Jumat, 01 Maret 2019

Nurul Hadi “Koclok” (1968 - 2017) dalam Proses Kreatif saya!

Nurel Javissyarqi

Waktu terus bergerak; melengkung lebar, mengumpar, mengerucut, mengurai masa-masa juga mempersempat temponya. Melonjak naik, berkelejatan turun, meringkus tekanan, menggarami luka serta jauh dari perkirakan manusia. Dan searah lembaran telah tercatatkan, banyak orang memberi wewarna dalam proses kreatif saya ke alamnya kata-kata, meski secara tidak langsung atau setengah disengaja, yang melalui laku kehidupan sehari-hari bersamanya. Salah satunya, sang penggerak kesenian yang khususnya di panggung teater dan perfilman di Jogja, yakni Nurul Koclok. Semoga seluruh kalimat yang tertuang dalam catatan ini terbaluti alunan sholawat, dengan harapan kawan tercinta kita ini tenang damai di sisi-Nya.

Saya mengenalnya tahun 1995, bisa jadi 1996, atau awal masuk kota Yogya. Yang jelas, merentangi tahun-tahun memanas ke ujung 1997, mendekati masa-masa pergolakan reformasi di Tanah Air 1998. Perjumpaan dengannya, lantaran kebetulan ia saudara (kerabat) seorang kawan di dunia pergerakan, Aziz (Jauhari), tentu ini jauh sebelum saya, Y. Wibowo, Rudi Casrudi, dll di Center for Social Democratic Studies (CSDS). Nurul Koclok tidak terlibat di bawah alam pergerakan dan ini membuat nalar saya berimbang, atau ia terlibat dalam jaringan lain, tapi saya kurang tahu persis, karena masa itu meski berkawan dekat, tetap ada perlu dirahasiakan, demi keselamatan masing-masing diri. Sebagai kenangan saya menyelami makna reformasi, meski disaat-saat pestanya 21 Mei 1998 malah berdiam dikosan, sebab trauma oleh teror-teror sebelumnya, namun di waktu siang agak kesorean tetap menuju ke kampus IAIN SuKa Jogjakarta sekadar melihat-lihat, dan keseluruhan dinaya peristiwa tersebut tertuang di buku Trilogi Kesadaran, PUstaka puJAngga, Oktober 2006. Saya jadi ingat nama Widji Thukul, ‘terakhir kali menghilang’ sewaktu kami hendak mengundangnya untuk kegiatan Festival Kesenian Rakyat (ini tandingan dari FKY).

Nurul Koclok, waktu itu ia sering mengikuti proses di Teater Garasi, namun saya tak masuk ke dalamnya. Saya hanya sering runtang-runtung jalan kaki dengannya, kadang naik motor atau dalam suasana di ruang-ruang teman bercengkerama, kawan berbagi pengalaman di atas proses berkesenian, ketika Mas Suryanto (almarhum) ke kantor Bernas, atau ketika tiada tamu ke kosan, misal Sri Wintala Achmad atau yang lain, dan saya perlu berdialog, maka saya mengunjunginya. Yang sangat terekam betul, kosan (kontrakan) yang ditempatinya penuh sampah, ia serasa biasa berdamai dengan kesemrawutan luaran, laku ini persis dengan kawan Mahendra, ketika masuk kamarnya di rumah orang tuanya di Ponorogo tahun 2012, ruangannya dihuni sarang laba-laba, atau darinya berdua saya belajar bagaimana jasad yang rapuh, badan yang rumpil di dunia fana, atau lebih mementingkan bernafasnya nalar dan hati. Jadi, berhiasan sampah sana-sini, yang tetap ada tempat sholat dan untuk terlelap sekadar membaringkan badan tidur istirahat. Lelaku ‘nyeleneh’ mereka, hampir sama yang dilakoni guru nulis saya, KRT. Suryanto Sastroatmodjo.

Ini seirama kesepakan para alim ulama, yaitu ilmu takkan terperoleh dengan berleha-leha serba kecukupan, tetapi keilmuan akan sampai kepada ahlinya, lantaran bersusah-payah, ngeker ‘berpuasa’ lewat keterbatasan-keterbatasan, melalui penekanan terhadap nafsu duniawi yang sanggup menggagalkan acara bagi sang pencari keilmuan, tentu ini berlawanan cara orang Barat berkarya, atau kecenderungan orang Timur berkarya itu menapaki jalan tirakat, sedang manusia Barat pun modern, kebanyakan tak sejalur itu. Nurul Koclok pernah mengungkapkan, “Tak ada proses yang berkhianat kepada hasil.” Saya ingat sungguh, bahan karya-karyanya ditulis kecil-kecil oleh keterbatasan kertas atau dengan itu jemari tangannya mempertajam makna yang ditelusurinya. Ia menulis sangatlah rapi lewat pena, tentang pandangannya mengenai proses, paham filsafat, psikologi, perkembangan teater dsb. Ia bagi saya, sesosok militan dalam tempaan hidup, dan meski miskin, ia tidak mau fakir dalam keilmuan, kesadarannya senantiasa dirawat, ditempatkan pada perkara-perkara bermanfaat bagi sesama, semacam waktu yang terus menanamkam berkah.

Pada letak tertentu seperti guru lukis saya Tarmuzie, tatkala memberikan wawasan atas alam politik berkesenian di Indonesia, corak, watak atau karakter orang-orangnya, lalu balik menempatkan diri pada kesadaran berkarya, bahasa saya; “Menghajar diri sendiri sebelum memberi pelajaran.” Lantas berkembang; “Belajar sambil menghajar.” Menghardik kedirian sebelum waktu menghantam, mencambuk diri sedurung ditelanjangi jaman, menguliti kepribadian sebelum dipermalukan mereka atau masa kan datang; Proses berkali-kali tak penah berhenti, “bunuh diri” berkarya berulang-ulang, membasmi kantuk, membantai kemalasan, mengusir keterlenaan, memaksa terus membaca, menimba keilmuan, mengeduk dasar pengetahuan. Menelaah rekayasa sosial, mencermati perubahan, menyaksikan ombak gelombang hayat, riak tanda tak dalam; lantas mengurai permasalahan berkelembutan tenang, tidak pangling, gagap pun gusar tersihir oleh ketiba-tibaan. Semua cepat diselesaikan di dalam ruang pertapaan diri, ketenangan jiwa, kematangan batin, ketampanan sukma. Kadang saya bayangkan, orang-orang bermental tangguh ini, jika diajak merampok bank atau membuat kejahatan besar, tentu peroleh kesuksesan hebat, tetapi nalar-nalar cerdas mereka tidak diarahkan menggalang keburukan, namun demi ‘memperkaya’ orang-orang sekelilingnya, menebarkan nilai-nilai bajik sesuai kehendak hukum alam yang bijak, kehendak tuhan penuh kasih sayang.

Meski selisih 8 tahun lebih tua dari saya, Nurul Koclok tampak sepantaran, atau ia tak merisaukan usia seseorang, sebagaimana saya melihat orang dari pantulan karya-karyanya semata. Ianya waktu itu, jarang saya ajak menikmati panorama sastra atau hanya barang sekali duakali nonggol. Yang jelas, ia saya anggap, atau diri tempatkan sebagai orang-orang di balik layar atas kehadiran saya di wilayah sastra, dan memang ianya sosok yang tidak ingin dikenal kecuali pada saatnya berkehendak keluar atau berharap kehadirannya benar-benar tepat atau telah melewati proses panjang nggetih menurut ukurannya. Mungkin, bentuk tersebut yang ditunggu Mahendra hingga sekarang, menanti tepat masa, demi hadirnya karya-karya gemilang dalam dunia musik misalkan. Orang-orang seperti Nurul Koclok, RPA. Suryanto Sastroatmodjo, pun yang lain, laksana burung yang tak mempercantik rupa sarangnya, dikarena sarang pasti ditinggalkan jika sudah tiada, namun sarang yang dirawatnya sarang kesadaran keilmuan, sarang intelektual, Sarang Ruh, senada judul antologi puisi saya dimasa tersebut.

Barangkali terakhir kali bertemu dengannya di Jogja tahun 2012, yang ditandai saya membuatkan blog untuknya nurulhadikoclok.blogspot.co.id namun sayang, atas kesibukan pengelanaan sendiri-sendiri, jadi jarang berjumpa darat atau hanya bisa lewat telepon. Berkisar sekitar bulan Juni-Juli 2017 atau wewaktu mendekati dirinya akan dipanggil Yang Kuasa, saya telepon kepadanya, ianya bilang sudah tak lagi di Jogja, namun kembali ke tanah kelahirannya, waktu itu saya tawarkan ke Lamongan, atau jika ada waktu saya ke Kediri, sayangnya kedual hal tersebut tak terlaksana. Dan hari sabtu 27 Januari 2018 kemarin, saya melihat facebooknya betapa kaget hati ini, ia telah berpulang kepeda-Nya. Saya meninjau fbnya, sebab tanggal 30 Januari besok, berencana ke Jombang untuk bedah buku saya “Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia” dalam acara SelaSastra yang ke #24 di Warung Boenga Ketjil miliknya Andhi Setyo Wibowo atau biasa disapa Cak Kepik. Dengan harapan, esoknya ke Kediri bersilaturahmi ke Nurul Koclok, jadilah kunjungan saya nanti menziarahi makomnya. Ketika melihat fbnya, saya belum tahu tanggal meninggalnya. Alhamdulillah saat menulis ini di status fb, pelukis senior asal Magetan, Dwi Kartika Rahayu memberikan kabar, bahwa Nurul Hadi Koclok meninggal tanggal 1 Agustus 2017. Kartika pun berkomentar kepada sosok yang saya tulis ini, ialah termasuk yang memotivasi dirinya di dalam berkesenian.

Nurul Koclok, semoga kau senantiasa bahagia dalam perkuburan sentausa, di bawah naungan langit Sang Maha Pencipta, bebintang malam, kunang-kunang tanah kuburan, bebunga sedap siang-malam, menghibur selaksa jasa-jasamu kepada para anak didik di Teater ADA pun lainnya. Angin bertiup tenang mengantar bau harum mewangi ke tanah peristirahatan, awan selalu melintas indah, hujan gerimis pun lebat serta kemarau panjang kau “saksikan.” Dan kelak kau dibangkitkan, semoga dengan perangai paling rupawan nan menawan, seperti keikhlasanmu melewati jalan-jalan hayat, menaburi benih-benih keilmuan, mendorong kesadaran tanggungjawab terhadap hidup kepada semua. Dan kau tersenyum segar mengembang, seibarat kembang-kembang mulai sumekar, betapa mengabarkan alam keabadian lebih langgeng dari kefanaan dunia. Dengan ketenangan purna, kau tutup seluruh kemauan badan, memasuki keinginan lebih kekal selaras intinya kasih sayang. Sambutlah kedatangan para malaikat dengan pakaian paling mewah, yang semasa hidupmu tak kau pedulikan, sapalah dengan ucapan santun, paras terelok sekelembutan nalarmu menganalisa wewarna kehidupan. Lalu teguhkan langkahmu menjumpai para nabi, para sahabat nabi, para wali, orang-orang utama atas segenap amalan terindahmu, kemudian bersimpuhlah serupa duduk bertahiyat, lantas pasrahkan diri kepada Nabi Muhammad Saw, karena segala amalan baik tanpa keridhoan Allah Swt serta syafaat nabi kita, tiadalah artinya. Ciumilah tangan mewangi Kanjeng Nabi seperti kepada kedua tangan orang tua kita, lantas semoga kau damai di tanah yang memelukmu kini, di desa Rembang, Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur.
***

Untuk biografi lengkapnya, saya ambil dari blognya: Nurul Hadi “Koclok” lahir di Kediri 23 Juni 1968. Setelah lulus SMA Negeri 1 Kediri, Jurusan A 4-Bahasa tahun 1987, ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing, Malang. Lantas berpindah ke Akademi Bahasa Asing Yogyakarta (ABAYO / FSB UTY), lalu di tahun 1989, dengan beberapa teman serta dosen, merintis berdirinya Teater ADA, dan pertama kali pentas drama berbahasa Inggris dengan judul “Tunjung Sari” 1989. Pada tahun 1993, masuk ke Akademi Seni Drama dan Film Yogyakarta, dan selama di ASDRAFI, sempat proses (main) di Reportoar “Terdampar” karya Slawomir Mrozek, 1994. Di tahun ini juga bergabung dengan Teater Garasi, sambil kuliah D-III Komunikasi Fisipol UGM, Jurusan Broadcasting. Semasa di Garasi, ikut proses di beberapa Reportoar: “Wah” karya Putu Wijaya, April 1995, “Atau Siapa Saja” Adaptasi naskah Caligula karya Albert Camus, 1995, “Panji Koming Gulung Koming” adaptasi kartun Dwi Koendoro, Mei 1996, “Kapai-kapai” karya Arifin C. Noer, Maret 1997, “Caraosel” di dalam FKY 1997, “Pagi Bening” karya Serafin dan J.A Quentiro, Desember 1997.

Mulai tahun 1998, menyutradarai beberapa reportoar pendek di Teater ADA ABAYO / Fakultas Sastra dan Budaya UTY: “Let There Be Farce” (berbahasa Inggris), karya Norman Walsh, “Wajah Melankolis” (adaptasi novel), karya Heinrich Boll, “Sebuah Rumah Buat Mani” karya Rabindranath Tagore, “Informan” karyanya Bertolt Brecht, “Perhitungan” karya Alan Aykburn, “Norma” karya Alun Owen, “Lawan Catur” karya Sir Kenneth Williamson, “Kereta Kencana” karya Eugene Ionesco. “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” (adaptasi cerpen) karya Umar Kayam, “Napi” karya Hajat Sarwoko (bersama teater “W” STIE Widya Wiwaha Yogyakarta).

Tahun 2002, dengan beberapa teman dari Papua, mendirikan majalah DIGOEL, dan bertindak sebagai pemimpin redaksinya. Setelah terbit II edisi, ianya berhenti dan mendalami dunia sastra dengan proses terapi esoteris kepada seorang ahli spiritual. Sejak 2005, bergabung teman-teman komunitas film indie serta sempat main (menjadi talent) di beberapa film digital: Sebuah Kesaksian episode 9 “Petaka Sang Mucikari” (Ifa Isfansyah, Lativi 2005), Sebuah Kesaksian episode 12 “Cacat Karena Durhaka” (Ifa Isfansyah, Lativi 2005), Serial Remaja “My Friend My Dream” dibeberapa serial (Ifa Isfansyah, TV7 2005), “Untuk Perempuan” (Sutradara Edy Cahyono, 2005), “Harap Tenang Ada Ujian” (Sutradara Ifa Isfansyah/Film Pendek terbaik FFI 2006), “Lumpur Labamba” (Talk Show, Sutradara Agra Agasha, 2007), “Cinta Tanah Air” (PSA / ILM DEPDAGRI; Sutradara Choiru Pradono, 2007), dan “Raga Yudha” (Sutradara Agni Tirta, 2007).

Di tahun 2008: “Batir-batir Safir” (Sutradara Yoga Bagus Satatagama), “Berbagi Budi Pekerti” (Sutradara Pratista Wibowo), “Dewa Judi” (Sutradaranya Fahrul T Himawan), “Inspiration Will Inspire You” (Talk Show, Sutradara Sazkia Noor Anggraini), “Hanung Ing Larung” (Sutradara Heri Sasongko / Nominasi film pendek FFI), “Tunas-Tunas Belia” (Sutradaranya Pratista Wibowo). Di tahun 2009: “Melukis Di Atas Air” (Sutradara Ninik), “Putih” (Sutradaranya Dhimas Arisandi), “Aku Bukan Ismail” (Sutradaranya Lulu Hendra Kumara), “Bom Makan Otak” (Sutradaranya Dhimas Arisandi), “Dewi Sri” (Drama Dokumenter, Sutradara Budi Arifianto), “Tertipu” (Sutradara Budi Arifianto), “Basa-Basi Pisang Goreng” (Sutradara Ruth Redico).  Pada tahun 2010: “Experimental Video Art Performance” (Sutradaranya Budi Arifianto), “Travel” (Sutradara Ulul Albab), “Sukarno” (Sutradara Lulu Hendra Kumara), “29 Februari” (Sutradara I Made Denny Chrisna Putra), “Hantu” (Sutradara Sastro Wijayanto), “Mata Yang Enak Dipandang” (Sutradara Philipus Nugroho Hari Wibowo), “Blind Date” (Sutradara Harvando Dafne). Tahun 2011: “Fatamorgana” (Sutradaranya Pratista Wibowo), “Ilir-Ilir” (Sutradara Dhimas Arisandi), “Nandur” (Sutradara Yanti Budi Irawati). Dalam tahun 2012: “Tanda Seru” (Sutradaranya Saidah Fitriah), “Kandang Buat Nenek” (Sutradara Adiyan Chandra Tejo B), dan “Narasi” (Sutradara Yoga Bagus Satatagama).

Nurul Koclok menulis dan mensutradarai film pendek berjudul “The Light Only For Heaven / Cahaya Sebatas Surga” tahun 2010. Sejak tahun 2008 sebagai Manager Kepelatihan di Teater ADA, ABAYO Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Teknology Yogyakarta (UTY), dan di sela-sela kesibukannya, masih berproses menulis fiksi dan puisi. Di bawah inilah, beberapa karya-karya puisinya yang terpublikasi di website Sastra-Indonesia.com:


PERTEMUAN

Berdiri di bibir pantai memandang samudera
kaki tertancap tiada daya

Pada rayuan kemilau pasir-pasir di malam hari
di depan mata…

Angin laut mengembalikan sebuah sampan
dengan seorang nelayan membawa jala tanpa ikan
dengan tatapan lelah namun damai

Berjalan ia menepi memecah tarian buih-buih keemasan
yang dilukis oleh cahaya purnama

Malam terus melaju dengan kecepatannya sendiri
sedang aku tetap terlena bersetubuh dengan angin

Aku terjaga tatkala sang timur mengintip bumi
dan angin berubah arah
mengantar nelayan memenuhi panggilan jiwa

Dengan tatapan iba
kusapa nelayan tanpa ikan tempo hari

“Wahai, sahabat samudera!
Ajaklah aku berkendara sampan
bersamamu memungut harta lautan!”

Dengan tatapan lembut
dijawablah pertanyaanku dengan pertanyaan

“Anak muda perkasa,
jika senja mengantarmu kembali ke daratan tanpa ikan,
kuasakah engkau untuk tidak menangis?”

Jogja, 20 Mei 1995


HAMPA

Masih juga hampa
nyala matamu dusta

Tapi segala gerak peristiwa
lebih kuasa memperkosa;

Menelanjang hatiku:
untukMu.

Jogja, 2004


MAYAT-MAYAT TANPA PUSARA

Sunyi senyap tanpa jeda:
Ini cahaya bercahaya
Cahaya sang maha bercahaya
berkati mata hati pelototi sakit jiwa…

Hai, raja bukan raja
budak fatamorgana penjarah tahta
dipuja mayat-mayat tanpa pusara
berkafan kertas jumlah suara

Tawar menawar ditawar
tak senilai air tawar

Merasuk sudah racun segala
lengkaplah lengkap di jiwa raga
genggaman tangan takut alam murka
air tergenggam tak menetes juga.

Jogja, Februari 2010


CAHAYA HITAM

Rumah tanpa arah
otak retak anyir darah

Birahi berdesah mesin
nalar kempis amis lendir

Wow….
Burung-burung ababil !!!

Sayup-sayup cerai-berai
pecah gerbang istana

Dor !
Anjing-anjing bunting

Dor dor !!
Kebun binatang membentang

Dor dor dor !!!
Sepi ditelan bumi.

Jogja, Januari 2010


PUTARAN PERADABAN

Gelap merangkak terang
walau terang makin terang…

Selamat tinggal, cahaya!
dan kupuja layar kaca;

Menghamba aku pada gemerlap iklan
kujilati aneka kulit permukaan persoalan
berkacamata buta pada tokoh-tokoh karbitan
bahkan diperkuda para pesolek kekuasaan

Kurengkuh kau, generasi perbadutan!
kerabatku sedarah keyakinan…
Berjuang berdasar nafsu kesetanan
merdeka dalam fitnah kehidupan
tercelup iblis manis peradaban

Kami antek-antek berhala dangkal makna
balsem pelipur lara persembahan pelupa jiwa
putaran penutup peradaban gila:

Terlindas karma semesta
tanpa berkaca diri pada sukma.

Jogja, Maret 2010


GELEGAR DI BALIK HALILINTAR

Bermandi hujan bersabun angin;
terbelalak jiwaku digertak halilintar
sampai terjaga oleh tanya gemetar…

Hai, hujan…
hangat dan payau airmu segarkan aku,
Kenapa kau semprotkan kilat?

Dan kau, angin…
hembusanmu gigilkan tulang kulitku
Lalu kenapa kau kirim halilintar,
hingga parau gendang telingaku?

Begitu juga kau; kilat dan halilintar…
di balik hujan dan angin,
kalian sembunyi lalu loncat berakrobat;
nyala kilatmu nuding hinaku
gemuruh suaramu lumat manjaku

Apakah kalian cuma sekedar gejala alam?
Ataukah Tuhanmu perintahkan kalian?
Ada rahasia apa, gerangan?

Tanyaku tersapu deru di dada…
jika tanyamu berdasar bening jiwa
dan berikan niat menuju maksudKu…
maka jawabku berporos cahaya kehendakKu;
kutunjuk jiwamu tangkap pesanKu
dan mampu bermain tanda-tanda tersiratKu

Tapi jika tanyamu berakar sebaliknya,
maka jawabku kau cerna dengan nalar buram
dan jiwamu menyala dalam terangnya kegelapan

Hai… Tuhan!!
Andai rahasia ini bisa kucerna dengan akal biasa…

Jogja, Maret 2010


JOGJA ADEM PANAS

Musim hujan, Jogja menyala
terangi desa-desa mengepung Batavia
burung-burung pemakan bangkai mencakar wajah penjajah
berpesta bangkai mayat-mayat hidup yang berlagak penguasa

Para badut politik gemetar perutnya
para begundal bersilat lidah
hendak membimbing burung-burung terbang
hendak mengajari ikan-ikan berenang

Tapi para burung dan ikan itu bersikap santun
jika nampak lebih pintar daripada yang mengajari
mereka akan distempel pipinya
dengan cap; anti demokrasi dan teroris

Ya, itulah merk dagang import
yang didiktekan bangsa asing
kepada para agen pasar bebas;
yang rela siap berkorban jilati pantat penjarah baru,
demi pelipur lara sakit jiwa

Cacing-cacing di Jogja menggeliat
terangsang menu busuk;
napas mati rasa para penjarah Nusantara

Tahun demi tahun berganti
muslihat para kakek batavia semakin gila di Jogja
hingga bayi-bayi begitu lahir pun tidak menangis
tetapi justru tertawa pintar;

“Oh, kakekku yang lucu-lucu…
nih, cucumu terpaksa cepat lahir dari liang senggama…
maka kakek harus cepat masuk liang lahat…”

Jogja, Januari 2011

_________
29 Januari 2018 Lamongan, Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar