Maman S Mahayana
Entah kapan saya mengenal Sutardji Calzoum Bachri (SCB). Mungkin di sebuah
acara di Masjid UI Depok atau di Pulau Penyengat di antara para penyair
Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Sebuah lupa. Tetapi, berulang kali saya
jumpa pada sebuah acara sastra: di Rempang, di sebuah pulau kecil gugusan
kepulauan Riau; di sebuah hotel di Batam bersama dentum musik kafe, di pojok
masjid atau entah di mana. Mungkin juga kami sekadar kongkow-kongkow di TIM
atau di sebuah kedai kopi di Johor sambil ketawa-ketiwi. Dan, senantiasa, dalam
acara kumpul-kumpul itu, ia kerap menjadi pusat perhatian. Boleh jadi lantaran
hujahnya melompat seperti pemantik; atau kritik baliknya yang menukik; atau
juga ungkapannya yang spontan dan cerdas, maka, di antara kerumunan itu, SCB
seperti sebuah magnet. Dan kerumunan pun bertambah. Dan tawa pun pecah.