Kamis, 04 Juli 2013

KONSTELASI SASTRA ACEH

(Melihat Perkembangan Sastra Aceh Lebih Dekat)
D. Kemalawati
http://www.facebook.com/raudah.jambak/notes

1. Sekilas Perkembangan Sastra di Aceh

Membicarakan sastra di Aceh, tentu memerlukan uraian yang sangat panjang. Karena daerah ini telah memainkan peranan penting dalam sejarah, agama dan budaya di Nusantara setidak-tidaknya sejak akhir abad ke-14 terutama abad ke-16 dan 17. Terutama dalam bentuk sastra sufi (tasawuf)—salah genre sastra Melayu dalam tahap awal—yang harus diingat adalah sastra Melayu yang lahir di Aceh adalah ibu sastra modern Nusantara (dalam sekop kecil Indonesia).
Kalau ada sejarah yang berpendapat lain, dapat dikatakan hilang jasa kapak oleh jasa ketam. Kejayaan dalam bidang sastra ini dibuktikan dengan lahirnya tokoh-tokoh sufi tasawuf yang agung, sebut saja Hamzah Fansuri, Samsuddin Pasai, Abdul Jamal, Abdurauf Singkil, Bukhari al-Jauhari, Nuruddi ar-Raniri, dan lain-lain—namun sampai sekarang sastra sufi Melayu terutama dalam bentuk puisi belum dikaji dalam volume yang cukup besar, bandingkan dengan tasawuf puitik Parsi telah diselidiki secara ilmiah dalam bentuk makalah dan buku yang tidak terhitung jumlahnya.

Saya tidak akan penjang lebar membicarakan hal di atas, karena sesuai dengan tema yang diberikan kepada saya, maka saya akan membatasi kajian makalah ini dengan perkembangan sastra di Aceh dalam konteks kekinian—walaupun nantinya sedikit akan membicarakan perkembangan sastra di Aceh serta permasalahan. Saya harap akan timbul diskusi dalam forum ini, sehingga dapat menemukan solusi dalam memecahkan permasalahan tersebut. Selepas kejayaan sastra sufi di Aceh (sampai abad ke-19), maka perkembangan dunia tulis (sastra) yang telah terbina dengan baik mulai memudar. Hal ini, mungkin disebabkan jatuhnya Dalam Sultan (keraton) ke tangan Belanda (awal Januari 1874)—hanya beberapa orang saja yang aktif menulis, salah satu diantaranya Tuwanku Raja Kemala (1880-1930)—Beliau banyak mengarang, menulis, menyalin kitab-kitab agama, nadham, syair dan berbagai karya sastra yang indah serta mengumpulkan dan menelaah karya-karya ulama terdahulu—salah satunya adalah Kitab Akhbarul Karim. Setahu saya, selepas ini penulisan karya sastra di Aceh mengalami kepakuman yang panjang. Barulah muncul lagi jaman Angkatan Pujangga Baru diantaranya A. Hasjmy (saya tidak berani menyebutkan A. Hasjmy sebagai pelopor Angkatan Pujangga Baru di Aceh, karena hal ini memerlukan kajian secara mendalam dan ilmiah, walaupun pada dasarnya Beliau adalah salah seorang penyair yang menonjol dan kreatif), Acmad Rivai Nst, Agam Wispi, A.G. Mutyara, Alisyah, Bakri Siregar, Abu Kasim, Chalidin, Ashalludin, Daman, Harun Rasyid , dan lain-lain. Selepas itu, muncul angkatan pertengahan To’et, LK Ara , M.A. Iskandar, Basri Emka, Fauziah Nurdin, Free Hearty, Hasbi Burman, Barlian AW, Syamsul Kahar, Hasyim KS, Isnu Kembara, Rosni Idham, Nurdin A Rahman, dan lain-lain. Berikut angkatan konflik Fikar W Eda, Muhamad Harun al-Rasyid, Doel CP Alisyah, Helmi Hass, D. Kemalawati, Wina SW1, Wiratmadinata, Nurdin F Joes, Maskirbi, M Nurgani Asyik, Siti Aisyah , dan lain-lain. Terakhir angkatan tsunami yang dominasi oleh anak-anak muda terutama kalangan mahasiswa dan siswa SLTA.

2. Sastra di Aceh Dalam Konteks Kekinian

Sebelum saya membahas tema tulisan bagian kedua ini, terlebih dahulu saya ingin mengklasifikasi berdasarkan tema yang mendominasi setiap angkatan hal ini nantinya berguna untuk melihat kejadian-kejadian (sejarah) yang terjadi di Aceh—karena karya sastra lahir tidak pernah dalam kekosongan, ia lahir akibat refleksi keadaan yang terjadi pada jamannya—waktu karya sastra tersebut ditulis (diciptakan). Angkatan Sufi didominasi oleh tema agama terutama mengenai tasawuf (mazhab; aliran), hal ini menandakan perkembangan (pengkajian) masalah agama di Aceh berada dalam priode emas . Salah satu faktor penyebabnya adalah Sultan (raja) memberikan akses yang seluas-luasnya kepada penyair untuk berkarya. Di samping itu, penyair (dinominasi kaum ulama) sangat dihargai kerajaan, sehingga mereka menjadi mufti . Walaupun pada jaman ini, politik telah memainkan peranan yang besar dalam perkembangan kesusastraan di Aceh. Terutama persengketaan antara mazhab Hamzah Fansuri dengan Nuruddin ar-Raniri—mengenai faham wujudiyah. Dalam catatan sejarah banyak karya-karya Hamzah Fansuri dan ikutannya dimusnahkan oleh kerajaan atas saran dari Nuruddin ar-Raniri.

Angkatan Pujangga Baru, seperti halnya penyair-penyair angkatan ini di Indonesia didominasi oleh tema ketuhanan dan keindahan alam. Selain itu, bentuk karya masih dipengaruhi terutama oleh bentuk pantun dan syair Melayu. Selanjutnya angkatan pertengahan corak (bentuk) dan tema karya sudah mulai kaya—tidak terpaku dalam bentuk syair dan pantun Melayu. Selain masih didomonasi tema-tema di atas, tema pada angkatan ini sudah diperkaya dengan tema-tema heroik kepahlawanan. Seiring perkembangan politik yang terjadi khususnya di Aceh maka karya sastra pun mengalami corak dan temanya sesuai dengan kondisi jaman tersebut. Bermula dari “pemberontakan ” DI/TI yang dipimpin oleh Daud Beureueh pada tahun 1953. Kemudian dilanjutkan dengan “perlawanan” GAM sejak tahun 1976 yang dipimpin Hasan Tiro. Sejak saat itu Aceh terus melakukan perlawanan terhadap pemerintah apa lagi setelah diterapkannya DOM (Daerah Operasi Militer) pada tahun 1989 oleh pemerintah Orde Baru. Setelah kejatuhan Soeharto 1998 dilanjutkan dengan Darurat Militer berakhir pasca tsunami dengan perjanjian damai (MOU) antara RI dengan GAM. Kondisi ini telah memunculkan sastrawan (penyair) angkatan konflik. Tema-tema yang mendominasi angkatan ini adalah tentang perlawanan (mencari keadilan) dan tragedi kemanusiaan.

Bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 telah meluluh-lantakkan sebagain besar wilayah Provinsi NAD dengan menelan korban ratusan ribu jiwa manusia dan kerugian secara material yang tidak dapat dihitung. Sendi-sendi kehidupan diberbagai bidang terpuruk secara drastis, termasuk bidang humaniora yang meliputi bahasa, sastra dan budaya.

Pasca bencana tersebut dengan masuknya berbagai bantuan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri telah membawa banyak perubahan dalam segala bidang kehidupan masyarakat Aceh. Terjadinya pembauran budaya secara global telah memberikan dampak yang lain dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat Aceh berangsur-angsur mengalami krisis identitas. Padahal globalisasi seperti ini tidak serta merta berarti penggantian segala sesuatu yang lama dengan yang baru. Dalam kenyataannya, baik unsur-unsur lama maupun unsur-unsur baru hadir berdampingan dalam globalisasi.

Dalam situasi seperti ini identitas pun mau tidak mau mengalami pendefinisian ulang. Jika pada waktu lampau identitas dipahami sebagai suatu hakikat yang harus dicari dan ditetapkan dengan tujuan untuk dipertahankan. Kini dalam kondisi seperti ini, identitas barangkali harus lebih dilihat sebagai suatu proses daur ulang yang bukan hanya bertujuan untuk memapankan suatu identitas, melainkan lebih bertujuan untuk mencegah agar identitas tersebut tidak mengalami stagnasi.

Pada sisi lain, ternyata dengan kondisi di atas, orang ingin selalu berkabar pada orang lain tentang apa yang dialaminya serta kondisi lingkungannya. Salah satu cara yang tepat untuk mengungkapkan suasana hati tersebut yaitu melalui media dan media yang tepat adalah melalui karya sastra. Maka bermunculanlah karya-karya sastra, baik yang ditulis oleh penyair-penyair yang sudah konsisten maupun muka-muka baru—dalam hal ini saya akan menitik beratkan pembicaraan mengenai muka-muka baru tersebut. Secara subtansial tidak dinafikan bantuan-bantuan yang mengalir ke Aceh baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri telah mempengaruhi dunia sastra khususnya. Orang-orang “berlomba-lomba” menulis, menerbitkan, pelatihan-pelatihan, serta menampilkan karya sastra menjadi seni pertunjukan. Mulai dari perkumpulan ibu-ibu PKK, LSM, NGO, Instansi pemerintah dan swasta sampai perkumpulan-perkumpulan yang didirikan oleh anak-anak muda. Secara abstrak kondisi seperti ini sangat mengembirakan kita, dan kita sangat berharap Aceh bisa menjadi sentral budaya dan sastra lagi seperti angkatan sufi. Dalam catatan penulis ada beberapa perkumpulan (swasta) yang eksis sampai sekarang dalam terutama dalam hal pelatihan dan penerbitan karya sastra di antaranya; Bangkit Aceh, Lapena, ASA, Do Karim, Tikar Pandan, AMuK Community, Aneuk Muling Publishing, Aceh Culture Institute, dan lain-lain . Ada lebih dari 40 buku karya sastra hadir di Aceh dan dikemas dengan baik oleh lembaga yang bergerak dalam bidang sastra tersebut. Lembaga yang sebelum terjadinya bencana tsunami lebih pada kegiatan kelompok diskusi kini memperoleh sedikit kemudahan dalam mendokumentasikan karya sastra para sastrawan Aceh, baik yang menetap di Aceh maupun mereka yang di luar Aceh. Kepedulian terhadap sastrawan senior meskipun mereka telah tiada terlihat pada beberapa buku karya mereka yang telah diterbitkan kembali, seperti karya Hasyim KS, karya Maskirbi, juga karya Nurgani Asyik.

Penerbitan karya sastra ini pun beragam adanya, mulai dari antologi puisi bersama seperti: 8.9 Skala Richter Lalu Tsunami (Bangkit Aceh, 2005), Ziarah Ombak (Lapena, 2005), Lagu Kelu (ASA, 2005), Lampion (Lapena, 2007), dll. Buku puisi tunggal pun bermunculan, seperti: Surat Dari Negeri Tak Bertuan (D Kemalawati, Lapena 2006). Nyanyian Manusia ( Mohd Harun Al Rasyid, Lapena 2006), Nyanyian Miris (Doel CP Alisyah, ASA 2007), Agam Dengan 99 Nama (Wiratmadinata, Aneuk Mulieng Publishing 2007), Garis (Wina SW1, Lapena 2007), Tarian Cermin (Mustafa Ismail, ASA 2007), Suatu Malam di Rex (Hasbi Burman, ASA 2007). Beberapa Novel yang berkisah tentang konflik dan tsunami juga dapat kita temukan seperti: Tungku (Salman Yoga, Aneuk Mulieng Publishing , 2006), Malam Memeluk Intan (Sulaiman Tripa, Flp 2005), Seulusoh (D Kemalawati, Lapena 2007), Akhirnya Senja (Sulaiman Tripa, Lapena 2007), dll. Beberapa penulis novel Aceh mempercayakan penerbitan karyanya kepada penerbit di luar Aceh seperti Arafat Nur dan Ayi Yufridar.

Beberapa buku sastra Aceh juga telah dialihbahasakan ke beberapa bahasa, bahkan ada yang berani menulis dalam bahasa Aceh, Indonesia dan Inggris. Beberapa kumpulan cerpen hadir dengan memikat seperti: Pada Tikungan Berikutnya (Musmarwan Abdullah, Lapena 2007), Sarenade Senja (Nani Hs, ASA 2007), dll. Ada juga beberapa kumpulan tulisan yang dituliskan tentang budaya, Yang menarik adalah adanya beberapa kelas menulis yang dikelola oleh lembaga-lembaga swasta yang kemudian membukukan karya para siswanya seperti: Dandelion (Amuk, 2007), Gampong Dalam Goa ( Aneuk Mulieng Publishing, 2006), Biarku Bercinta Sendiri (Lapena, 2007), dll.

Penerbitan buku karya sastra justru lebih menggeliat pascatsunami. Ketika konflik memang ada beberapa buku sastra yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian baik Dewan Kesenian Aceh maupun Dewan Kesenian Kota Banda Aceh, seperti Keranda-keranda, Dendam Airmata, Remuk, dll dari Dewan Kesenian Banda Aceh (DKB). Ada juga majalah Tingkap serta antologi Putro Phang dari Dewan Kesenian Aceh (DKA), tetapi tentu tidak sebanding dengan pascatsunami yang justru penerbitan lebih banyak dari lembaga yang bergerak dibidang kebudayaan. Menarik memang, masing-masing lembaga telah bergeming dan terus berbuat meski ada diantaranya yang mengandalkan laku buku di pasaran dan dengan dana minim berani mengambil resiko menerbitkan buku sastra yang konon susah sekali terjual. Tentu ada juga lembaga yang telah punya panding besar hingga memudahkan membiayai penerbitan. Tapi yang utama dari semua ini adalah Saling mendukung antara penerbit yang notabenenya diurus oleh para sastrawan ataupun mereka yang sangat cinta terhadap karya sastra.

Penghargaan terhadap karya sastra juga kelihatannya mulai membaik dengan adanya Anugerah Sastra dari pemerintah NAD, meski kalau dinilai dari nominalnya tidak seberapa. Melalui Dinas Kebudayaan pemerintah Aceh juga memberi peluang kepada para penulis cerita anak, hikayat, pantun dll, untuk mendokumentasikan karyanya dalam bentuk buku. Ada juga peran yang meskipun tak sebanding dengan rekontruksi bidang pisik yang diberikan oleh Badan Rehabilitasi Rekontruksi (BRR NAD-Nias) dalam hal karya dan apresiasi karya sastra, seperti dukungan BRR pada kegiatan Sastrawan Masuk Sekolah (Lapena, 2006). Kegiatan ini melibatkan 37 sastrawan Aceh masuk ke sekolah di setiap kota kabupaten se Nanggro Aceh Darussalam. Kegiatan yang disambut positif di seluruh kota itu tidak hanya melibatkan sastrawan yang berdomisili di Banda Aceh sebagai ibukota Propinsi, juga melibatkan sastrawan daerah dan merupakan ajang temu penulis yang sangat bermanfaat untuk mensosialisasikan karya sastra ke daerah-daerah.

Hampir semua lembaga yang bergerak di bidang sastra menggeliat tidak hanya di Banda Aceh tetapi juga hingga ke daerah-daerah. Tikar Pandan dengan beberapa jaringannya memiliki program mengembangkan sastra tutur dengan melibatkan Agus Nuramal dengan PMTOH-nya disamping menerbitkan karya sastra baik dari hasil sayembara maupun karya para lulusan sekolah menulis Do Karim. Nampaknya sekolah menulis Do Karim telah memulai genre baru dalam penulisan sastra di Aceh.

Adapun tema yang mengalir dari angkatan tsunami ini sangat beragam, walaupun pada awalnya didominasi tema tragedi kemanusiaan (tentang korban tsunami) dan ketuhanan (kepasrahan). Namun seiring dengan waktu—dalam konteks kekinian tema-tema tersebut tidak lagi didominasi tema-tema di atas, tetapi sudah diperkaya dengan tema-tema menggugat (ketidak-adilan pemerintah), serta tema-tema umum lainnya.

3. Permasalahan yang Dihadapi

Berangkat dari catatan yang menggembirakan di atas ada beberapa kendala yang dihadapi dari lajunya perkembangan sastra di Aceh. Dan saya yakin kendala ini akan menjadi bom waktu yang suatu saat bisa meledak dan “meluluh-lantakkan” lagi perkembangan sastra di Aceh. Untuk lebih jelasnya saya akan membagi-bagi kendala yang dihadapi dan akan dihadapi oleh sastra di Aceh ;

1) Faktor pemerintahan; dengan banyaknya bantuan yang mengalir ke Aceh seperti yang telah disebutkan di atas, sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diterapkan pemerintah—baik pemerintah pusat maupun daerah. Nampaknya pemerintah sampai saat ini hanya menitik-beratkan pembangunan di Aceh dalam segi fisik saja. Dan “menganak-tirikan” pembangunan batin, dalam hal ini termasuk pembangunan budaya dan sastra di Aceh. Tentu saja hal ini, merugikan perkembangan sastra khususnya. Saya yakin kalau hal ini dibiarkan secara terus-menerus, maka Aceh akan kehilangan jati diri dan kebudayaannya akan “dijajah” oleh kebudayaan asing.

2) Faktor ketergantungan: pada umumnya perkumpulan-perkumpulan yang eksis di atas, secara material mengalami ketergantungan pada lembaga-lembaga panding baik lembaga yang dikelola pemerintah (BRR), maupun bantuan dari luar negeri. Ketidakmandirian ini, saya rasa sangat merugikan karena suatu saat lembaga-lembaga panding tersebut meninggalkan Aceh, maka dapat kita tebak ada dua kemungkinan yang akan terjadi; (1) tetap eksis tapi berjalan dengan tersendat-sendat, dan (2) membubarkan diri.

3) Faktor media massa; kelahiran karya sastra di Aceh tidak diimbangi oleh kebijakan lokal yang diterapkan media massa padahal media massa sangat penting untuk menyalurkan (mempublikasikan) karya-karya tersebut. Hal ini, berdampak pada “mati”nya kembali bibit muda yang telah terbina karena faktor membuat mereka tidak punya wadah untuk menampung karya dan apresiasi mereka.

4. “Kemiskinan” Kritikus Sastra di Aceh

Sebenarnya pembahasan ini masuk dalam pembahasan ketiga, tetapi sengaja saya uraikan dalam pembahasan tersendiri. Dengan alasan kondisi ini tidak saja melanda sastra di Aceh tapi juga sastra di Indonesia secara umum. Kita sangat berharap lahirnya para “pembedah” sastra dari kalangan akademik. Tapi kenyataannya tidak sedikit peminat sastra yang merasa kecewa melihat perkembangan kritik sastra dewasa ini, khususnya yang berlaku dan dilakukan di lingkungan akademis. Yang diharapkan dari kritik sastra adalah suatu kritik, yakni suatu tanggapan yang mengandung penilaian tentang baik-buruk, tinggi-rendah mutu dan berhasilnya tidaknya karya sastra yang secara konkret dihadapi penelaah. Harapan tersebut tidak terkabul karena yang disibukkan para dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi adalah pemahaman berbagai teori sastra modern yang kebanyakan bersifat formalitas, yang mengandung deskripsi umum tentang kesusastraan dengan gejala-gejala khas yang melekat padanya. Ditekankan juga pada kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Derajat ilmiah ini yang menjadi sasaran pokok pada kritik sastra yang akademis.

Justru dengan menitikberatkan teori-teori yang bergerak pada tataran yang umum dan abstrak tentang kesusastraan, maka terdapat kecenderungan yang kuat untuk meninggalkan penelaahan yang konkret terhadap karya sastra. Yang berlalu adalah deskripsi secara ilmiah, artinya yang objektif, sistematis dan rasional, dan dikesampingkan unsur-unsur pendekatan yang biasa kita jumpai dalam kritik sastra sebelumnya, seperti kepekaan pada penelaah, penghayatan atau empati, bahkan pencarian nilai atau pelibatan masalah sosial dan budaya.

Ketika “kemiskinan” dibiarkan serta problem yang dihadapi kalangan akademis tersebut tidak dapat diatasi, maka kita jangan berharap terlalu banyak tentang penilaian mutu karya sastra kita. Dan jangan pernah disesali kalau karya sastra kita tidak akan pernah mampu bersaing secara global. Saya sebagai pelaku seni sangat “bermimpi” lahirnya kembali HB Jassin, Sastro Wardojo, Sapardi Djoko Darmono yang baru. Semoga!

Banda Aceh, Desember 2007
Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/raudah-jambak/konstelasi-sastra-aceh/216327385073635

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A Mustofa Bisri A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Jabbar Hubbi A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Syauqi Sumbawi A. Zakky Zulhazmi A.C. Andre Tanama A.H. J Khuzaini A.H.J Khuzaini A.S Laksana A.S. Laksana Abdul Hadi WM Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acrylic on Canvas Addi Mawahibun Idhom Ade P. Marboen Adib Baroya Adib Muttaqin Asfar Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agunghima Agus Aris Munandar Agus Buchori Agus Prasmono Agus Priyatno Agus R. Subagyo Agus Setiawan Agus Sulton AH J Khuzaini Ahmad Damanik Ahmad Farid Yahya Ahmad Wiyono Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fitriyah Ajip Rosidi Akhmad Marsudin Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al Mahfud Alex R Nainggolan Ali Nasir Ali Soekardi Alunk Estohank Amanche Franck Oe Ninu Aming Aminoedhin Anakku Inspirasiku Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo AndongBuku #3 Andri Awan Andry Deblenk Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Kurnia Anugerah Ronggowarsito Anwar Syueb Tandjung Aprillia Ika Aprillia Ramadhina APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Arafat Nur Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arim Kamandaka Aris Setiawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Aryo Wisanggeni G Asap Studio Asarpin Asrizal Nur Awalludin GD Mualif Ayu Sulistyowati Aziz Abdul Gofar Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Banyuwangi Bara Pattyradja Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Indo Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Lukisan Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Bidan Romana Tari Binhad Nurrohmat Biografi Bisnis Bondowoso Bre Redana Brunel University London Budi P. Hatees Budi Palopo Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerpen Chicilia Risca Coronavirus Cover Buku COVID-19 Cucuk Espe D. Kemalawati Dadang Ari Murtono Dadang Sunendar Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Dedi Gunawan Hutajulu Den Rasyidi Deni Jazuli Denny Mizhar Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak Desa Glogok Karanggeneng Dessy Wahyuni Dewi Yuliati Dhanu Priyo Prabowo Dhoni Zustiyantoro Dian Sukarno Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddy Hidayatullah Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwijo Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Efendi Ari Wibowo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hendri Saiful Eko Israhayu Emha Ainun Nadjib Endang Kusumastuti Eni S Eppril Wulaningtyas R Erdogan Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faiz Manshur Faizal Af Fajar Setiawan Roekminto Farah Noersativa Fathoni Fedli Azis Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Fikram Farazdaq Forum Santri Nasional (FSN) FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo Galeri Lukisan Z Musthofa Galuh Tulus Utama Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Ananda Goenawan Mohamad Gola Gong Golan-Mirah Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Bahaudin H.B. Jassin Halim HD Hamzah Sahal Handoyo El Jeffry Happy Susanto Hardi Hamzah Haris Firdaus Haris Saputra Harun Syafii bin Syam Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Hendra Sugiantoro Hengky Ola Sura Heri Kris Heri Ruslan Herry Mardianto Heru Maryono Hilmi Abedillah Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo) Holy Adib htanzil Hudan Nur Husin I Nyoman Suaka IAIN Ponorogo Ibnu Wahyudi Idayati Idi Subandy Ibrahim Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Yusardi Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Indigo Art Space Indra Intisa Indra Tjahyadi Indri Widiyanti Inti Rohmatun Ni'mah Inung Setyami Irfan El Mardanuzie Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Isnatin Ulfah Isti Rohayanti Istiqomatul Hayati Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Jakob Sumardjo Janual Aidi Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jember Jember Gemar Membaca JIERO CAFE Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Edy Raharjo John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Syahputra Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin K.H. Ma’ruf Amin Kabar Pelukis Kalimat Tubuh Kang Daniel Kartika Foundation Karya Lukisan: Z Musthofa Kasnadi Kedai Kopi Sastra Kemah Budaya Panturan (KBP) KH. M. Najib Muhammad KH. Marzuki Mustamar Khadijah Khaerul Anwar Khairul Mufid Jr Khansa Arifah Adila Khawas Auskarni Khudori Husnan Khulda Rahmatia Ki Ompong Sudarsono Kim Ngan Kitab Arbain Nawawi Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sablon Ponorogo Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Korban Gempa Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Kritik Sastra Kue Kacang Kue Kelapa Pandan Kue Lebaran Edisi 2013 Kue Nastar Keju Kue Nastar Keranjang Kue Pastel Kue Putri Salju Kue Semprit Kurnia Sari Aziza Kuswaidi Syafi'ie L Ridwan Muljosudarmo Lagu Laksmi Shitaresmi Lamongan Jawa Timur Landscape Hutan Bojonegoro Landscape Rumah Blora Lathifa Akmaliyah Legenda lensasastra.id Lie Charlie Linda Christanty Linus Suryadi AG Literasi Lombok Utara Lucia Idayani Ludruk Karya Budaya Lukas Adi Prasetyo Lukisan Andry Deblenk Lukisan Karya: Rengga AP Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari Lukisan Sugeng Ariyadi Lukman Santoso Az Lumajang Lusiana Indriasari Lutfi Rakhmawati M Khoirul Anwar KH M Nafiul Haris M. Afif Hasbullah M. Afifuddin M. Fauzi Sukri M. Harir Muzakki M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lutfi M. Mustafied M. Riyadhus Solihin M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Mahamuda Mahendra Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Maimun Zubair Makalah Tinjauan Ilmiah Makyun Subuki Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Mario F. Lawi Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Masuki M. Astro Masyhudi Mathori A Elwa Matroni El-Moezany Maulana Syamsuri Media Ponorogo Media: Crayon on Paper Media: Pastel on Paper Mei Anjar Wintolo Melukis Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mien Uno Miftakhul F.S Mihar Harahap Mila Setyani Misbahus Surur Mix Media on Canvas Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Ali Athwa Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Antakusuma Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Subarkah Muhammad Wahidul Mashuri Muhammad Yasir MUI Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukani Mukhsin Amar Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musa Ismail Muslim Abdurrahman Naskah Teater Neva Tuhella Nezar Patria Nidhom Fauzi Niduparas Erlang Ninuk Mardiana Pambudy Nirwan Ahmad Arsuka Noor H. Dee Novel Pekik Novel-novel bahasa Jawa Nur Ahmad Salman H Nur Hidayati Nur Wachid Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyiayu Hesty Susanti Obrolan Oil on Canvas Olimpiade Sastra Indonesia 2013 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Paguyuban Seni Teater Ponorogo Pameran Lukisan MADIUN OBAH Pameran Seni Lukis Pameran Seni Rupa Parimono V / 40 Plandi Jombang Paring Waluyo Utomo Pasuruan PDS H.B. Jassin Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Ponorogo Z Musthofa Pelukis Rengga AP Pelukis Senior Tarmuzie Pelukis Unik di Ponorogo Pemancingan Betri Pendhapa Art Space Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pito Agustin Rudiana Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pramoedya Ananta Toer Presiden Gus Dur Probolinggo Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prof Dr Soediro Satoto Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putri Asyuro' Rizqiyyah Putu Fajar Arcana R.Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Rasanrasan Boengaketji Ratna Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992 Reyog dalam Lukisan Kaca Ribut Wijoto Ridha Arham Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Ris Pasha Rizka Halida Robin Al Kautsar Rodli TL Romi Zarman Rosi Rosidi Tanabata Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Prasetyo Utomo S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Sahlan Bahuy Sajak Sakinah Annisa Mariz Samsudin Adlawi Samsul Bahri Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Shor Zhambou Santi Maulidah Sapardi Djoko Damono Sapto HP Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastri Bakry Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Self Portrait Senarai Pemikiran Sutejo Seni Ambeng Ponorogo Seniman Tanah Merah Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Budhi Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindhunata Situbondo Siwi Dwi Saputro SMP Negeri 1 Madiun Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Fitri Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Spirit of body 1 Spirit of body 2 Spirit of body 3 Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Stefanus P. Elu STKIP PGRI Ponorogo Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugeng Ariyadi Suharwedy Sujarwoko Sujiwo Tedjo Sukitman Sumani Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Switzy Sabandar Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tangguh Pitoyo Taufik Ikram Jamil Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater nDrinDinG Teaterikal Teguh Winarsho AS Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910 Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tiyasa Jati Pramono Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari To Take Delight Tosa Poetra Toto Gutomo Tri Andhi Suprihartono Tri Harun Syafii Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S UKM Teater Yakuza '54 Universitas Indonesia Universitas Jember Untung Wahyudi Usman Arrumy Usman Awang Ustadz Chris Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Warih Wisatsana Warung Boengaketjil Wawan Pinhole Wawancara Widhyanto Muttaqien Widya Oktaviani Wisnu Hp Wita Lestari Wuri Kartiasih Yeni Pitasari Yerusalem Ibu Kota Palestina Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosep Arizal L Yoseph Yoneta Motong Wuwur YS Rat Yuditeha Yuli Yulia Sapthiani Yusri Fajar Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Z. Afif Z. Mustopa Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zaki Zubaidi Zehan Zareez Zulfian Ebnu Groho Zulfikar Fu’ad Zulkarnain Siregar