Eko Hendri Saiful *
_Ponorogo Pos
Ketika senja mulai menampakkan wajah redupnya, diikuti dengan kepulangan matahari ketempat peraduannya, bulanpun datang memanjakan manusia dengan cahaya kelembutannya. Tidak seperti biasanya, hari ini selang waktu kehadiran bulan dan kepulangan matahari agak sedikit lama. Sebenarnya sudah sejak sore bulan sibuk berdandan, namun ia baru keluar setelah adzan maghrib.
Mungkin ia sungkan untuk mengusir matahari. Dan nampaknya hari ini matahari sedang berbaik hati dengan menghambur-hamburkan cahayanya untuk semua makhluk. Dan ketika hati matahari mulai luluh, ia segera berpulang dan memberikan kesempatan pada si bulan. Kehadiran bulan membuat orang-orang yang favorit dengan penanggalan Jawa bersemangat kembali.
Kini mata sang senja sudah benar-benar terlelap dalam kesepian. Telinga kirinya mulai menutup setelah seharian mendengar suara orang mencangkul. Yang tersisa hanyalah telinga kanannya yang mendengar teriakan orang memanggil asma Tuhan.
Diantaranya tampak burung gereja yang lebih memilih menidurkan anaknya dari pada membuat kicauan berirama yang menggelisahkan warga. Si burung geraja sudah bosan menghibur warga. Warga tak pernah peduli. Warga tak pernah mengerti. Tentang pita suaranya yang rusak demi senyum lipur yang ia beri pada warga. Kini ia hanya tertawa ketika banyak manusia-manusia yang merindukannya. Sebagai makhluk tentu ia masih punya harga diri.
Terdengar bunyi suara adzan magrib yang bersautan di beberapa musola di Dusun Crabak, Kecamatan Slahung, Ponorogo. Suara adzan pembuka hati dan akal yang sudah dipenuhi oleh ketandusan. Sebagian besar orang berlari menuju musolla untuk menunaikan sholat maghrib. Dengan menenteng mukena dan sajadah ia menggendong anaknya sembari berlari menuju musolla. Sebagian lagi tampak sibuk menata sajadah di rumah dan kamar mereka masing-masing.
Namun, ada pula yang merasa malu karena masih memikul cangkul ketika berpapasan dengan saudaranya di jalan menuju musolla. Suara pedal sepedapun makin keras bunyinya, karena kekuatan anak-anak yang berlomba untuk segera sampai di musolla. Begitulah aktifitas orang-orang Dusun Crabak ketika magrib tiba. Mereka menyambut hari pergantian dengan untaian dzikir sesudah sholat dan aneka kegiatan.
Syifa duduk di kursi ruang tamu rumahnya. Wajahnya berseri setelah terbasuh air wudlu seperempat jam yang lalu. Ia merasakan sedikit ketenangan usai berdoa. Bibir tipisnya mengumbar senyum.
Seakan-akan melambai ke hati para pemuda yang melihatnya. Kaki kananya bersilang di depan kaki kirinya, yang diikuti dengan tangannya yang memegang amping kursi. Sementara itu, pandangan matanya tertuju pada sebuah buku yang tergeletak di meja. Sebuah buku berwarna kuning karangan M.S Rohman yang berjudul ’’Berani Bermimpi’’.
Sementara di sampingnya, tepatnya di sudut kanan meja ada satu piring kacang dan sebuah gelas yang berisi bekas es degan. Ia tersenyum memandangai buku itu, lalu mengambilnya. Tak terbayangkan betapa bahagianya ia mampu memberikan buku itu pada sahabat karibnya yang bernama Jumini. Ia sudah tak sabar ingin segera memberikannya. Jumini adalah sahabat akrabnya. Bersamanya ia sering berkeluh kesah dan berbagi pengalaman. Maklumlah, mereka masih sama-sama muda dan enerjic. Kebetulan mereka juga memiliki pandangan yang sama perihal agama. Dan mereka sering berdialog tentang itu.
Syifa merenung dan meletakkan kembali buku itu ke atas meja. Pikirannya melayang mengingat masa lalunya. Ketika ia tertarik untuk membeli buku itu saat melihat bazar buku yang diadakan oleh Pondok Modern Darussalam Gontor. Ia tersenyum mengingatnya, apalagi ia sempat ditertawakan ketika ia bertanya di hadapan pengunjung bazar.
’’Sangat memalukan,’’ celetuknya polos.
Hentakan kaki yang bergerak pelan namun mendatar mendatangi telinganya dari arah belakang. Semakin lama kaki-kaki itu, semakin mendekat.
’’Kamu ndak makan Fa?’’ tanya ibunya yang tiba-tiba nyelonong dari kamar tidurnya.
’’Nanti aja bu. Syifa belum lapar.’’ Jawab Syifa.
‘’Sudah Sholat?’’
‘’Sudah Bu’’
‘’Gimana kuliahmu ?’’
‘’Alhamdulilah lancar Bu’’
Syifa mendekati ibunya yang duduk di kursi di depannya. Lalu ia duduk dekat ibunya dan membisikkan sesuatu di telinga ibunya. Namun, ia sedikit merasakan keragu-raguan dalam hatinya. Matanya kosong memandangi ibunya. Sementara bibirnya seakan berhenti berujar. Ia paksakan untuk berbicara mengenai keinginannya yang ia pendam sudah lama.
’’Bu, Syifa ingin berbicara sesuatu’’, Syifa mengawali dengan kelembutan. Ia takut menyinggung perasasan ibunya dengan ucapannya.
’’Iya Fa, ada apa?’’ ibunya mengerti keraguan hati Syifa.
’’Bolehkah jika Syifa belajar Bahasa Inggris di Kediri?’’
’’Boleh saja, nanti kita bicara sama ayahmu’’
’’Tapi Syifa takut bila akan merepotkan ayah. Biaya kuliah Syifa saja sudah mahal’’
’’Insya Alloh tidak. Ayahmu pasti mengerti’’
Hati Syifa tampak terguncang mendengar jawaban ibunya. Ia tahu apapun yang dia minta pasti diuasahakan oleh orang tuanya.
Kebimbangan terus menyelimuti hatinya. Ia tidak tega bila harus menyusahkan ayahnya lagi. Sekarang ayahnya sudah cukup kesulitan menanggung biaya kuliahnya. Padahal Syifa sudah berhenti satu tahun untuk bekerja dan mengumpukan uang untuk kuliah. Namun itu belum tercukupi, ia masih merasa iba dengan kondisi keluarganya.
Sebagai seorang anak dia sadar akan kewajiban dan haknya terhadap orang tuanya. Hati Syifa menciut. Keinginanya untuk menjadi Debater mulai sirna Namun ia mencoba menguatkan hatinya. Ia memutuskan untuk menemui ayahnya dan berbicara pelan-pelan.
Cahaya bulan sedikit meredup karena tertutup oleh awan hitam yang menyelimuti Dusun Crabak. Bukan karena pratanda akan turunnya hujan, melainkan karena awan ingin berganti baju dengan baju yang berwarna kehitaman. Awan ingin terlihat cantik di depan bulan. Bukan baju berwarna kuning, putih atau pink yang ia pakai, melainkan baju berwarna hitam. Mungkin saja awan sedang berduka.
Terdengar bunyi suara ayam yang berkokok tepat di belakang dapur rumah Syifa. Ayam-ayam itu adalah ayam peliharaan ayah Syifa. Jika dihitung mungkin sekitar sepuluh ekor jumlahnya. Diantaranya ada beberapa yang tampak sudah menjadi babon. Sementara lainnya masih memiliki ingus di hidungnya. Mungkin usianya sekitar 50 hari.
Dari pintu belakang dapur tampak, Pak Tubari, ayah Syifa sedang memandangi ayam-ayamnya yang berada di kandang. Hal inilah kebiasaanya usai melakukan shalat maghrib. Kegemarannya ngingu ayam sudah dilakoni sejak muda. Hingga usianya yang menginjak kepala lima ia masih bisa meluangkan waktu untuk beternak ayam. Terlihat beberpa kali bibirnya tersenyum melihat tingkah laku anak ayam yang sehat dan gemuk-gemuk.
Rata-rata setiap petani di Dusun Crabak memiliki usaha peternakan ayam. Tak terkecuali ayah Syifa. Memang lumayan hasilnya jika di bandingkan dengan memelihara itik atau unggas lainnya. Untuk telur saja sekarang sudah di hargai 1.500 belum jika ayam itu dijual di pasar. Cukuplah untuk menopang kehidupan seharinya. Selain itu lebih mudah mencari makanan ayam daripada makanan unggas lainnya.
Ayah Syifa adalah seorang petani yang rajin. Saat musim panen dia sering membantu petani lain untuk memanen padi. Ia sangat disegani di dusunnya. Selain itu dia terkenal sebagai seorang petani yang sukses memelihara ayam. Ketika ada orang asing yang mncari bibit ayam unggul maka warga dusun langsung menunjuk rumak Pak Tubari.
Hentakan ringan kaki Syifa terdengar dari dalam kandang. Hentakan kaki itu mengaburkan ayam-ayam sehingga mereka berlari ke pojok-pojok kandang. Kakinya terhenti ketika melihat kegembiraan ayahnya. Matanya melihat ayahnya sedang menimang-nimang anak ayam. Ia takut melukai perasaan ayahnya jika ia mengatakan keinginannya. Namun ia harus mencobanya. Karena bagaimanapun restu dan doa orang tua sangat penting baginya. Ia memberanikan diri untuk mendekat.
’’Maaf yah, Syifa ingin berbicara sesuatu’’ Syifa berkata lirih
’’Ada apa Fa?’’ ayah Syfa menyahut dengan sedikit sinis.
’’Boleh gak, seandainya Syifa belajar Bahasa Inggris di Kediri?’’
’’Kenapa harus jauh-jauh ke Kediri?’’Ayah Syifa berkata, bernada keras.
’’ Disana ada kampung bahasa Inggris yang menyediakan kursus, yah.’’
’’ Kalau memang itu keinginan kamu. Ayah menyetujuinya. Besok ayah akan cari uang agar kamu bisa belajar di sana”
Syifa tersenyum ketika mendengar jawaban ayahnya. Ia tak menyangka jika ayahnya merestui begitu saja niatnya. Maklumlah, kondisi keluarga Syifa masih dalam kategori pas-pasan. Secara perlahan ketakutannya mulai hilang. Kini yang ada di hatinya adalah kegundahan. Ia berpikir tentang dua hal. Meneruskan niatnya atau membatalkannya? Jika ia membatalkannya tentu hal itu akan sia-sia.
Ia sudah memendam keinginannya sejak ia masuk kuliah, satu tahun yang lalu. Dan kini dia sudah menginjak semester 3. Disisi lain, ia tak mau membebani ayahnya dengan keinginanannya. Sesaat ia ingin menangis. Ayahnya sudah berkorban banyak untuk membiayai sekolah dan kuliahnya. Ia bahkan rela menyekolahkan Syifa ke Man 1 Ponorogo. Padahal, sekolah itu sangat jauh jaraknya dengan rumahnya.
’’Yah, nggak jadi aja yah’’.
’’Kenapa?’’
’’Syifa nggak ingin merepotkan ayah’’
’’Sudahlah. Masalah uang bisa dicari. Terpenting kamu belajar sungguh-sungguh. Itu cukup membuat ayah bahagia’’
Cahaya bulan mulai meredup. Tampaknya awan telah menutupinya. Sementara angin yang sempat berhembus kencang mulai mengeluh kelelahan. Seakan-akan menunjukkan bahwa ia ingin beristirahat. Malam yang dingin mulai mendekap. Menghantarkan jarum jam menunjuk arah 20.30. Keheningan mulai menghinggapi kehidupan warga Dusun Crabak. Keheningan itu memasuki rumah warga dusun satu persatu. Hingga mereka terlelap dalam keheningan.
Tak terkecuali rumah Pak Tubari. Malam yang sepi telah datang menemani Syifa. Seakan mengetuk hati Syfa untuk berpasrah diri. Ia sadar bahwa ia harus segera mengingat sang kuasa. Dia berlari ke kamar mandi dan menuju tempat pancuran air. Tetesan air menyejukkan hati Syifa, kini ia ingin bersujud seraya menghadapkan wajahnya kapada yang kuasa. Entahlah, mungkin tak terpikir di hatinya. Satu demi satu keinginanya tercapai. Kini ia lega.
Sebentar lagi ia akan berangkat ke Kediri untuk belajar. Tubuh Syifa gemetar memandangi sajadah yang tergelar di bawah kakinya. Bagaimana pun ia akan selalu ingat kebesaran Tuhan. Tuhan telah memberikan banyak keajaiban dalam hidupnya.
Syifa berdiri dan merapikan mukenahnya. Ia mendengar samar-samar bunyi sepeda motor memasuki halaman rumahnya. Segera ia merapikan mukenah dan sajadah, berlari keluar kamar kemudian membuka pintu depan.
’’Ya Alloh, Mbak Nisa”sapa Syifa pada perempuan yang bernama Nisa itu.
’’kamu ndak kuliah, Fa?’’ Nisa membalasnya
’’Libur Mbak’’
’’Bapak dan ibuk sudah tidur?’’
’’Belum mbak. Mereka masih di belakang.’’
Seorang perempuan yang bernama Nisa itu datang berboncengan dengan seorang laki-laki. Ia meninggalkan suaminya yang masih memarkir kendaraanya, lalu mendekati Syifa dan memeluknya. Syifa pun menerima pelukkannya dan menjabat tangannya. Sementara laki-laki yang membonceng perempuan itu masuk dengan menggendong anak kecil. kira-kira umurnya sekitar lima tahun. Nisa meninggalkan Syifa dan suaminya. Lalu memasuki rumah dan menemui ayahnya yang saat itu berada di ruang keluarga.
Syifa mengambil anak itu dari gendongan laki-laki itu. Ia mengayun-ayunkannya. Tampak dengan penuh kegirangan hati. Anak kecil itu dengan malu-malu mencium pipi Syifa. Mereka kelihatan sangat akrab.
Di antara kegelapan malam, sekitar pukul.21.00 masih terdengar suara burung perkutut kesayangan ayah Syifa. Burung itu berada di dalam sangkar yang digantung tepat depan rumah. Burung itulah yang menemani ayah dan ibu Syifa disaat Nisa sedang tidak berkunjungdan Syifa menginap di kos.
Nisa adalah kakak kandung Syifa. Usianya sekitar 25 tahun. Lima tahun jaraknya dengan Syifa, yang bulan Mei lalu genap berusia 20 tahun. Kini Nisa sudah di karunai dua orang anak. Dua anak laki-laki yang lucu-lucu. Dalam kesehariannya kakak perempuan Syifa ini tinggal di rumah mertuanya bersama dengan suami dan anaknya. Namun, walaupun begitu ia sering mengunjungi rumah ibunya. Yang paling sering ketika malam Minggu di saat Syifa pulang ke desa. Dan tidak menginap di kos.
Nisa mendakati Pak Tubari dan isterinya. Kemudian menjabat tangan keduanya dan diikuti oleh Yudha suaminya.
’’Gimana kabarnya Nis?’’ tanya Bu Tubari
’’Baik Bu’’ jawab Nisa
’’Ayah dan ibu mertua kamu ?’’
’’Keduanya baik bu’’ Yudha menambahi.
Pandangan mereka tertuju pada Syifa yang menggendong Arga, putra Nisa. Timbulah rona keibuan yang ditunjukkan oleh Syifa. Wajah ayunya begitu menawan hati, membanggakan orang tuanya. Begitu pula dengan Nisa yang sangat menyayangi adiknya. Pak Tubari mencoba melambaikan tangannya pada Arga. Namun bocah kecil itu dengan malu-malu lebih memilih Syifa.
Bulan semakin berwajah muram di malam itu, mungin ia cemburu dengan kebahagiaan keluarga Pak Tubari. Seorang anak yang berbakti seperti Syifa telah merekatkan hubungan cinta kasih keluarga yang tentu dibangun atas balutan mimpi. Dan kini mimpi itu hadir di kehidupan Syifa. Ia adalah permata yang paling berharga di keluarga itu. Kepolosannya simbol gadis desa yang banyak dipuja oleh para pemuda. Sementara kemanjaannya adalah bentuk gerak enerjiknya yang menebar pesona di rumah Pak Tubari. Syifalah yang kelak akan meneruskan jejak kakaknya untuk merawat orang tuanya.
Nisa duduk di kursi ruang keluarga bersma suaminya. Sementara Syifa masih bermain-main dengan keponakannya.
’’G mana kuliahmu, Fa’’ Nisa mengawali obrolan.
Suara Nisa mengganggu keasyikan Syifa.
’’ Alhamduliah Mbak. Ini baru saja ujian semester 2. Ya walaupun IP ku ndak begitu bagus. Tapi aku akan terus berusaha.’’
’’semangat terus Fa’’ Suara Nisa disertai kepalan tangannya.
’’Kalau cari jodoh jangan jauh-jauh’’ Kakak ipar Syifa, Yudha mencoba meledek.
Hati Syifa tergerak ketika Yudha berkata tentang jodoh.
Bagaimanapun ia harus berpikir tentang itu. Sekalipun banyak angan-angan dan mimpi-mimpinya yang belum tercapai, namun ia sadar bahwa hal itu adalah fitrah manusia. Syifa teringat dengan banyaknya laki-laki yang mencoba merayu hatinya. Namun hingga saat ini belum ada satupun yang ia terima. Ia masih ingin membahagiakan orang tuanya dengan meraih mimpi dan cita -citanya. Saat ini yang paling berat dalam hidupnya adalah menjaga hatinya. Dari para pemburu yang terus mengasah peluruh. Sebebas mungkin ia ingin lari dari para pemburu itu sebelum waktunya.
Kini keheningan menghampiri rumah Syifa. Dimana kaki-kaki kedua orang tuanya sudah memasuki kamar tidurnya. Semakin sepi ketika Nisa dan Yudha memasuki kamarnya pula. Terakhir sebelum mereka masuk ke kamar masing-masing, Syifa mencium pipi Arga yang tertidur pulas di gendongannya dengan penuh kasih sayang.
Syifa mengambil air wudhu dan segera memasuki kamar tidurnya. Dia berbaring menghadap ke sebelah kiri. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, malam ini dia begitu gelisah. Entah apa yang sedang mengusik hatinya. Pikirannya melayang membayangkan banyak hal. Namun ia mencoba sesegera mungkin memejamkan mata. Besok ia harus bekerja. Ia tak mau di marahi Bu Hida lagi gara -gara telat masuk kerja.
Syifa terbayang dengan teman-teman kerjanya di CV Gajah Mada. Ia ingat teman-temanya ketika membantunya mengatasi kesulitan yang ia alami. Ia juga masih ingat ketika pertama kali dia bekerja di kantor yang berada di dekat Samsat Ponorogo itu. Syifa mengerti tentang arti kehadiranya di CV Gajah Mada. Tidak hanya menjadi seorang karyawan namun, ia juga juga harus menjadi pelayan masyarakat yang bekerja dengan pikiran dan hati.
Syifa berdiri dan mengambil air minum. Lalu ia tidur kembali. Pikirannya melayang kembali. Satu tahun yang lalu ia masih duduk di kelas 3 MA. Lebih tepatnya MAN 1 Ponorogo. Ia rindu dengan teman-teman dan gurunya semasa SMA. Ia berharap suatu ketika ada reuni yang mempertemukan mereka kembali. Dan ia berdoa saat itu ia sudah mendapatkan cita-citanya.
Kampus tempatnya belajar juga mengusik hatinya. Kini ia sadar bahwa ia adalah seorang mahasiswa yang masih harus belajar. Ia ingat dengan teman-temanya yang selalu hadir di saat dia berbahagia maupun berduka. Tawa centil Martina, kedewasaan Mbak Febri, kecerdasan Ria, kekusukan Jumini, kebaikan Mas Ervan, dan yang paling menjengkelkan kakak kelasnya yang bernama Eko yang selalu mengejar-kejar dia. Semua itu membuat Syifa begitu berbahagia dan seakan kompleks kehidupannya. Satu lagi, kini ia mulai rindu akan teman-teman se-organisasi. KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) menjadi tempat belajar baginya. Ia banyak menemukan makna kehidupan di sana. Salah satunya belajar mengenai tata cara beribadah. Ia juga ingat dengan teman-teman kosnya. Syifa ingin menyambangi mereka sebelum masuk kerja.
Sementara malam telah larut. Dia ingin bermimpi tentang satu hal. Keinginannya untuk menjadi debater yang akan selalu ia bawa. Hingga waktu datang menemuinya saat itu ia ingin bersama kedua orang tuanya berfoto merayakan keberhasilannya. Dan kini ia hanya butuh waktu untuk mewujudkannya. Butuh usaha dan doa yang menyertainya. Selalu.
Untuk yang pernah tersakiti… dan mungkin ini akhir dari penantianku…
***
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2012/09/mimpi-mimpi-syifa/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 09 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A Mustofa Bisri
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Jabbar Hubbi
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Syauqi Sumbawi
A. Zakky Zulhazmi
A.C. Andre Tanama
A.H. J Khuzaini
A.H.J Khuzaini
A.S Laksana
A.S. Laksana
Abdul Hadi WM
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acrylic on Canvas
Addi Mawahibun Idhom
Ade P. Marboen
Adib Baroya
Adib Muttaqin Asfar
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adu Pesona Sang Wakil Cawapres RI
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agunghima
Agus Aris Munandar
Agus Buchori
Agus Prasmono
Agus Priyatno
Agus R. Subagyo
Agus Setiawan
Agus Sulton
AH J Khuzaini
Ahmad Damanik
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Wiyono
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fitriyah
Ajip Rosidi
Akhmad Marsudin
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al Mahfud
Alex R Nainggolan
Ali Nasir
Ali Soekardi
Alunk Estohank
Amanche Franck Oe Ninu
Aming Aminoedhin
Anakku Inspirasiku
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
AndongBuku #3
Andri Awan
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Kurnia
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Syueb Tandjung
Aprillia Ika
Aprillia Ramadhina
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arim Kamandaka
Aris Setiawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Aryo Wisanggeni G
Asap Studio
Asarpin
Asrizal Nur
Awalludin GD Mualif
Ayu Sulistyowati
Aziz Abdul Gofar
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bara Pattyradja
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Lukisan
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Bidan Romana Tari
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bisnis
Bondowoso
Bre Redana
Brunel University London
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chicilia Risca
Coronavirus
Cover Buku
COVID-19
Cucuk Espe
D. Kemalawati
Dadang Ari Murtono
Dadang Sunendar
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Dedi Gunawan Hutajulu
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Depan Mts Putra-Putri Simo Sungelebak
Desa Glogok Karanggeneng
Dessy Wahyuni
Dewi Yuliati
Dhanu Priyo Prabowo
Dhoni Zustiyantoro
Dian Sukarno
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddy Hidayatullah
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwijo Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Efendi Ari Wibowo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hendri Saiful
Eko Israhayu
Emha Ainun Nadjib
Endang Kusumastuti
Eni S
Eppril Wulaningtyas R
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Faizal Af
Fajar Setiawan Roekminto
Farah Noersativa
Fathoni
Fedli Azis
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Fikram Farazdaq
Forum Santri Nasional (FSN)
FPM (Forum Penulis Muda) Ponorogo
Galeri Lukisan Z Musthofa
Galuh Tulus Utama
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Ananda
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Golan-Mirah
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Bahaudin
H.B. Jassin
Halim HD
Hamzah Sahal
Handoyo El Jeffry
Happy Susanto
Hardi Hamzah
Haris Firdaus
Haris Saputra
Harun Syafii bin Syam
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Hendra Sugiantoro
Hengky Ola Sura
Heri Kris
Heri Ruslan
Herry Mardianto
Heru Maryono
Hilmi Abedillah
Himpunan Mahasiswa Penulis (STKIP PGRI Ponorogo)
Holy Adib
htanzil
Hudan Nur
Husin
I Nyoman Suaka
IAIN Ponorogo
Ibnu Wahyudi
Idayati
Idi Subandy Ibrahim
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Yusardi
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Indigo Art Space
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indri Widiyanti
Inti Rohmatun Ni'mah
Inung Setyami
Irfan El Mardanuzie
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Isnatin Ulfah
Isti Rohayanti
Istiqomatul Hayati
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Jakob Sumardjo
Janual Aidi
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jember
Jember Gemar Membaca
JIERO CAFE
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Edy Raharjo
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Syahputra
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
K.H. Ma’ruf Amin
Kabar Pelukis
Kalimat Tubuh
Kang Daniel
Kartika Foundation
Karya Lukisan: Z Musthofa
Kasnadi
Kedai Kopi Sastra
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH. M. Najib Muhammad
KH. Marzuki Mustamar
Khadijah
Khaerul Anwar
Khairul Mufid Jr
Khansa Arifah Adila
Khawas Auskarni
Khudori Husnan
Khulda Rahmatia
Ki Ompong Sudarsono
Kim Ngan
Kitab Arbain Nawawi
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sablon Ponorogo
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Korban Gempa
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Kritik Sastra
Kue Kacang
Kue Kelapa Pandan
Kue Lebaran Edisi 2013
Kue Nastar Keju
Kue Nastar Keranjang
Kue Pastel
Kue Putri Salju
Kue Semprit
Kurnia Sari Aziza
Kuswaidi Syafi'ie
L Ridwan Muljosudarmo
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lamongan Jawa Timur
Landscape Hutan Bojonegoro
Landscape Rumah Blora
Lathifa Akmaliyah
Legenda
lensasastra.id
Lie Charlie
Linda Christanty
Linus Suryadi AG
Literasi
Lombok Utara
Lucia Idayani
Ludruk Karya Budaya
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan Andry Deblenk
Lukisan Karya: Rengga AP
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari
Lukisan Sugeng Ariyadi
Lukman Santoso Az
Lumajang
Lusiana Indriasari
Lutfi Rakhmawati
M Khoirul Anwar KH
M Nafiul Haris
M. Afif Hasbullah
M. Afifuddin
M. Fauzi Sukri
M. Harir Muzakki
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lutfi
M. Mustafied
M. Riyadhus Solihin
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahamuda
Mahendra
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Maimun Zubair
Makalah Tinjauan Ilmiah
Makyun Subuki
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Mario F. Lawi
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Masuki M. Astro
Masyhudi
Mathori A Elwa
Matroni El-Moezany
Maulana Syamsuri
Media Ponorogo
Media: Crayon on Paper
Media: Pastel on Paper
Mei Anjar Wintolo
Melukis
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mien Uno
Miftakhul F.S
Mihar Harahap
Mila Setyani
Misbahus Surur
Mix Media on Canvas
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Ali Athwa
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Subarkah
Muhammad Wahidul Mashuri
Muhammad Yasir
MUI
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukani
Mukhsin Amar
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musa Ismail
Muslim Abdurrahman
Naskah Teater
Neva Tuhella
Nezar Patria
Nidhom Fauzi
Niduparas Erlang
Ninuk Mardiana Pambudy
Nirwan Ahmad Arsuka
Noor H. Dee
Novel Pekik
Novel-novel bahasa Jawa
Nur Ahmad Salman H
Nur Hidayati
Nur Wachid
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyiayu Hesty Susanti
Obrolan
Oil on Canvas
Olimpiade Sastra Indonesia 2013
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Paguyuban Seni Teater Ponorogo
Pameran Lukisan MADIUN OBAH
Pameran Seni Lukis
Pameran Seni Rupa
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Paring Waluyo Utomo
Pasuruan
PDS H.B. Jassin
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Ponorogo Z Musthofa
Pelukis Rengga AP
Pelukis Senior Tarmuzie
Pelukis Unik di Ponorogo
Pemancingan Betri
Pendhapa Art Space
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pito Agustin Rudiana
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pramoedya Ananta Toer
Presiden Gus Dur
Probolinggo
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prof Dr Soediro Satoto
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pusat Grosir Kaos Polos Ponorogo
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putri Asyuro' Rizqiyyah
Putu Fajar Arcana
R.Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Rasanrasan Boengaketji
Ratna
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak angkatan 1991-1992
Reyog dalam Lukisan Kaca
Ribut Wijoto
Ridha Arham
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Ris Pasha
Rizka Halida
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Romi Zarman
Rosi
Rosidi Tanabata
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Prasetyo Utomo
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Sahlan Bahuy
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Samsudin Adlawi
Samsul Bahri
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Shor Zhambou
Santi Maulidah
Sapardi Djoko Damono
Sapto HP
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastri Bakry
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Self Portrait
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Ambeng Ponorogo
Seniman Tanah Merah Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Budhi
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindhunata
Situbondo
Siwi Dwi Saputro
SMP Negeri 1 Madiun
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia Fitri
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Spirit of body 1
Spirit of body 2
Spirit of body 3
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Stefanus P. Elu
STKIP PGRI Ponorogo
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sujarwoko
Sujiwo Tedjo
Sukitman
Sumani
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Switzy Sabandar
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tangguh Pitoyo
Taufik Ikram Jamil
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater nDrinDinG
Teaterikal
Teguh Winarsho AS
Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo 1910
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tiyasa Jati Pramono
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
To Take Delight
Tosa Poetra
Toto Gutomo
Tri Andhi Suprihartono
Tri Harun Syafii
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
UKM Teater Yakuza '54
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Untung Wahyudi
Usman Arrumy
Usman Awang
Ustadz Chris Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Warih Wisatsana
Warung Boengaketjil
Wawan Pinhole
Wawancara
Widhyanto Muttaqien
Widya Oktaviani
Wisnu Hp
Wita Lestari
Wuri Kartiasih
Yeni Pitasari
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
YS Rat
Yuditeha
Yuli
Yulia Sapthiani
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Z. Afif
Z. Mustopa
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zaki Zubaidi
Zehan Zareez
Zulfian Ebnu Groho
Zulfikar Fu’ad
Zulkarnain Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar