Peresensi : Dwi Pranoto *
Mencari Kiri: Kaum Revolusioner Indonesia dan Revolusi Mereka
Jacques Leclerc
Marjin Kiri, 2011
Di Indonesia namalah yang telah mencari organisasi dan pertarungannya; ketika nama ditemukan ia telah kalah dalam pertempuran. (hal. 178).
Saya masih ingat betul, ketika pelajaran sejarah di bangku SMP dan SMA mempelajari peristiwa kemelut politik 65 atau yang dikenal sebagai pemberontakan G30S PKI, guru sejarah menyatakan bahwa PKI harus ditumpas sampai ke akarnya, sampai anak, cucu, cicitnya. Alangkah pelajaran sejarah tersebut ikut andil membentuk persepsi para remaja mengenai komunisme dan membentuk sikap mereka terhadap keturunan PKI. Bukan hanya membentuk persepsi dan sikap remaja dari keluarga “bersih” pun mereka yang berasal dari keluarga “ET”. Bagaimana seorang remaja membenci bapaknya yang terlibat atau seorang remaja dari keluarga PKI yang patah arang akan masa depannya memilih mabuk-mabukan sepanjang masa bujangnya. Atau bagaimana seorang bapak yang harus “membuang” anak laki-lakinya dengan mengubah identitas orang tua pada akta kelahiran demi membersih-lapangkan masa depan si anak.
Sejarah resmi mengenai komunisme selama lebih dari 30 tahun rezim Orde Baru adalah reka-sejarah komunisme (PKI) yang bukan saja berfungsi sebagai pembenar dari apa yang disebut sebagai kudeta merangkak dan menentukan posisi politik dalam pergaulan intenasional. Lebih dari itu, indoktrinasi anti-komunis melalui sejarah resmi dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dikenal sebagai “bersih diri” dan “bersih lingkungan” telah mengakibatkan masyarakat menjadi terpecah-pecah, penuh wasangka dan curiga. Menjadi komunis atau menjadi keturunan dari orang tua komunis adalah aib atau bahkan dosa besar yang tak terampuni. Gerakan komunisme yang sesungguhnya punya andil besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dihapus dalam sejarah resmi dan digantikan sejarah komunisme yang dipenuhi pengkhianatan.
Mencari Kiri, buku kumpulan artikel-artikel terpilih dari Jacques Leclerc mengenai lahir, tumbuh, kembang dan lumpuhnya faham komunis di Indonesia ibarat membongkar timbunan tanah sejarah resmi yang mengubur komunisme hidup-hidup. Empat artikel yang dikumpulkan dalam Mencari Kiri menyuarakan suara lain yang selama puluhan tahun dibungkam. Suara lain yang mengkritisi, menyangkal, mengguyahkan, dan menggugat sejarah resmi dengan membeberkan peran hebat gerakan kiri dalam perjuangan menggulingkan kekuasaan kolonial; intrik, pertikaian politik dan pengaruh luar negeri semasa awal kemerdekaan yang menggencet gerakan kiri dan menumbalkan tokoh-tokohnya; dan perselisihan tokoh-tokoh komunis mengenai teori dan menentukan strategi dan taktik perjuangan kaum kiri.
Dalam Aliran Komunis: Sejarah dan Penjara Leclerc melacak jejak cikal bakal gerakan komunisme semulai berdirinya sindikat buruh kereta api Vereeniging Van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP) dan Budi Utomo tahun 1908 yang menurutnya PKI adalah hasil radikalisasi progresif dari dua organisasi yang lahir akibat penindasan intensif dari dominasi kolonial awal abad 20. Partai Komunis Indonesia yang sebelum kongres 1924 bernama Perserikatan Komunis di India sedikit banyak lahir dari pertentangan di tubuh Sarekat Islam antara militan prokomunis dan penentangnya. Perubahan nama dari “Perserikatan” menjadi “Partai” membawa konsekwensi-kensekwensi yang mungkin secara singkat dapat diringkas mesti dapat berperan sebagai penyemai dan pelaksana ide-ide yang membuahkan tekad untuk mengupayakan perubahan politik. Untuk itu PKI mesti menjadi partai pelopor yang besar dan kuat dengan disiplin baja agar mampu mengatasi tekanan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Jacques Leclerc tak hanya memaparkan sepak terjang PKI seperti aksi pemogokan di jawatan kereta api pada tahun 1923 yang gagal dan perlawanan umum bersenjata untuk menggulingkan kekuasaan kolonial akhir 1926 – awal 1927 yang berakhir dengan porak-porandanya partai. Leclerc juga mengungkap manuver Semaun di pembuangan yang menyerahkan peran partai polopor PKI kepada Hatta di Belanda. Begitu pula dengan Tan Malaka, tokoh komunis yang dianggap trotskys, yang mendirikan Partai Republik Indonesia di Bangkok karena menganggap PKI sudah tidak ada. Pasca perlawanan 1926 – 1927 yang meremukan PKI sebagai organisasi tulang punggung perjuangan politik, kaum kiri terpecah, bukan hanya terbagi dalam gerakan bawah tanah dan gerakan legal, memperebutkan pewaris sah dari PKI. Pada masa inilah, Soekarno yang mendirikan PNI pada tahun 1933 menemukan sosialisme ala Indonesia, Marhaenisme, untuk mengatasi dualisme buruh/petani atau kelas/massa yang tak terpecahkan semenjak Sarekat Islam.
Pergulatan menghimpun kembali gerakan sayap kiri menjadi satu kesatuan menghadapi rintangan tak kepalang. Pelarangan pemerintah kolonial, datanganya ancaman dan bercokolnya kekuasan fasis Jepang, serta krisis teori dalam komunisme internasional mengakibatkan situasi tak menguntungkan untuk menyatukan perjuangan kaum kiri. Percobaan pembentukan front bersama semacam Gerindo terbukti rapuh dan tidak tahan lama. Upaya terakhir, sebelum 1950, kristalisasi gerakan sayap kiri, penyatuan partai-partai yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat menjadi satu partai tunggal, PKI, tahun 1948 hancur sebelum PKI sempat melaksanakan programnya. Tuduhan kudeta terhadap prakarsa “Jalan Baru untuk Republik Indonesia” Musso berakhir dengan perang sudara yang menumbalkan 9 pemimpin PKI termasuk Musso dan Amir Sjarifuddin. Sejarah resmi versi Orde Baru, seperti diajarkan di sekolah-sekolah, peristiwa Madiun diibaratkan “menusuk dari belakang". Walaupun, seperti ditulis oleh Leclerc, proklamasi Republik Soviet di Madiun tidak seorang pun pernah mendengarnya, begitu juga tidak seorang pun berminat membuktikan kebenaran kabar yang diucapkannya itu (hal.65). Leclerc membandingkan peristiwa Madiun dengan apa yang terjadi di China 20 tahun sebelumnya. Pembangkitan kembali PKI tahun 1948 dianggap terinspirasi dengan kebangkitan PKC tahun 1937, serbuan balatentara Jepang disamakan dengan kedatangan Belanda kembali dan pemerintahan Indonesia yang dikuasai golongan kanan disamakan dengan kekuasaan Kuomintang di Cina.
Sosok Amir Sjarifuddin diungkapkan Leclerc dalam Amir Sjarifuddin: Antara Negara dan Revolusi sebagai tokoh revolusioner yang kontroversial. Tokoh yang nyaris terlupakan dalam sejarah Indonesia, jika disebut selalu saja dengan nanda sumbang, digambarkan Leclerc semirip Faust; tidak saja karena menukar agamanya pun sebab “kerjasamanya” dengan Van Mook. Amir yang dilukiskan sebagai orator ulung dan dekat dengan gerakan revolusioner bawah tanah itu pada kenyataannya hampir selalu berada di pinggiran dalam gerakan perlawanan dan pusat kekuasaan di masa awal kemerdekaan. Sebagai tokoh revolusioner ia memainkan dua kaki antara bawah tanah dan legal, sebagai Perdana Menteri atau Menteri Pertahanan ia tak dapat mengatasi hantaman kaum kanan dan militer yang menggerogoti kewenangan jabatannya. Diantara empat tokoh di jantung kekuasaan, Soekarno, Hatta, Sjahrir, yang menjadi “kartu mati” adalah Amir.
Tak dapat disangkal, Amir adalah “orang merah”, sepak terjang politiknya sepanjang tahun 1928 – 1948 mengonfirmasi hal itu. Namun, apa yang disebut Leclerc sebagai tahun-tahun Amir berlangsung pada 1936 – 1940, setahun setelah Amir bebas dari penjara pada Juni 1935. Masa empat tahun dimana perdebatan antara perjuangan koperasi dan nonkoperasi memanas yang mana kaum kiri baru yang nonkoperasi diidentifikasi pada Amir. Pada sekitar tahun-tahun itu pula ia diduga menjalin kontak rahasia dengan dedengkot komunis, Musso, yang menurut dokumen resmi pada tahun 1935 telah membangun kembali PKI setelah kehancurannya pada 1926 – 1927. Dengan Musso inilah Amir dipasangkan sebagai lawan dari Soekarno-Hatta ketika peristiwa Madiun meletus. Peristiwa yang merenggut nyawa Musso dan Amir yang mati ditembak oleh letnan Polisi Militer di dekat desa Ngalihan pada 19 Desember 1948. Leclerc mencatat bahwa peristiwa Madiun ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Komisi Jasa Baik PBB untuk menengahi konflik Indonesia – Belanda yang diisi oleh negara-negara Barat.
Setelah kehancuran pada Oktober 1965, barangkali tidak ada pribadi yang begitu lekat diidentikkan dengan PKI seperti Aidit. Memulai dengan kembali menghidupkan Bintang Merah pada 1950 sekembalinya dari pelarian setelah peristiwa Madiun, bersama Lukman, Aidit yang pada 1947 telah menjadi sekretaris Central Comite, pada tahun 1956 menjadi orang pertama dalam partai dengan menduduki Sekretaris Jenderal. Setelah itu pengaruh Aidit tak tertahankan lagi dalam tubuh PKI.
Dalam Aidit dan Soal Partai Pada Tahun 1950, Leclerc menyatakan bahwa dengan tampilnya pasangan Aidit – Lukman sebagai pimpinan partai memperlihatkan bahwa PKI hendak mengidentifikasikan diri dengan proklamasi 17 Agustus. Bagaimanapun Aidit dan Lukman serta Wikana termasuk para pemuda Menteng 31 yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan ketika Jepang menyerah dan sebelum Belanda kembali masuk. Walaupun upaya untuk mengaitkan PKI dengan semangat proklamasi ini mesti menyingkirkan tokoh-tokoh tua yang berpengalaman dalam perjuangan seperti Alimin dan Tan Ling Djie.
Mengenai pembangunan partai tahun 1950 – 1953 Aidit, pada pidato di Cina 1963, menyatakan bahwa dalam kondisi yang masih kacau dan ruwet partai harus dibangun dari atas ke bawah untuk menjamin terpilihnya orang-orang terpercaya untuk mengendalikan partai. Sedangkan dalam pidato yang ditujukan kepada kaum revesionis sekembali dari Cina tahun 1963 Aidit menyatakan bukanlah partai yang menentukan jalan damai atau tidak-damai, namun kondisilah yang bakal menentukan. Dua tahun setelah pidato tersebut, sepuluh tahun setelah pencapaian partai dalam pemilihan umum 1955, malapetaka hebat dan tak tertanggungkan hingga kini meluluhlantakan PKI.
Boleh dikatakan buku Mencari Kiri yang merupakan kumpulan empat artikel peneliti sejarah politik Indonesia dari Prancis, Jacques Leclerc, lebih menitikberatkan sejarah PKI dari tahun-tahun awal pendiriannya atau bahkan embrionya hingga peristiwa Madiun 1948. Suatu serial kajian yang mengisi ‘kekosongan’ di tengah melimpahnya kajian peristiwa 1965. Tiga artikel pertama dalam Mencari Kiri seperti membagi PKI dalam tiga generasi, dimana artikel ke-empat atau terakhir, Kondisi Kehidupan Partai: Kaum Revolusioner Indonesia Mencari Identitas (1928 – 1948), menjadi semacam epilognya.
Sudah saatnya sejarah politik Indonesia yang lebih dari tiga puluh tahun termanipulasi dikaji ulang. Sejarah perjuangan-perjuangan dan pejuang-pejuang pergerakan yang telah dibenamkan mesti digali dan dibawa ke terang cahaya siang hari ini. Upaya semacam membukukan artikel-artikel Leclerc yang mencahayai bagian gelap sejarah Indonesia mesti tak berhenti pada Mencari Kiri.
***
*) Dwi Pranoto adalah penggiat sastra dan pemerhati budaya yang concern dengan pemikiran-pemikiran kritis.
http://lepasparagraf1.blogspot.com/search/label/Tinjauan%20Buku
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar