan partai. Sedangkan dalam pidato yang ditujukan kepada kaum revesionis sekembali dari Cina tahun 1963 Aidit menyatakan bukanlah partai yang menentukan jalan damai atau tidak-damai, namun kondisilah yang bakal menentukan. Dua tahun setelah pidato tersebut, sepuluh tahun setelah pencapaian partai dalam pemilihan umum 1955, malapetaka hebat dan tak tertanggungkan hingga kini meluluhlantakan PKI.

Boleh dikatakan buku Mencari Kiri yang merupakan kumpulan empat artikel peneliti sejarah politik Indonesia dari Prancis, Jacques Leclerc, lebih menitikberatkan sejarah PKI dari tahun-tahun awal pendiriannya atau bahkan embrionya hingga peristiwa Madiun 1948. Suatu serial kajian yang mengisi ‘kekosongan’ di tengah melimpahnya kajian peristiwa 1965. Tiga artikel pertama dalam Mencari Kiri seperti membagi PKI dalam tiga generasi, dimana artikel ke-empat atau terakhir, Kondisi Kehidupan Partai: Kaum Revolusioner Indonesia Mencari Identitas (1928 – 1948), menjadi semacam epilognya.

Sudah saatnya sejarah politik Indonesia yang lebih dari tiga puluh tahun termanipulasi dikaji ulang. Sejarah perjuangan-perjuangan dan pejuang-pejuang pergerakan yang telah dibenamkan mesti digali dan dibawa ke terang cahaya siang hari ini. Upaya semacam membukukan artikel-artikel Leclerc yang mencahayai bagian gelap sejarah Indonesia mesti tak berhenti pada Mencari Kiri. 
***

*) Dwi Pranoto adalah penggiat sastra dan pemerhati budaya yang concern dengan pemikiran-pemikiran kritis.
http://lepasparagraf1.blogspot.com/search/label/Tinjauan%20Buku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar