wartamantra.com
Ada hal menarik
dari praacara Puisi Menolak Korupsi (PMK) bertemakan “satu hati tolak korupsi”
yang akan digelar di Kabupaten Gresik pada akhir pekan ini.
Berdasarkan brosur
rencana acara tersebut, ada tiga kegiatan dalam satu hari -Sabtu (27-7-2019)
atau besok- yakni Workshop Cipta-Baca Puisi Seputar Korupsi, Bedah Buku PMK 7,
dan Gebyar Baca Puisi Menolak Korupsi. Bisa dikatakan tiga kegiatan di dalam
satu paket acara.
Acaranya sendiri
bertempat di Pondok Pesantren Pendopo Watubodo, Desa Pangkahkulon, Kecamatan
Ujungpangkah, Kabupaten Gresik.
Nah, di mana letak
kemenarikannya?
Sebagai pemateri
dalam kegiatan yang pertama (pukul 08.00--12.00 WIB), Nurel Javissyarqi menulis
sebuah catatan pembuka atau awal. Inilah hal menariknya.
Sengaja disebut
pembuka atau awal karena isinya berkenaan dengan beberapa hal seputar PMK dan
tidak membahas secara khusus tentang penciptaan dan pembacaan puisi seputar
korupsi seperti nama kegiatannya.
Semoga saja setelah
catatan tersebut, kita dapat membaca pula makalah lengkap sebagai bahan yang
disajikannya dalam acara itu.
Sedikitnya ada
empat sorotan Nurel di dalamnya.
Pertama, penegasan bahwa
Sosiawan Leak memang menolak korupsi dan PMK sebagai panggung penolakan
tersebut.
Ini tampak jelas
pada paragraf awal di bagian pertama artikel itu. Nurel mengatakan bahwa
harapan atau suara hati kecil Sosiawan adalah ia (baca Sosiawan Leak) menolak
korupsi. Sementara PMK sendiri sebagai panggung dalam menolak korupsi yang
disuarakan lewat puisi dengan lantang.
Kedua, batas atau ujung
kelantangan Sosiawan Leak bersuara “menolak korupsi.”
Mempertanyakan
ujung atau batas kelantangan Leak menyuarakan penolakan korupsi menjadi
pertanyaan yang tidak mungkin ada jawabannya pada saat Nurel menuliskan catatan
awalnya, kecuali PMK berhenti mendadak saat itu pula.
Tapi, tentu saja
maksud Nurel bukanlah demikian. Ia mengajak pembaca berpikir sejauh manakah
Leak mampu bersuara lantang terkait PMK. Pada paragraf pertama di bagian empat
dalam catatan itu, dirinya meneruskan dengan pertanyaan berikutnya, “Apakah
cukup dikenang sebagai bagian daging segar sejarah sastra?” Dan, jelas sekali
ia berharap ujungnya lebih daripada itu.
Ketiga, pengaruh kuat PMK
terhadap korupsi.
Dalam hal ini,
Nurel secara halus menyentil Sosiawan Leak dengan sebuah penggalan kalimat “...
jikalau perhelatan PMK di beberapa kota layaknya reunian, sedang di sisi jalan
lain para koruptor merajalela.” (Paragraf pertama bagian lima).
Ia berharap ke
depan PMK tak sekadar menolak, tetapi menghancurkan korupsi. Bahkan, pada
paragraf pertama di bagian tujuh, Nurel mengatakan, “Sebab, tidak cukup dengan
kata 'Menolak' dan 'Lawan' (meminjam istilah Wiji Thukul), namun harus berkata:
'Hancurkan!'....”
Keempat, harapan.
Nurel menuliskan
paragraf pertama bagian delapan bahwa ia membayangkan komunikasi para penyair
PMK di beberapa kota di seluruh Nusantara, nantinya tak sekadar berkarya
sebagai gerilyawan kata-kata, tidaklah cuma memertajam makna barisan kalimat
indah, tetapi paduan suaranya sanggup menjebol gendang telinga penguasa,
meruntuhkan patung-patung kezaliman, menghancurkan tembok pembatas jalannya
hukum alam.
Dirinya berharap
ada jalur-jalur baru agar tujuan yang dicita-citakan itu terwujud, yakni
memberantas korupsi.
Nah, adapun catatan
lengkap yang ditulis Nurel Javissyarqi tersebut dapatAnda baca di http://sastra-indonesia.com/2019/07/sosiawan-leak-menolak-korupsi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar